Pantas saja dia sudah merasa curiga pada sampul buku itu yang tidak biasa. Alih-alih sekedar buku cerita biasa, ternyata itu adalah buku kehidupan terbuka dari masa depan beberapa orang, termasuk Victoria Hain. Sebuah tokoh dengan nama yang sama dengannya.
Sebuah tokoh yang kini dihidupi oleh jiwanya.
“Astaga, jadi aku adalah kakaknya antagonis?”
Adalah informasi paling dasar dalam cerita ini.
Alih-alih sebagai pemeran utama, Victoria Feyar berakhir menjadi kakak dari antagonis perempuan bernama Victoria Hain, yang akan mati depresi karena sikap dingin suaminya.
“Baiklah, mari kita ceraikan Kakak protagonis pria sebelum terlambat.” Adalah rencana Victoria, demi melindungi dirinya dan adik pemilik tubuh dari dua Kakak beradik pencabut nyawa.
Untungnya ini berhasil, meski bertahun kemudian Victoria dibuat kesal, karena mereka tidak sengaja kembali terlibat dalam situasi utama pada konflik cerita itu dimulai.
“Kakak Ipar, mohon bantu kami....”
-
“Dalam mimpimu.” -- Victoria.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Blesssel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17
Kecemasan Victoria mereda dengan cepat manakala Poison menerima idenya. Entah kebetulan atau bagaimana, dia lebih dari senang ketika mengetahui pengelola tempat pertarungan ini, harus menunggu persetujuan bos besarnya yang akan datang sekitar dua bulan kedepan.
Rasanya ini waktu yang cukup bagi Victoria untuk mempersiapkan bisnisnya. Yang dibanding bisnis, lebih pantas disebut penipuan. Karena memang Victoria menjanjikan bisnis yang belum ada, atau masih nol besar saat ini. Situasi yang baik ini membuat mata Victoria berkilat kesenangan dan licik meski di kejauhan, menjadi sebuah pemandangan yang ditangkap orang lain.
“Tuanku Hares,”
Victoria segera dibuat menengok, manakala melihat kedatangan orang lain. Baru saja satu mengatasi satu hal, kini dia harus mengatasi hal lainnya lagi.
Sama seperti dia yang menatap tangan besi pria itu secara terbuka, pria itu juga menatap rambut oranye Victoria dengan penilaian yang sulit dibaca.
Poison yang melihat kedua orang itu saling memandang satu sama lain, kembali menunjukkan deretan gigi emasnya. Siapa yang tidak senang kalau para kliennya akan terhubung satu sama lain, atau bahkan lebih daripada itu, pikir Poison terlampau jauh.
“Senang sekali anda datang setelah lama tidak berjumpa Tuanku, … oh dan dengan hormat perkenalkan, …” Poison menatap Victoria. “Kecantikan ini saya sapa sebagai Madam Victoria,” kata Poison penuh bunga di setiap katanya.
Kali ini Victoria tidak bisa bersikap sombong manakala pria itu mengulurkan tangannya.
“Nona Victoria rupanya. Senang mengetahui nama anda akhirnya,” ujar Adrian dengan kekehan, sebelum melanjutkan, “... saya Adrian. Adrian Hares.”
Meski tidak ingin berurusan tapi dia masih menilai. Nama yang cocok dengan penampilan, pikir Victoria tentang Adrian. Dia pun membalas uluran tangan itu dengan tambahan senyum formal.
Sementara Adrian sendiri, dia tahu bahwa Victoria selalu menatap tangan kirinya sejak tadi, seolah wanita di depannya ini tahu bahwa tangannya itu adalah tangan sambung dari besi. Hanya saja, untungnya Victoria tidak membuat ekspresi jijik mengenai hal ini, atau Adrian tidak lemah lembut.
Sementara Poison yang mendengar perkenalan sungkan dari Adrian tadi, mengerti bahwa dua orang ini pernah saling melihat sebelumnya.
“Mari tuanku duduklah disini,” persilahkan Poison pada Adrian.
Dua orang pengawal Adrian langsung mengambil langkah menjauh, manakala Sang Bos mereka langsung menerima tawaran untuk duduk di samping Victoria.
“Eh Tuanku dan Madam, saya harus permisi sebentar. Ada tamu lain yang harus saya sapa,” ucap Poison yang memang ingin membuat tempat bagi keduanya. Dia tersenyum sangat lebar menunjukkan deretan gigi emasnya, yang mulai dibenci Victoria. Ya, Victoria lebih dari paham, niat Poison saat ini.
Victoria sendiri tidak ingin memberi wajah pada Adrian. Tidak banyak yang tertulis tentang pria ini dalam buku, hanya dikatakan dia adalah orang yang kejam dan semakin bertambah kejam, manakala anak anjing pemeran utama wanita, yakni Sean, mencoba untuk lepas kontrak dengan dirinya secara paksa.
Ini terjadi karena pemeran utama wanita Viona, akan melembutkan hati anak anjing itu. Membuat kemarahan besar bagi Adrian, yang tidak siap berbelas kasih pada siapapun.
Sementara Adrian yang melihat Victoria yang menegang otot-otot matanya, kembali terkekeh. Ini bisa dilihatnya dengan mata Victoria yang perlahan menyipit.
“Saya harap tidak mengganggu anda Nona Victoria.”
“Madam, bukan Nona.”
Mendengar jawaban dari wajah yang bahkan tidak berusaha menengok itu, membuat Adrian semakin terkekeh. Dia tidak pernah melihat jenis wanita seperti Victoria, yang tampak acuh tapi sangat rewel terhadap panggilan.
“Ah, jadi anda sudah menikah rupanya ….”
Alis Victoria menukik tajam. Dia tidak bermaksud memperkenalkan dirinya sebagai seorang wanita menikah, hanya ingin membentuk reputasinya secara perlahan. Tapi beruntung dia cepat berpikir, menebak bahwa mungkin ada perbedaan istilah antar zaman. “Sudah pernah menikah,” sanggah Victoria.
Victoria membetulkan. Toh, rasanya tidak salah bagi dia mengatakan hal itu lebih awal.
Adrian semakin tidak menduga arah pembicaraan mereka, tapi dia cukup menikmati. Victoria benar-benar jenis asing,
yang pernah dia temui. Dengan hal ini, dia tertarik membuat percakapan lebih, yakni seperti mempertanyakan apa tujuan Victoria kesini.
•
•
Sementara itu di depan gedung tinggi dan mewah milik Hain Group yang terbentang luas, pemimpin besarnya baru saja sampai.
Pria dengan seluruh rambut putih dan tongkat silver di tangannya, menatap kagum gedung miliknya sendiri. Dulu ini memang perusahaan yang besar, tapi semua semakin besar di tangan cucu kesayangannya. Memikirkan ini, pikiran Conrad semakin yakin.
Dia melangkah dengan Sang Ajudan dari belakangnya, siap memberikan kejutan pada sang cucu, atau lebih tepatnya pada seisi gedung.
Karena pada saat berdua mereka memasuki lobi, kepanikan langsung terjadi. Begitu juga dengan Elena, asisten Raphael yang saat ini sedang berada di lantai bawah. Dia langsung panik seketika melihat Sang Bos besar.
Walaupun hampir mereka semua mengenali wajah Sang Bos besar yang terpampang di lukisan kantor, tapi tidak semua mereka pernah melihatnya langsung. Begitu juga dengan Elana, ini baru menjadi kedua kalinya dia melihat pria tua itu secara langsung.
Pikiran Elena berjalan dengan sangat cepat. Dia sendiri ragu harus menyapa langsung sang Bos Besar, atau mengabari terlebih dahulu cucu pria tua itu, Raphael.
Tapi sebagai sekretaris sang CEO dan wanita yang selalu menginginkan cucu pria itu, Elena memilih mengambil tindakannya sendiri.
“Selamat datang Pak Ketua,” sapa Elena dengan hormat. Conrad pun bukan orang yang kaku, dia mengangguk dengan senyuman yang baik bahkan membalas sapaan Elena.
Reaksi ini tidak pernah Elena duga sebelumnya. Dia selalu berpikir, sebagaimana dinginnya Raphael mungkin seperti itu juga kakek sang Bos.
Namun mendapati sapaan ramah balik, Elena tidak bisa tidak besar kepala. Pemikiran tidak pantas segera turun dari otak pada lubuk hatinya.
Bagaimana kalau aku mendekati Pak Raphael, lewat Kakeknya saja ya? pikir Elena.
Tapi baru juga berada dalam pemikiran, dia sudah ditinggalkan oleh Conrad. Saat menyadari ini, dia dengan cepat segera mengejar dan menawarkan diri mengantar Conrad.
“Baiklah Nona Sekretaris,” setuju Conrad.
Hati Elena dibuncahi kebahagiaan, karena dalam perjalanan sempat ada beberapa perbincangan kecil antara dirinya dan Conrad, yang semakin membulatkan niatnya.
Hanya saja sungguh sial. Dia tidak menyangka bahwa tindakan kecil ini akan membuat murka Raphael, yang memiliki segudang batasan. Ketika dilihatnya Sang Kakek tiba dengan tidak seorang pun yang memberikannya kabar, Raphael menjadi sangat marah.
“Jadi Sekretaris … kamu melihat, menyapa, mengatur dan mengantar, tetapi tidak melapor?”
“Raphael, sudah. Jangan membesar-besarkan masalah kecil.” Potong Conrad yang tahu sikap rumit Raphael.
Tapi Raphael sangat tidak senang dan kembali menegur Elena, hanya saja kembali dihentikan Conrad. Namun Elena benar-benar geger otak disini. Ketika dilihatnya Raphael yang selama ini selalu tidak terbantah, dibuat diam oleh Kakeknya. Elena, seolah mendapatkan kunci harta karun.
Dia semakin besar kepala dibuat, membuat pemikiran untuk mendapatkan Raphael melewati kakek pria itu semakin besar dihati Elena.
“SEKRETARIS!”
“Eh, botak, botak, bot—” Elena menutup mulutnya yang melata, akibat bentakan Raphael.
“Apa kamu ingin dipecat? Tidak mendengarkan saat berbicara dan berani mengatakan hal seperti itu?”
“Ti-tidak Pak, tidak, jangan. Saya tidak sengaja, saya melatah kalau kaget.” Jelas Elena yang sebenarnya sudah diketahui Raphael.
Tapi begitu, Raphael masih tidak mau mengerti. Dia berjanji akan memberi Elena akibat yang sesuai tindakannya, meski tidak sekarang. “Keluar!” usir Raphael.
Elena hendak mengelak lagi karena hatinya tak rela keluar dalam keadaan yang masih dimarahi Raphael. Tapi tindakannya terhenti, dengan gelengan kepala Conrad. Sebenarnya itu gelengan kepala kasihan dari Conrad, karena Elena harus menjadi bawahan Raphael yang berkepribadian keras.
Tapi Elena menganggap gelengan itu sebagai kelembutan Conrad padanya, seolah-olah Kakek Sang Bos tidak ingin dirinya dalam masalah.
Dia pun tanpa sadar membungkuk berkali-kali pada Conrad sebagai ucapan terimakasih. Hal ini membuat Raphael dan Sang Kakek, saling memandang satu sama lain hingga akhirnya Elena keluar.
“Sekretaris-mu cukup aneh Raphael.”