"Jatuhkan mobilnya ke jurang sekarang juga!" Dalian mendorong pundak Ayah.
Jalanan licin membuat mobil tergelincir.
"Kyaaa!!!"
Semua orang menjerit saat mobil melaju liar menuju tepi jurang hingga ke dalam.
"Jedderr!! Jedderr!!" Petir menyambar.
Seakan meramalkan malapetaka yang akan datang.
Dan dalam kekacauan itu, terdengar suara di tengah hujan dan petir, suara yang hanya Dalian yang bisa dengar.
"Selamat datang, gadis berambut hitam."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keterlaluan.
Sebuah sosok misterius muncul dari balik pepohonan—seorang pria tinggi dengan jubah hitam panjang yang melambai-lambai tertiup angin.
Di tangan kanannya, ia menggenggam sebuah tongkat kayu tua dengan permata bercahaya di ujungnya. Cahaya dari permata itu langsung menerangi area di sekitarnya, membuat makhluk kegelapan itu berhenti sejenak, seolah waspada.
"Jangan pernah mencoba menyentuh mereka lagi." Suara pria itu penuh dengan otoritas. Dia mengayunkan tongkatnya dan sebuah gelombang cahaya biru menghantam makhluk itu, membuatnya terpental ke belakang.
Makhluk itu mengeluarkan raungan menyakitkan, cakar-cakarnya mencoba bertahan, tetapi kekuatan pria itu terlalu kuat.
Kaya menatap pria itu dengan penuh kebingungan, tapi sekaligus merasa lega. "Siapa... siapa kau?" tanyanya lemah.
Pria itu hanya melirik sekilas ke arah Kaya dan Kio, sebelum kembali fokus pada makhluk kegelapan yang tampak semakin tak berdaya. "Aku... hanya seorang pelindung."
Makhluk kegelapan itu mencoba bangkit sekali lagi, tetapi pria itu mengayunkan tongkatnya untuk kedua kalinya, kali ini dengan lebih keras.
Cahaya biru yang dipancarkan dari tongkatnya berubah menjadi sebuah lingkaran magis di udara, membungkus makhluk itu dalam penjara cahaya.
"Kembalilah ke kegelapan dari mana kau berasal." Pria itu mengucapkan mantra dengan tenang, dan dalam sekejap, makhluk itu meledak menjadi partikel-partikel hitam yang terserap oleh lingkaran cahaya tersebut.
Hening.
Tak ada lagi suara kegelapan yang mengancam.
Kio, yang masih memeluk Dalian, akhirnya berani mengangkat wajahnya. "K-Kakak... tolong bangun..." isaknya melemah, tetapi belum ada tanda kehidupan dari Dalian.
Pria berjubah hitam itu mendekat dan berlutut di samping Dalian, tangannya yang bersarung kulit menyentuh keningnya. "Dia sudah terlalu jauh menggunakan kekuatan tersembunyi dalam dirinya." katanya pelan.
"Dia akan bangun, tapi butuh waktu."
"Apakah... dia akan baik-baik saja?" Kio bertanya dengan harapan, air mata masih membasahi pipinya.
Pria itu mengangguk, tetapi wajahnya tetap serius. "Dia akan baik-baik saja... namun kekuatan ini... tidak seharusnya dia gunakan. Akan ada harga yang harus dibayar."
Kaya yang mulai sadar dari keterkejutannya, mencoba bangkit dan mendekati pria itu. "Apa maksudmu?"
Pria berjubah hitam itu berdiri, menatap langit yang mulai terang dengan cahaya fajar. "Kegelapan yang dia lawan ini hanya permulaan. Ada sesuatu yang lebih besar yang sedang bangkit... dan dia adalah kunci untuk menghadapinya."
Kaya menatap pria itu, bingung dan penuh kekhawatiran. "Siapa sebenarnya kau? Kau tidak perlu ikut campur dengan urusan ini"
Pria itu menatap Kaya dengan mata yang penuh rahasia, sebelum akhirnya berkata, "Namaku Orion."
Kaya berusaha berdiri, meski tubuhnya masih lemah dan penuh luka. Dia menatap pria yang menyebut dirinya Orion dengan mata menyipit.
"Orion? Cahaya dari surga? Kenapa Anda menyelamatkan kami? Bahkan saya yang memahami kejadian ini tidak mengenali Anda"
Orion memutar tongkatnya, memandang Kaya dan Kio dengan tenang. "Aku tau itu dan kau pun tau ini baru permulaan. Makhluk-makhluk itu bukanlah musuh utama kalian, kan? Mereka hanyalah pion dalam permainan yang jauh lebih besar."
Kio, yang masih memeluk tubuh Dalian, menatap Kaya dengan penuh kekhawatiran. "Kaya, apa maksudnya? Dan kenapa Kak Dalian seperti ini? Apa yang terjadi padanya?" Suara Kio terdengar putus asa, namun matanya penuh permohonan.
Orion menghela napas, lalu berlutut di samping Dalian, menatap wajahnya yang tampak tenang tapi penuh beban. "Dalian telah membuka kekuatan yang tersembunyi di dalam dirinya. Kekuatan itu... sangat besar. Namun, setiap kali dia menggunakannya, ada harga yang harus dibayar."
Kaya menggeram, cakar kecilnya terangkat meski dia tahu tidak mungkin melawan. "Cih! Jangan sok tau Anda tentang harga yang harus dia bayar!"
Orion menatap Kaya dengan tatapan tajam. "Kau tidak akan mengerti sepenuhnya, tapi baiklah. Setiap kali kekuatan itu digunakan, Dalian akan semakin terikat dengan kegelapan yang dia lawan. Jika dia tidak berhati-hati... dia akan menjadi seperti mereka."
"Seperti mereka?" Kio menelan ludah, merasa ketakutan. "Maksudmu, Kak Dalian bisa berubah jadi... monster?!"
Orion mengangguk perlahan. "Benar. Kegelapan yang mengintai di dalamnya akan semakin kuat setiap kali dia melawannya. Jika Dalian tidak belajar mengendalikannya, dia akan terjerumus dalam kekuatan itu."
"Tidak mungkin! Yang kutau tidak seperti itu." Kaya langsung melompat berdiri. "Dalian tidak akan pernah menjadi seperti makhluk-makhluk itu. Dia... dia manusia biasa... yang..."
Ucapan Kaya terputus sebab dialah yang merasa tau akan Dalian yang sebenarnya. Tapi, keyakinannya goyah sebab pernyataan yang diberikan Orion.
Orion menatap Kaya dalam-dalam. "Dan justru karena itulah dia berbahaya. Kekuatan besar dalam diri manusia biasa bisa membawa kehancuran yang lebih mengerikan daripada makhluk kegelapan itu sendiri."
Kio mulai menangis lagi, matanya tertuju pada Dalian. "Apa yang harus kita lakukan? Aku nggak mau kehilangan Kak Dalian."
Orion menundukkan kepalanya, menatap Kio dengan tatapan penuh simpati. "Ada cara untuk menyelamatkannya... tapi kalian harus bersiap menghadapi bahaya yang lebih besar. Ini bukan pertarungan yang bisa dimenangkan dengan kekuatan fisik semata."
Kaya, meskipun lelah, menegakkan tubuhnya lagi. "Apa yang kau maksud dengan bahaya yang lebih besar? Jika kau tahu sesuatu, katakanlah sekarang! Kami tidak punya waktu untuk teka-teki!"
Orion menghela napas, berdiri tegak, dan memandang mereka berdua dengan serius. "Ada entitas yang lebih kuat di balik semua ini. Sebuah kekuatan purba yang telah lama terlelap, dan sekarang mulai terbangun. Makhluk yang kalian hadapi tadi hanyalah bayangan dari kekuatan aslinya. Dan Dalian... dia memiliki peran penting dalam kebangkitan kekuatan itu."
Orion menatap langit sejenak, sebelum kembali menatap Kio dan Kaya. "Ada legenda kuno tentang seorang pelindung, seorang yang memiliki kekuatan tersembunyi di dalam dirinya. Kekuatan itu dapat menghancurkan atau menyelamatkan dunia. Dan aku yakin... Dalian adalah pelindung itu."
Kaya melotot tak percaya. "Pelindung? Legenda? Ini tidak masuk akal. Jangan ikut campur dengan urusan kami!"
Orion menggelengkan kepala. "Tidak ada yang bisa lari dari takdir, Kaya. Dalian sudah terpilih. Dan kalian yang berada di sampingnya... juga tidak bisa menghindari ini. Kalian semua terlibat dalam perang yang lebih besar dari yang pernah kalian bayangkan."
"Aku tidak peduli dengan perang atau takdir!" Kio tiba-tiba berteriak, suaranya bergetar dengan kemarahan dan rasa takut yang bercampur jadi satu. "Aku hanya ingin Kak Dalian kembali! Apa yang harus aku lakukan untuk membantunya?!"
Orion terdiam sejenak, menatap Kio dengan penuh perhitungan. "Jika kau benar-benar ingin membantunya... maka kalian harus datang bersamaku.
Kaya mengepalkan cakarnya, masih tidak sepenuhnya percaya pada sosok misterius ini. "Bagaimana kami bisa percaya padamu?"
Orion menatap Kaya dengan tajam. "Aku akan kembali lagi menemui kalian di waktu lain. Aku lihat, kalian sudah terlalu lelah dengan semua ini."
"Keterlaluan. Dalian adalah milikku," desis Kaya.