NovelToon NovelToon
My Ex Husband, story's Daniel dan Denisa

My Ex Husband, story's Daniel dan Denisa

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / cintapertama
Popularitas:1.1M
Nilai: 4.8
Nama Author: Isma Wati

Squel Flight Attendant.


Denisa, dokter berusia dua puluh lima tahun itu telah menjadi janda diusianya yang bahkan belum genap dua puluh tahun akibat obsesinya pada laki-laki yang sangat mencintai kakaknya. Susah payah pergi jauh dan berusaha move on, Denisa dipertemukan lagi dengan mantan suaminya yang sangat ia hindari setelah lima tahun berpisah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Isma Wati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Seperti Senja

Daniel sengaja menjemput Amanda di pelabuhan Harbour Bay, wanita cantik itu habis menjenguk ayahnya yang dirawat disana.

Perlu diketahui, mengapa ayah Amanda dirawat disana? Sedangkan dia memiliki rumah sakit sendiri dibatam. Karena dulu istrinya, yaitu mama Amanda adalah asli dari Singapur, kecintaanya terhadap sang istri membuatnya ingin menghabiskan sisa hidupnya di tanah kelahiran sang istri tercinta.

"Mas! udah dari tadi?" mata Amanda berbinar melihat sang pujaan peduli terhadapnya.

"Baru lima menit," lihat Daniel waktu ditanganya.

Daniel mengambil koper milik Amanda, tapi tidak tangan Amanda, tangan Amanda yang sudah siap untuk digenggam harus menggantung disambut angin.

Amanda tersenyum miris, dia menunduk menahan mata yang memanas siap menumpahkan larvanya, sesensitif ini dia pada Daniel, padahal dulu sebelum mengenal Daniel, banyak laki-laki yang mengejarnya.

Daniel tidak lantas mengajak Amanda untuk masuk ke mobilnya, melainkan singgah disebuah cafetaria disekitar pelabuhan. Waktu menjelang malam, sepotong senja menemani santai setiap insan yang duduk disana.

"Kamu pesan saja, aku kenyang," Daniel meletakkan kotak tembakaunya setelah mengambil sebatang untuk dihisap. Lalu tangannya melambai memanggil pelayan.

"Selamat sore, Mas, Kak. Ada yang bisa dibantu?" sapa waiters seorang perempuan.

Daniel menunjuk Amanda "Silahkan Kak," diberikannya buku menu pada Amanda.

Amanda tampak melihat menu yang kurang menggugah seleranya. "Kamu mau apa Ma?"

Daniel menghembuskan asap dari mulut dan hidung. "Aku tidak pesan apa-apa."

Bahu Amanda melemah terlihat Daniel tidak begitu minat bertemu dengannya. "Espresso aja mba," terpaksa harus memesan karena kasihan pada waiters tersebut.

"Baik, tunggu sebentar ya Kak, nanti pesananya kami antar," wanita itu membungkuk terlebih dahulu sebelum berlalu.

Daniel tersenyum mengejek atas pesanan Amanda. "Hidup sudah pahit, jangan biasakan minum yang pahit-pahit," ujarnya sedikit menyindir.

"Aku itu nggak pernah minum kopi ala cafe seperti ini, nggak pernah nongkrong, karena aku bukan tipe anak yang suka nongkrong, biasa kopi sachet, dirumah, dan itu rasanya manis. Baru kali ini mau coba yang pahit. Pengen tahu kopi mahal tapi pahit kata orang, ini pertama kali dan itu sama kamu, Mas."

Daniel mengangkat alisnya sebelah, Amanda lembut, bukan tak paham maksud ucapan gadis cantik itu yang tak secara gamblang mengungkapkan rasa kecewanya.

"Bagus, berarti kamu anak rumahan, pasti belum pernah merasakan hidup yang pahit dan berliku, kalau belum terbiasa jangan pernah penasaran. Karena kalau nggak sanggup kamu bisa jatuh mvntah dan tergelincir."

"Apa kalau sama kamu aku bakal tergelincir, Mas? tapi aku yakin kamu bisa bawa aku dengan hati-hati biar nggak jatuh 'kan? walau selama ini aku ngerasa kamu kayak terpaksa mengendarai kendaraan kita, karena yang kamu bawa itu wanita, makhluk lemah. Ibu kamu juga seorang wanita yang sangat kamu jaga, pasti kamu juga bakal jaga aku kayak ibu kamu Mas."

"Itu dua hal berbeda Amanda, tidak bisa disamakan, ayolah aku rasa selama ini banyak yang mengejar-ngejar mu, iya kan?"

Bukan jawaban yang Daniel dapat, malah senyum tipis Amanda, jujur saja, sebagai laki-laki normal dia menilai Amanda wanita sempurna, cantik, putih, tinggi, pintar, dan satu lagi, Amanda kaya.

Nilai Amanda dimata Daniel 9,9999%.

Tapi dia tidak bisa menyukai Amanda, belum suka, entah nanti dia tak tahu akan tertarik atau tidak.

Merasa diperhatikan, Amanda jadi_ malu dan salah tingkah, dia memilih memalingkan pandangan dari wajah tampan yang membuatnya b0doh, mau saja dijodohkan dengan laki-laki tak menyukainya, itu menurut pandangannya.

Tapi apa ini hanya perasaannya saja atau memang Daniel seperti itu pada semua orang, khususnya perempuan. Suka berubah-ubah, sifatnya tak bisa ditebak,

Amanda menatap diluar cafe, banyak para milenials yang duduk dipinggiran pelabuhan mereka asik berswafoto dengan pemandangan hamparan laut sore Harbour Bay yang indah, sesekali perahu nelayan atau ferry melintas, bahkan ada kapal tangker nampak ikut muncul meramaikan pemandangan sore itu.

"Papa sudah membaik Mas, dia tanyain kamu," jawab Amanda mengingatkan Daniel, seharusnya itu pertanyaan yang Daniel ajukan saat dia datang.

"Aku menjemput kamu karena ada sesuatu hal yang sangat penting, itu harus aku katakan sekarang, sebelum perjodohan ini semakin jauh."

Amanda menatap curiga pada Daniel, perasaannya mendadak tak enak, "apa Daniel akan memutuskan hubungan mereka? secepat ini?"

Amanda tak mengatakan apa-apa, dia menunggu apa yang akan Daniel katakan.

"Aku duda, Amanda?"

"Apa Mas?"

Amanda begitu terkejut, papanya tak mengatakan apa-apa perihal status Daniel, tapi sudut hatinya senang, memiliki calon duda adalah cita-citanya, apalagi ini duda tampan, dan mapan.

Nilai plus yang dimiliki duda menurut pandangan Amanda ialah, 'pengalaman ranjang lebih h0t, apalagi duda yang sudah lama tak tersentuh, grrrrrr malam pertama pasti ....'

Jangan hujat pikiran Amanda, kalian pasti memikirkan hal yang sama bukan?

"Kenapa terkejut?"

Amanda menggeleng. "Karena papa nggak bilang apa-apa."

"Aku rasa papamu tahu hal ini, mama pasti sudah menceritakan status ku. Kamu keberatan?"

Tentu Amanda menggeleng cepat.

"Kamu nggak masalah aku duda?"

Amanda menggeleng lagi seperti anak kecil, Daniel tertawa, sangat lucu melihat ekspresi polos Amanda.

"Seharusya kamu keberatan Amanda, wanita cantik seperti kamu seharusya tidak mau menikah dengan duda, pasti banyak laki-laki muda dari ku diluaran sana."

"Mereka muda dan single tapi belum tentu perjaka, aku rasa lebih baik duda sekalian, sudah ketahuan sudah_" Amanda membekap mulut menyadari kefrontalan ucapannya.

Daniel tertawa renyah terlihat sangat manis dan tampan, tangannya terulur mengusak rambut panjang Amanda.

"Tuhan begitu indah ciptaan mu," puji Amanda dalam hati.

"Kamu harus tahu mantan istriku Amanada, dia mam-"

Drttt drttt drttt suara kencang Amanda didalam tas membuat Daniel urung mengatakan yang sebenarnya, sebab Amanda langsung mengangkat tangan untuk menunda sebentar perkataan Daniel.

Walau kecewa, Daniel sabar menunggu Amanda berbicara entah dengan siapa itu. Daniel harus mengatakan yang sesungguhnya pada Amanda sebab itu merupakan syarat utama dari Denisa semalam untuk bisa bertemu Dara, Denisa tak ingin mereka nanti main kucing-kucingan saat Daniel terlihat sering bersama atau bertemu Dara.

Semua Denisa lakukan agar tak terjadi salah paham yang berakibat rusaknya hubungan dia dan Amanda.

"Mas, aku harus kembali ke Singapur, nenek meninggal Mas,"

"Mau naik apa?" Daniel melihat waktu dipergelangan tanganya, biasanya armada miliknya hanya beroperasi jam enam sore, dan ini kurang satu menit lagi.

"Ferry masih ada penyeberangan? bantu aku untuk penyeberangan cepat Mas."

Daniel segera menghubungi Wahyu, menanyakan apakah masih ada jadwal penyeberangan ke Singapur.

"Ini penyeberangan terakhir Amanda, kita belum terlambat. Ayo cepat, biar Wahyu yang urus data-datanya."

Untuk kali ini, Daniel menggandeng tangan Amanda serta menggeret koper Amanda. Melalui kartu VIP-nya, Daniel bisa menerobos walau tanpa pemeriksaan apapun, tetap akan diurus oleh Wahyu, ini darurat.

Sudut bibir Amanda tertarik melihat kekhawatiran diraut wajah Daniel, dia yakin walau Daniel bersikap dingin, Daniel bisa mencintainya suatu saat nanti.

Seperti senja, keindahan tak harus datang lebih awal, semua akan indah pada waktunya, Amanda yakin akan hal itu.

* * *

Denisa mengusap wajah Dara yang sudah tertidur pulas, wajah Dara sudah terlihat segar. Sedih, anaknya baru saja sembuh, tapi dia jarang menemani Dara.

Setiap pulang dari rumah sakit Dara sudah tidur, pagi hanya bertemu sebentar.

"Maafin Mami ya sayang, Mami selalu sibuk," Denisa menekan matanya yang sudah mengembun.

Dia merebahkan tubuhnya disebelah Dara, memeluk putrinya dari samping, belum mengganti pakaian, dan hanya baru membasuh wajah dan tangan, dia rindu putrinya.

Besok dia akan menepati permintaan Daniel untuk mempertemukan keduanya jika Daniel sudah mengatakan yang sejujurnya pada Amanda tentang status hubungan mereka dulu.

"Maaf Mami sudah berbohong sayang, tapi Mami tidak tahu dia akan datang dan mencari kamu, Mami pikir dia menganggap kamu tidak ada, makanya Mami mengatakan seperti itu sama kamu," Denisa tak bisa membendung bulir yang mengembun di pelupuk matanya, semua salahnya, kesalahan masa lalunya yang terlalu bodoh.

Denisa tersenyum mengingat panggilan Daniel padanya, jujur, ada rasa menggelitik dihatinya.

"Dia tidak pernah mencintai kamu Denisa, dimatanya kamu tetaplah bakteri yang tak terlihat," Denisa menutup mata dengan siku, dia terguguh, mengingat dulu selalu dibandingkan dengan sang kakak yang lebih-lebih segalanya.

Kini dia cukup sadar diri, Daniel sudah bertunangan dengan Amanda, dia dan Amanda ibarat langit dan bumi, Amanda terlalu sempurna jika dibandingkan dengannya.

Apapun yang keluar dari bibir Daniel, dia tak boleh percaya atau terbawa perasaan, lima tahun berjuang melupakan Daniel, tak boleh luluh hanya dengan kata-kata manis laki-laki itu.

Dia harus membangun dinding yang kokoh dihatinya.

Apalagi dengan kata-kata nafkah, dia mengalah, menerima saat Daniel mengirim uang untuk Dara, bahkan Denisa akan membuat kartu khusus agar uangnya tidak tercampur, jika suatu saat mereka terjadi perselisihan, dan Daniel ada mengungkit, dia bisa mengembalikan uang tersebut.

Hati orang kedepannya tidak ada yang tahu bukan?

Saking membekasnya, Delia sampai tak percaya diri dan enggan menerima jika ada laki-laki yang mendekatinya, termasuk Ricko. Dia menganggap Ricko hanya sebagai teman, tidak lebih.

Denisa lelah, kedatangan Daniel dalam hidupnya sungguh sudah menghancurkan semua yang sudah tertata. Dia merasa terusik, tapi memang adanya Dara adalah kesalahannya, tak bisa jika harus terus menghindar.

Pagi menjelang, Denisa dan bu Nani selesai melaksanakan kewajibannya, Denisa membuatkan sarapan untuk Dara.

"Biar ibu saja Neng yang membuat sarapan."

Denisa tersenyum "Nggak papa Bu, cuma bening bayam, ini kesukaan Dara," Denisa mengulum bibir, dia akan jujur pada bu Nani.

"Bu, nanti_" Denisa menjeda, menarik nafas, "nanti Dara akan bertemu papi kandungnya."

Bu Nani yang berdiri disamping Denisa terkejut "Bukanya?"

"Iya, saya memang mengatakan sama orang-orang jika papi Denisa sudah tidak ada, karena saya awalnya tidak yakin dia menganggap keberadaan Dara, tapi saya salah Bu, dia meminta haknya sebagai ayah biologis Dara."

"Itu memang haknya Neng."

Denisa mengangguk, dia kembali menangis "Papi Dara itu tunangan dokter Amanda."

Nani sampai menutup mulut, dia tahu Amanda karena anaknya bekerja dirumah sakit itu. Nani memeluk Denisa.

"Sudah, jangan menangis, Ibu tahu yang kamu rasakan, apapun yang terjadi diantara kalian itu hanya masa lalu, semua orang punya masalalu."

Sebagai orang yang sudah melewati asam garamnya kehidupan, Nani tahu jika sampai Denisa menutupi keberadaan ayah kandung Dara pasti ada hal besar yang terjadi dimasa lalu, walau Denisa tidak menceritakannya.

Dara sudah bangun, tapi belum bisa masuk sekolah, karena tubuhnya belum sehat betul.

"Tapi hari minggu Mami libur lagi kan?" ucap Dara kembali protes, dia ingin ditemani Denisa.

"Iya, nanti ada om yang pernah kasih kamu jajan, Dara boleh main sama dia."

"Kenapa Mi? Nggak ahh Dara nggak mau ketemu siapa-siapa, Dara cukup sama Mami aja. Dara nggak papa Mi." Dara tak mau lagi membuat Denisa menangis.

Denisa dan Nani saling pandang, "Mami izinin kok sayang kamu ketemu om itu, jalan-jalan sama dia. Jajan dan kemana aja, tapi ingat jangan beli susu ya."

"Mami baru tahu ya om itu ternyata orang baik?"

Denisa tersenyum dan mengangguk. "Dia teman lama Mami, Mami baru ingat."

Denisa menunggu kedatangan Daniel, kemarin laki-laki itu berjanji akan datang pagi-pagi dan memberikan bukti rekaman percakapannya pada Amanda.

Jantung Denisa berdegup kencang, dia duduk disofa ruang tamu, Denisa sampai menggoyang-goyangkan kaki mengusir gelisah. Dia menoleh setiap mobil melintas didepan rumahnya.

"Nih orang jadi nggak sih? aku sudah telat."

Tin tin

Denisa langsung berdiri, dan berjalan keluar melihat mobil yang datang.

"Assalamualaikum Nis, udah mau berangkat."

1
Oma Said
sikap Daniel kok merendahkan wanita yah, terus Denise juga Oon mau ajah direndahkan.
Bukannya gemes ama pemeran utamanya tapi sebel beud
Ica Warnita
Luar biasa
Ica Warnita
Lumayan
Ica Warnita
ngg nyadar diri kau yg tinggalin dia kau juga yg merasa npling tersakiti jijik aku
Ica Warnita
cocok kalo sudah 👍👍👍👍
Ica Warnita
emang di novel nisa
Ica Warnita
apakah aku bertetangga dngn danisa.
Alfi
untung berpisah ya thor
Alfi
kasian istrimu Daniel ,
Cut SNY@"GranyCUT"
setelah vaca kisah Abian-Delia, lanjut baca ini..
Alfi
outor nya orang lampung ya tor
Lilik Juhariah
ngapain ke apartemennya , ngapain uangnya dibalikin cuma 5;juta ma pulsa, dokter kok lemah lelet
Lilik Juhariah
gila Daniel ini aku yg baca aja ngos-ngosan kuatir Nisa pingsan, jahat banget
Lilik Juhariah
danisa cantik banget
Nizar
ini laki emang plin-plan kali ya.
Debby Feybe Mekutika
Luar biasa
Fifid Dwi Ariyani
trussabar
Fifid Dwi Ariyani
trussemangat
Fifid Dwi Ariyani
trussabar
Rosanti
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!