*"Ah ... ampun, Kak. U-udah! Naya ngakuh, Naya salah."*
Masa remaja yang seharusnya dilalui dengan ceria dan bahagia, mungkin tidak akan pernah dialami dengan gadis yang bernama Hanaya Humairah. Gadis cantik yang lemah lembut itu, harus terpaksa menikah dengan Tuan muda dingin nan kejam.
Demi menyelamatkan ibunya dari tuduhan penyebab kematian mama dari sang tuan muda, ia rela mengorbankan kebahagiaannya.
Akankah Gadis itu bisa menjalani hari-harinya yang penuh penderitaan.
Dan akankah ada pelangi yang turun setelah Badai di kehidupannya.
Penasaran ...?
Yuk ikuti kisahnya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggraini 27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 17
Setelah Naya selesai mandi, dan sudah berganti pakaian. Dia pun pun langsung duduk di pinggir ranjang dengan membawa kotak p3k, untuk mengobati luka-lukanya.
Perlahan tapi pasti, Naya membalut lukanya yang sudah diberi obat terlebih dahulu. Agar lukanya cepat sembuh.
Setelah, selesai. Dia pun langsung mengambil segelas wedang jahe yang sudah disiapkan bik Nanik, beserta cemilannya.
Tak terasa waktu sudah menujukkan pukul setengah delapan. Tapi, belum juga ada tanda-tanda suaminya kembali ke kamar.
'Hah, untuk apa aku harus memikirkan dia. Setelah apa yang telah dia lakukan dengan ku, apakah aku harus stop peduli dengannya? Mungkin itu yang lebih baik,' batin Naya yang kemudian langsung keluar untuk mengisi perutnya yang sudah lapar.
Sedangkan di tempat lain.
"Woi, Bro! Tumben lo ajak kita kemari. Ada angin apa, heh?" tanya Riski yang baru datang bersama Andra pastinya, yang menemui temannya itu, yang sudah duduk manis dengan segelas wine di tangannya. Ya dimana lagi, kalau bukan di diskotik, tempat hiburan malam.
"Ih ... gila lo, Bro. Ngapain lo minum begituan, masih waras gak, lo!" seru Andra yang tak percaya dengan apa yang baru dia liat ini. Kalo temannya yang satu ini berani minum alkohol.
Walau mereka badboy dan suka main di dunia hiburan. Tapi mereka tidak sampai merusak diri sendiri.
"Bacot, lo. Udah kalian pesan semau kalian, biar gue yang bayar," terang Malik yang tak mau ditegur.
"Nah, cakep itu. Udah ayo, Ndra. Kita pesan dulu. Biarkan Malik sesuka hatinya. Mungkin dia memang lagi butuh ketenangan," ucap Riski yang mengaja Andra ketempat Bartender.
"Tapi, entar tu anak ...."
"Alah, udah hayuk," potong Riski yang langsung menarik Andra menjauh dari hadapan Malik.
***
Sekarang Naya sudah berada di meja makan. Di mana sudah terhidang makanan di atasnya. Tapi, belum ada yang menyentuh sama sekali.
"Eh, Non Naya. Baru turun, Non?" sapa bik Nanik yang baru keluar dari kamarnya, yang langsung mendatangi Naya. Karena letak kamarnya dekat dengan dapur.
"Eh, iya Bik," balasnya. Namun, pandangannya melihat sekeliling.
"Non, cari siapa? Den Malik?" tebak bik Nanik, yang melihat mata Naya mencari sesuatu.
Sebenernya, ingin dia mengatakan iya. Namun, dia sudah berjanji. Tidak akan memperdulikan Tuan muda itu lagi.
"Eh, gak kok, Bik. Naya cuma cari jam aja. Udah jam berapa ya?" alibi Naya yang langsung menduduki kursinya.
Bik Nanik pun hanya tersenyum mendengar penuturan nona mudanya.
"Jam setengah delapan, Non. Bibik kira tadinya enon cari den Malik. Kalo mau cari den Malik mah ... udah dari sore tadi pergi pakai mobilnya," terang bik Nanik.
"Eh, Bik. Makan bareng yuk. Pasti gak abis ni, kan sayang kalo dibuang," ajak Naya, yang mengalih kan pembicaraan. Seolah-olah dia tidak mendengar perkataan pembantunya tadi.
"Makasih, Non. Tapi tadi bibik udah makan," tutur bik Nanik sopan. Karena dia tau, pasti majikannya ini tidak mau membicarakan suaminya.
'Apa mereka berantem lagi,' batin bik Nanik yang memperhatikan Naya.
"Maaf, Non. Itu tangan kanannya kenapa?" tanya bik Nanik, dia baru menyadari kalau telapak tangan Naya sedang dibalut perban.
"Oh, ini bik. Tadi Naya jatuh di kamar mandi. Gak sengaja tangan Naya terkena pinggiran keramik yang tidak rata. Makanya jadi begini, tapi gapapa kok, Bik. Cuma luka kecil," terang Naya yang langsung menyembunyikan tangannya.
"Kalo gitu bibik bantu non Naya makan ya?" tawar bik Nanik.
"Gak usah, Bik. Naya masih bisa sendiri kok," tutur Naya memberi senyuman.
Bik Nanik pun semakin menjadi curiga, saat melihat luka di sudut bibirnya, saat Naya tersenyum. Tapi dia tidak berani banyak bertanya lagi. Takut si empunya tidak akan nyaman jadinya.
"Yasudah, Non. Bibik kembali ke belakang lagi ya, Non. Oh, iya. Piring yang kotor biar bibik yang nyuci aja, Non. Takutnya luka enon jadi perih kalau terkena air sabun," tutur bik Nanik memberi saran.
"Iya, Bik. Makasih," balas Naya. Kemudian dia pun langsung mengambil makanan.
***
Waktu sudah menunjukkan jam 12 malam. Namun, rasa kantuk belum menghapiri Naya. Yang sedang berbaring di atas sofa, sambil membaca novel online di gawainya.
Saat Naya, ingin sudahan membaca, dan meletakan gawainya di atas meja.
Tidak sengaja, dia mendengar suara bel rumah yang dipencet berulang kali. Hingga rasa penasaran pun menghampirinya.
Mungkin dia kira itu bukan Malik, karena biasanya Malik langsung masuk mengunakan kunci cadangan yang selalu dia bawah. Sedangkan bik Nanik, mungkin sudah memasuki alam mimpinya.
Naya pun langsung turun ke lantai bawah.
Saat dia membuka pintu rumahnya. Alangkah terkejut siapa tamu yang malam-malam berkunjung. Rupanya itu adalah Malik dan dua temanya, yang sedang membopong tubuh Malik.
"Loh ...!" ucap Riski dan Andra bersamaan, saat melihat seorang wanita muda yang membukakan pintu.
'Aduh! Gimana ni? Apa teman kak Malik mengenaliku,' batin Naya yang membalikkan badannya.
"Kamu siapa?" tanya Riski yang tersadar dari kekagumannya.
Walaupun penampilan Naya yang sederhana, mampu membuat kaum adam terpesona melihat imut, dan wajah cantiknya. Apalagi saat ini rambutnya dibiarkan terurai. Dengan baju tidur warna pink, menambahkan pancaran warna kulit putih dan merah muda di pipinya.
Perlahan Naya membalikan badannya. "Hai, kak. Aku sepupunya Kak Malik," ucap Naya yang melambaikan tangan, sambil tersenyum canggung.
"Oh, pantesan cantik," sahut Andra.
"Eh ... Iya, Kak. Kak Malik kenapa ya?" tanya Naya yang menatap wajah Malik.
"Mabuk dia. Yaudah, di mana kamarnya. Biar kita antarkan dia ke dalam," terang Riski.
"Oh, itu di atas, Kak. Mari aku antarkan." Naya pun berjalan di depan, dan diikuti mereka berdua, yang sedang membopong Malik.
"Makasih ya, Kak. Udah bantuin kak Malik. Sekarang kan sudah malam, biar kak Malik aku yang urus, Kak," tutur Naya, yang memberi kode agar mereka pulang.
"Tapi---"
"Iya ni. Yaudah kita pulang ya," potong Riski dan langsung mengajak sahabatnya ikut pulang.
"Dah, cantik. Kita pulang ya?" sambung Andra, yang ditarik Riski untuk segera keluar.
"Iya, Makasih ya," sahut Naya.
Setelah kepulangan teman-temanya Malik. Naya pun membantu membukakan sepatu, dan jaket yang masih menempel di tubuh Sang suami.
Setelah itu dia pun mengambil semangkuk air dan juga handuk kecil. Untuk membersihkan wajah Malik.
"Apa yang sudah kamu lakukan sampai menjadi seperti ini. Bukan kah kamu seharusnya puas telah menyakitikiku, tapi kenapa kamu malah merusak dirimu jadi begini?" guman Naya menatap wajah Malik sendu.
Ingin sekali dia tidak mau memperdulikan Malik. Tapi, rasa kemanusian Naya, lebih besar ketimbang rasa dendamnya.
Setelah Naya selesai membersihkan wajah Malik. Dia pun ingin beranjak dari duduknya. Akan tetapi ...
Lengan Naya, dicekal oleh Malik.
"Jangan pergi!"
Bersambung ...