9
Pernikahan adalah cita-cita semua orang, termasuk Dokter Zonya. Namun apakah pernikahan masih akan menjadi cita-cita saat pernikahan itu sendiri terjadi karena sebuah permintaan. Ya, Dokter Zonya terpaksa menikah dengan laki-laki yang merupakan mantan Kakak Iparnya atas permintaan keluarganya, hanya agar keponakannya tidak kekurangan kasih sayang seorang Ibu. Alasan lain keluarganya memintanya untuk menggantikan posisi sang Kakak adalah karena tidak ingin cucu mereka diasuh oleh orang asing, selain keluarga.
Lalu bagaimana kehidupan Dokter Zonya selanjutnya. Ia yang sebelumnya belum pernah menikah dan memiliki anak, justru dituntut untuk mengurus seorang bayi yang merupakan keponakannya sendiri. Akankah Dokter Zonya sanggup mengasuh keponakannya tersebut dan hidup bersama mantan Kakak Iparnya yang kini malah berganti status menjadi suaminya? Ikuti kisahnya
Ig : Ratu_Jagad_02
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratu jagad 02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Dentuman musik yang begitu keras menyambut kedatangan Sean kedalam bangunan terkutuk ini. Ia langsung berjalan menuju bar stool. Namun langkahnya terhenti saat seorang wanita menghampirinya dan menjajakan dirinya. Sean menghempas kasar tangan wanita itu yang sudah mulai bermain di dada bidangnya. Namun wanita itu terlihat begitu agresif. Ia bahkan langsung mendekatkan wajahnya pada leher Sean untuk menggoda laki-laki itu. Namun Sean lebih dulu menghindar dan mempercepat langkah menuju bar stool
"Morgan tidak datang?" tanya Sean pada seorang bartender
"Bos akan datang nanti, Tuan. Ada masalah di perusahaannya" laki-laki itu menyodorkan segelas wine dengan kadar alkohol paling rendah. Karena ia tahu, laki-laki yang merupakan sahabat bos-nya ini tidak bisa meminum minuman ber-alkohol tinggi
Sean menerima minumannya dan langsung menegaknya "Tolong siapkan satu kamar untukku"
"Baik Tuan"
Bartender itu langsung meminta rekan kerjanya untuk mengantar Sean ke kamarnya. Begitu tiba di kamar, Sean langsung mematikan lampu kamar hingga kamar tersebut menjadi temaram. Sean membuka pintu balkon dan membiarkan angin malam masuk begitu saja. Ia lantas mengeluarkan bungkusan rokok dari saku celananya diiringi senyum miris
Sungguh, selama hidupnya, ia tidak pernah mencoba hal ini sebelumnya. Tapi rasa kecewa karena ditinggalkan oleh istri yang sangat ia cintai membuatnya menjadi sosok Sean yang berbeda sekarang. Sean yang dulu hanya sibuk dengan urusan kantor. Kini menjadi Sean yang berbeda, ia menjadi seorang pemabuk dan perokok disaat-saat tertentu. Sean langsung duduk di kursi yang ada di kamar tersebut. Ia segera mematik rokoknya dan menghembuskan asapnya di udara.
"Whats up bro" Morgan langsung masuk begitu saja dan duduk di ranjang yang berdekatan dengan posisi kursi Sean "Bagaimana, ada kegundahan apalagi sampai mengunjungi tempat hiburanku?" tanya Morgan
"Naina sakit" Sean kembali menghembuskan kepulan asap rokoknya ke udara
"Bukankah istri keduamu seorang Dokter? Jadi tenang saja, dia pasti bisa mengobati anakmu"
"Kau bodoh? Zoe itu dokter kandungan, bukan dokter anak" ucap Sean ketus. Ia menyambar gelas minumannya dan langsung menegaknya "Lagipula, Naina bukan sakit biasa, dia menderita gagal ginjal seperti Nasila" ucap Sean sendu
Morgan tidak lagi melontarkan candaan. Karena ia tahu, sahabatnya ini pasti benar-benar merasa terpukul atas apa yang menimpa putrinya. Karena bagaimanapun, penyakit itu juga tergolong penyakit berbahaya, apalagi untuk Naina yang baru berusia sembilan bulan
"Sabar Bro. Istri barumu pasti akan mencarikan kenalan dokter terbaik untuk putrimu" Morgan menepuk pundak Sean
"Kalau sampai Naina kenapa-napa, aku tidak tahu bagaimana cara bertemu Nasila suatu saat nanti" lirih Sean
Untuk beberapa saat, keheningan menyelimuti ruangan dimana Sean dan Morgan berada. Keduanya seakan terlalu larut dalam pikiran masing-masing, hingga membuat mereka sama-sama terdiam. Beberapa saat setelahnya, Morgan tersadar dari diamnya saat melihat Sean sudah terkapar tak berdaya di kursi yang ia duduki
"Cih... Selalu saja merepotkan"
*
Sean terbangun dari tidurnya saat cahaya matahari menerobos masuk melalui sela-sela gorden kamarnya. Ia memijit kepalanya saat rasa sakit kembali melanda kepalanya. Begitu terbangun, ia menghela napas kasar karena lagi-lagi ia tidur di kamar club milik Morgan
"Tuan" ketukan di pintu kamar membuat Sean beranjak dan membukanya
"Ada apa?" tanya Sean pada laki-laki yang ada di sana
"Tuan Morgan sudah menunggu anda di luar. Sebab club akan segera ditutup"
Sean mengangguk, ia segera keluar dari kamar dengan penampilan yang masih sangat kusut. Dari jarak yang cukup jauh, ia bisa melihat Morgan yang tengah duduk santai di sofa dengan menghisap sebatang rokok disela jarinya
"Kenapa tidak mengantarku pulang? Kau tahu anakku sedang sakit, tapi kau malah membiarkanku berada di sini semalaman" omel Sean
Morgan memicing "Memang kenapa kalau anakmu sakit"
"Setidaknya aku harus berada di rumah sakit dan Menunggunya, bodoh" ucap Sean
"Kenapa harus menunggunya? Jangan bilang kalau kau khawatir padanya? Hahahaha Sean... Sean... Kau ini lucu sekali. Kalau kau memang mengkhawatirkan keadaan anakmu, seharusnya kau tidak meninggalkannya sejak semalam dan memilih menghabiskan malam dengan para wanita di sini" ejek Morgan
"Jangan mengada-ada Mor, kau 'pun tahu kalau aku sama sekali tidak bersama wanita manapun"
"Semua orang akan lebih percaya dengan apa yang mereka lihat, Sean"
"Maksudmu?" tanya Sean tak mengerti
Morgan menunjuk kerah kemeja Sean dengan dagunya "Bekas lipstik wanita" ucapnya terkekeh
Mendengar ucapan Morgan. Sean langsung memeriksa kerah kemejanya. Benar saja, terdapat noda merah lipstik di sana. Ia segera menguceknya, berharap noda itu menghilang atu setidaknya sedikit tersamarkan. Karena bagaimanapun, ia tidak ingin dirinya menjadi buruk dalam pandangan orang lain hanya karena bekas lipstik itu
"Sial, kenapa bekasnya tidak bisa hilang?" gerutu Sean
"Sudahlah, cepat pulang. Tempat hiburan ini hanya buka malam, jadi cepat pergi karena aku akan menutupnya" usir Morgan
Sean menatap tajam sahabatnya. Namun tak urung, ia tetap pergi dengan segera. Ia langsung masuk kedalam mobilnya dan mengganti baju dengan kemeja yang baru. Beruntung ia selalu menyimpan baju di mobilnya, sehingga ia terselamatkan kali ini. Setelah memastikan semuanya aman, Sean segera melajukan kendaraannya menuju rumah sakit
*
Mbok Ijah tengah mendorong kursi roda Zonya mengitari halaman rumah sakit. Sedangkan di pangkuan Zonya sendiri terdapat Naina yang juga ikut berjemur. Sebenarnya, tadi Zonya meminta untuk jalan saja. Namun Mbok Ijah takut kalau Nyonya-nya kembali pingsan, hingga akhirnya menyarankan sang nyonya untuk menggunakan kursi roda saja. Zonya yang memang masih belum merasa sehat sepenuhnya, akhirnya memilih mengiyakan tanpa banthan
"Iya Nak, panas ya?" tanya Zonya
"Nas" Naina mengangguk
"Tidak apa-apa. Biar Nai semakin sehat, oke"
"Te"
"Kalau Nai sehat, Aunty jadi bahagia"
"No no no Mama..."
"Iya Mama"
Sean langsung turun setelah memarkirkan mobilnya di parkir rumah sakit. Begitu turun, pandangannya langsung tertuju pada Zonya, Naina dan Mbok Ijah yang terlihat tertawa. Dari gelagatnya, tampaknya mereka tengah menertawakan Naina. Sebab, dari kejauhan 'pun suara celotehan bayi itu sudah terdengar
"Mama, huhu haha" celoteh Naina
"Tidak Aunty sehat" jawab Zonya asal
"Mama wlee huhu..."
"Aunty sehat" ucap Zonya lagi. Imajinasinya seakan bekerja dan menganggap Naina tengah menanyakan perihal sakitnya
"No no Mama wlee..." Naina menjulurkan lidahnya dengan mata juling. Membuat Mbok Ijah dan Zonya kembali tertawa dibuatnya. Sedangkan Naina yang merasa pesannya tidak tersampaikan dan malah ditertawakan, membuatnya merengut sebal. Namun lagi-lagi, Zonya dan Mbok Ijah tertawa. Bahkan, pipi bulat Naina yang mengembang lucu 'pun menjadi sasaran kegemasan Zonya
"No no Mama..."