Di sebuah sekolah yang lebih mirip medan pertarungan daripada tempat belajar, Nana Aoi—putri dari seorang ketua Yakuza—harus menghadapi kenyataan pahit. Cintanya kepada Yuki Kaze, seorang pria yang telah mengisi hatinya, berubah menjadi rasa sakit saat ingatan Yuki menghilang.
Demi mempertahankan Yuki di sisinya, Ayaka Ito, seorang gadis yang juga mencintainya, mengambil kesempatan atas amnesia Yuki. Ayaka bukan hanya sekadar rival cinta bagi Nana, tapi juga seseorang yang mendapat tugas dari ayah Nana sendiri untuk melindunginya. Dengan posisi yang sulit, Ayaka menikmati setiap momen bersama Yuki, sementara Nana harus menanggung luka di hatinya.
Di sisi lain, Yuna dan Yui tetap setia menemani Nana, memberikan dukungan di tengah keterpurukannya. Namun, keadaan semakin memburuk ketika Nana harus menghadapi duel brutal melawan Kexin Yue, pemimpin kelas dua. Kekalahan Nana dari Kexin membuatnya terluka parah, dan ia pun harus dirawat di rumah sakit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyu Ibadurahman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27.
...Zelda Aisha...
Koridor lantai tiga masih riuh dengan obrolan para siswa kelas 1. Beberapa masih membicarakan kejadian sebelumnya dengan Kexin Yue, sementara yang lain masih menatap penuh rasa ingin tahu ke arah Yuki Kaze, pemimpin kelas mereka yang baru saja menjadi pusat perhatian.
Di tengah kegaduhan itu, suara langkah kaki yang berat menarik perhatian mereka.
Kai Takashi berjalan dengan penuh percaya diri di sepanjang koridor, diikuti oleh Yui Nakahara.
Saat keduanya melewati tempat di mana Nana Aoi dan Yuna Hikari berdiri, Kai langsung berkata tanpa basa-basi, "Ikut gue."
Nana dan Yuna saling pandang sejenak, lalu mengikuti Kai. Beberapa siswa lain yang penasaran ikut bergerak mengikuti mereka.
Setibanya di depan kelas 1C, Kai langsung duduk di lantai, tepat di depan Yuki, yang juga sedang duduk bersama Keisuke dan Naoki.
Yuki menatap pria di depannya dengan tatapan bingung. Ia tidak mengenali sosok ini, namun sikapnya yang percaya diri membuat Yuki merasa bahwa orang ini bukan siswa biasa. Tanpa berpikir panjang, Yuki bertanya, "Siapa kalian?"
Kai dan Yui terkejut mendengar pertanyaan itu.
"Apa maksud lu?" Kai menyipitkan mata, nada suaranya terdengar tidak senang.
Namun, sebelum situasi semakin panas, Yuna tiba-tiba melingkarkan lengannya di leher Kai dari belakang dan berbisik di telinganya, "Yuki amnesia."
Mata Kai membelalak. Seketika, pikirannya menyusun potongan-potongan kejadian. "Ini pasti ulah Nana kemarin,,, Brengsek!" Kai menggeram dalam hati, tapi ia menahan diri untuk tidak melontarkan kata-kata kasar. Ia menarik napas panjang, menenangkan emosinya, lalu menatap Yuki dengan serius. "Gue Kai Takashi, pemimpin kelas 1G," ucapnya mantap. "Gue datang ke sini untuk menyampaikan sesuatu yang penting."
Ia mengeluarkan selembar kertas yang telah diremukkan, lalu meletakkannya di depan Yuki. "Kelas 2 menantang kita besok di lapangan belakang sekolah."
Suasana mendadak sunyi. Beberapa detik kemudian, suara bisikan mulai terdengar di antara siswa yang berkumpul.
"Seriusan?"
"Mereka menantang kita?"
"Kelas 2 itu gila!"
Keisuke dan Naoki saling pandang dengan ekspresi tegang. Bahkan di antara siswa kelas 1 sendiri, semua tahu bahwa kelas 2 bukan lawan yang bisa diremehkan.
Namun, yang paling menarik perhatian semua orang adalah ekspresi Yuki. Ia tetap tenang. Tidak ada tanda-tanda ketakutan di wajahnya. Dengan suara yang datar, ia bertanya, "Apa kita akan melawan mereka?"
Kai menatap Yuki tajam, lalu menjawab, "Semua keputusan ada di tangan lu sebagai pemimpin kelas 1."
Yuki terdiam. Ia tidak tahu apakah harus menerima tantangan itu atau tidak. Amnesianya membuat segalanya terasa samar. Namun, di sekelilingnya, suara-suara semakin menggema.
"Lawan!"
"Lawan mereka!"
"Jangan mundur!"
Tekanan itu semakin besar. Yuki mengangkat tangannya, memberi isyarat agar semua diam. Dalam sekejap, suasana kembali hening. Yuki menatap ke depan, lalu berkata dengan suara tegas, "Jika itu pilihan kalian, kita terima tantangan ini."
Sorakan langsung menggema di koridor. Para siswa kelas 1 bersorak dengan semangat. Bagi mereka, ini bukan sekadar pertarungan biasa, ini adalah harga diri mereka sebagai angkatan baru di sekolah ini.
Namun, di tengah kegembiraan itu, Nana Aoi tidak ikut bersorak. Matanya tetap tertuju pada Yuki. Ia mendekati Yuki, lalu tanpa ragu menarik kerah bajunya. "Lu yakin dengan kondisi lu kayak gini?" tanyanya tajam.
Untuk sesaat, Yuki terdiam. Matanya bertemu dengan mata Nana yang penuh kekhawatiran. Dan saat itu juga, Sesuatu dalam dirinya bergetar. Sebuah ingatan buram melintas di benaknya. Kilasan wajah Nana. Suara samar yang terasa familiar. Perasaan yang tidak bisa ia jelaskan. Dan kemudian Rasa sakit yang menusuk kepalanya.
"Ugh..." Yuki memegang kepalanya, ekspresinya berubah drastis. "A-Ada apa ini...?" Tiba-tiba, rasa sakit itu semakin kuat. Yuki meraung kesakitan, membuat semua orang terkejut.
Yuna buru-buru menarik Nana menjauh, sementara Keisuke dan Naoki mencoba menahan Yuki agar tidak jatuh. Namun, dalam hitungan detik, Yuki kehilangan kesadaran dan pingsan di tempat.
Semua siswa yang tadinya bersorak kini menatap dengan cemas.
Keisuke dan Naoki langsung bergerak cepat. "Kita bawa dia ke UKS!"
Tanpa membuang waktu, mereka berdua mengangkat tubuh Yuki, sementara Nana, Yuna, Kai, dan Yui mengikuti di belakang dengan wajah penuh kekhawatiran. Hari ini, Yuki telah menerima tantangan dari kelas 2. Namun, yang menjadi pertanyaan besar, Apakah ia benar-benar siap untuk pertarungan ini?.
Setelah beberapa menit berlalu sejak Yuki dibawa ke UKS, Nana Aoi dan Yuna Hikari berjalan menyusuri koridor, langkah mereka cepat dan penuh kekhawatiran. Nana tidak bisa menghilangkan rasa gelisah di hatinya. Ia ingin tahu bagaimana keadaan Yuki. Namun, begitu mereka tiba di depan pintu UKS, kai takashi menghalangi langkah mereka. Ia berdiri tegap di ambang pintu, matanya menatap tajam ke arah Nana. "Mau apa lu ke sini?" tanyanya dingin.
Nana membalas tatapan itu dengan sorot mata yang sama tajamnya. Ia mengepalkan tangan, menahan amarah yang tiba-tiba muncul. Kai memang selalu keras kepala, tapi kali ini, Nana benar-benar tidak dalam suasana hati yang baik untuk berhadapan dengannya.
Namun, sebelum situasi semakin memanas, Yuna yang berada di samping Nana segera menggenggam tangan sahabatnya, membuka kepalan tangan Nana dan menggenggamnya erat. "Sebaiknya kita pergi," kata Yuna lembut.
Nana masih menatap Kai dengan tatapan menusuk, tapi ia menghembuskan napas panjang dan menahan diri. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Nana membalikkan badan dan pergi bersama Yuna, meninggalkan Kai yang tetap berdiri di depan UKS. Kai menghela napas, lalu masuk kembali ke dalam.
Di dalam ruangan, Naoki yang berdiri di dekat ranjang menoleh ke arah Kai. "Kai, Yuki sudah sadar," katanya. Kai dan Yui Nakahara segera melangkah masuk.
Di atas tempat tidur UKS, Yuki duduk dengan punggung bersandar pada dinding. Wajahnya masih terlihat sedikit pucat, tetapi matanya telah kembali fokus. "Lu nggak apa-apa?" tanya Yui, menatap Yuki dengan cemas.
Yuki tersenyum tipis. "Gue baik-baik saja." Namun, Yui tidak puas dengan jawaban itu. "Yuki, sebaiknya jangan terlalu memaksakan diri," katanya, suaranya lebih serius.
Kai yang berdiri di sampingnya menoleh. "Maksud lu mau membatalkan pertarungan besok?" tanyanya dengan nada tajam.
Yui menghela napas panjang. "Lu lihat sendiri kondisi Yuki. Apa lu lupa siapa yang bakal kita lawan? Jangankan Kexin, lu yakin bisa menang lawan Zelda?"
Kai terdiam sejenak. Ia tahu Yui ada benarnya. Zelda bukan lawan yang bisa diremehkan, dan Kexin, dia jauh lebih berbahaya.
Namun, sebelum Kai bisa membalas, suara Yuki terdengar pelan. "Gue nggak apa-apa," katanya. "Gue cuma, saat melihat Nana tadi, pikiran gue terasa kacau. Ada sesuatu yang terus mengganggu gue, tapi gue nggak tahu apa. Itu yang bikin kepala gue sakit."
Keisuke melirik Naoki, lalu membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, sesuatu yang seharusnya Yuki ketahui. Bahwa Nana adalah pacarnya.
Namun sebelum ia sempat mengatakannya, seseorang tiba-tiba masuk ke UKS. "Sayang, kamu nggak apa-apa?" Suara lembut namun tegas itu membuat semua orang menoleh ke arah pintu.
Ayaka Ito. Ia melangkah masuk, tanpa ragu mendekati Yuki. Semua orang di ruangan itu terdiam, terkejut dengan bagaimana Ayaka memanggil Yuki "sayang." Namun Ayaka tidak peduli dengan tatapan mereka. Yang ada di pikirannya hanyalah Yuki.
"Aku nggak apa-apa," kata Yuki, sedikit bingung tetapi tidak menolak perhatian Ayaka.
"Kalian boleh keluar", ucap Ayaka pada teman-teman Yuki yang ada disana.
Keisuke, Naoki, yui dan Kai keluar meninggalkan UKS.
Ayaka duduk di sampingnya, menatap Yuki dengan mata penuh perhatian. "Kamu sebaiknya pulang. Biar aku yang mengantar."
Yuki menggeleng. "Aku benar-benar baik-baik saja." Lalu, ia menoleh ke jendela, menyadari bahwa hari sudah semakin siang. "Aku harus kembali ke kelas. Sepertinya jam pelajaran sudah mulai."
Ayaka memandangi Yuki beberapa saat, lalu akhirnya mengangguk. "Baiklah. Kalau ada apa-apa, jangan ragu untuk bilang ke aku."
Yuki hanya mengangguk. Keluar meninggalkan UKS.