NovelToon NovelToon
Regulus

Regulus

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Barat
Popularitas:623
Nilai: 5
Nama Author: Sugito Koganei

Rojak adalah pemuda culun yang selalu menjadi bulan-bulanan akibat dirinya yang begitu lemah, miskin, dan tidak menarik untuk dipandang. Rojak selalu dipermalukan banyak orang.

Suatu hari, ia menemukan sebuah berlian yang menelan diri ke dalam tubuh Rojak. Karena itu, dirinya menjadi manusia berkepala singa berwarna putih karena sebuah penglihatan di masa lalu. Apa hubungannya dengan Rojak? Saksikan ceritanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sugito Koganei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 12 - Santet Mbah Rukmini

Melanjutkan kisah sebelumnya dimana Vina menceritakan masa lalu Regulus. Di tengah-tengah asyiknya bercerita, Vina merasakan sesuatu yang aneh dalam tubuhnya.

Vina dengan ilmunya kemudian menepuk-tepuk dadanya.

“Kak Vina jangan kak!” kata Poppy yang khawatir.

Tak lama kemudian, Vina memuntahkan sesuatu. Muntahnya ini tidaklah lazim dikarenakan muntahnya adalah muntah darah dan paku. Melihat itu, kedua kakak beradik itu pun terkejut bukan main.

Di lain sisi, ternyata dalangnya adalah Dukun tua yang tadi bertarung melawan Vina dan Rojak sepulang Sekolah tadi. Di gubuk milik dukun tua yang bernama Mbah Rukmini itu menyantet Vina. Di tempat lain, Vina mengetahui akan hal ini.

“Ini pasti ulah Mbah Rukmini.” Kata Vina.

“Mbah Rukmini?” tanya Rojak dan Vina.

“Rojak! Berubah jadi Regulus, lalu bantu gue untuk kembaliin serangan si nenek peyot itu!” kata Vina.

Rojak kemudian berubah wujud menjadi Regulus.

“Wusna sangkalus ing wisa!” teriak Rojak.

Dengan ilmu tingginya, Regulus membantu Vina. Singkatnya, Regulus dan Vina berhasil mengembalikan santet itu kepada pengirimnya, Mbah Rukmini.

“Dasar singa putih brengsek!” kesal Mbah Rukmini.

Akan tetapi, Mbah Rukmini tidak menyerah. Dirinya membaca sebuah mantra berbahasa jawa kuno.

"Ubahana wujuda... Ubahana wujuda..."

Malam itu, suasana di sekitar Rumah Rojak terasa lebih sunyi dari biasanya. Dua tetangga yang sedang berjalan melewati rumah itu tiba-tiba merasakan sesuatu yang aneh. Tubuh mereka mendadak lemas, mata mereka memerah, dan rasa sakit luar biasa merayapi tubuh mereka. Dalam hitungan detik, tubuh mereka berubah menjadi makhluk mengerikan dengan bentuk menyerupai hyena.

Monster hyena itu meraung ganas dan tanpa ragu menerjang Rumah Rojak. Dengan cakarnya yang tajam, mereka menghancurkan pagar dan menerobos masuk ke halaman rumah, merobek-robek apa saja yang mereka temui. Taman kecil di depan rumah hancur berantakan, pot-pot bunga pecah berserakan, dan suara geraman mereka menggema di malam yang tenang.

"BRAK! BRAK! BRAK!"

Karena kedatangan mereka, membuat Rojak, Vina, dan Poppy harus melawan kedua monster utusan nenek sihir itu. Tanpa ragu, Rojak melangkah maju. Ia menarik napas dalam, menegapkan tubuhnya, lalu dengan suara lantang berteriak kalimat mantra dalam bahasa Jawa Kuno.

"Wusna sangkalus ing wisa!"

Seketika tubuhnya dikelilingi cahaya keemasan yang berpendar.

"PSSHHHHH!"

Angin berputar di sekelilingnya, dan dalam hitungan detik, sosok Rojak telah lenyap, digantikan oleh sesosok ksatria singa putih dengan armor megah. Mata tajamnya memancarkan aura keberanian.

"Singa putih yang luar biasa, Regulus!" serunya lantang.

Ia mencabut kedua katananya yang bersinar dalam cahaya bulan. Dengan langkah mantap, ia maju menghadapi kedua monster hyena yang telah bersiap menerkamnya.

Pertarungan pun dimulai.

Regulus mengayunkan pedangnya dengan kecepatan luar biasa, membuat monster hyena itu terpaksa mundur sejenak. Namun, mereka tidak tinggal diam. Dengan kecepatan tinggi, mereka melompat dan menyerang Regulus dari dua arah sekaligus.

Poppy, yang melihat kakaknya dikepung, langsung bergerak cepat. Dengan ilmu taekwondonya, ia melompat dan menendang salah satu monster hyena dengan kekuatan penuh. Terdengar bunyi retakan saat kaki monster itu patah akibat tendangannya.

“KRAK!”

Sementara itu, Regulus berhasil menyayat lawannya di bagian kaki dan tangan dengan katananya. Raungan kesakitan terdengar saat darah gelap mengalir dari luka yang ditorehkan oleh pedang Regulus.

Vina tidak tinggal diam. Ia mengangkat tangannya, mengerahkan kekuatan telekinesisnya. Dengan tatapan penuh konsentrasi, ia mengunci gerakan kedua monster itu, membuat mereka tidak bisa bergerak.

"Regulus! Habisi mereka sekarang!" serunya dengan penuh keyakinan.

Regulus mengangkat pedangnya tinggi-tinggi. Cahaya biru mulai berkumpul di ujung pedangnya, membentuk energi yang semakin kuat. Dengan suara lantang, ia berteriak.

"Regulium Beam!"

Sinar laser berwarna biru terang melesat dari pedang Regulus, menghantam kedua monster hyena dengan kekuatan yang dahsyat. Mereka meraung kesakitan, tubuh mereka menggeliat hebat, hingga akhirnya iblis yang merasuki mereka keluar dari tubuh mereka, terbakar oleh kekuatan suci dari Regulium Beam.

“DUAR!”

Regulus, Poppy, dan Vina terkejut melihat sosok iblis yang terbakar itu menghilang dalam asap hitam. Kedua tetangga mereka tergeletak tak sadarkan diri di tanah, kembali ke wujud manusia mereka yang semula.

Di tempat lain, Mbah Rukmini yang mengetahui kekalahan dua monster hyenanya merasa kesal. Matanya yang berkilat penuh kebencian menatap ke arah Rumah Rojak. Tanpa membuang waktu, ia mengerahkan kekuatan hitamnya dan merasuki tubuh Vina.

Regulus dan Poppy, yang masih belum sepenuhnya pulih dari pertarungan sebelumnya, segera menyadari ada sesuatu yang aneh dengan Vina. Gadis itu berdiri kaku, matanya yang biasanya penuh kelembutan kini tampak kosong dan dipenuhi aura kegelapan.

“Vina? Kenapa lu menatap gue dengan tatapan benci?”tanya Regulus.

Tiba-tiba, Vina menyerang mereka berdua dengan kecepatan yang tidak biasa.

"Kak Vina! Hentikan!" teriak Poppy, menghindari pukulan kuat yang hampir mengenainya.

Namun, suara Poppy tidak mampu menembus pengaruh Mbah Rukmini. Sosok nenek sihir itu yang kini berada dalam tubuh Vina tertawa dingin.

"Jika kalian berani mendekat atau menyerang, aku akan membunuh gadis ini!" ancamnya dengan suara menggelegar.

Di belakang mereka, Ayah dan Ibu Regulus serta Poppy, Tono dan Diah, diam-diam menyiapkan garam yang telah didoakan. Diah tampak ragu saat melihat suaminya hendak bertindak, tetapi Tono tetap maju dengan tekad kuat. Ia tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan Vina.

Dengan cepat, mereka menaburkan garam suci ke arah tubuh Vina. Seketika, tubuh Vina yang kerasukan itu bergetar hebat. Iblis yang berada di dalamnya merasakan sakit luar biasa. Vina berteriak dengan suara serak yang bukan miliknya, matanya memerah penuh amarah.

Tono, yang melihat kesempatan itu, maju dan bergulat dengan tubuh Vina. Diah yang awalnya melarang, tak bisa berbuat apa-apa selain menyaksikan pertarungan yang menyakitkan ini. Dengan kekuatan penuh, Tono membanting Vina ke tanah.

“BUGH!”

“Hahaha! Kau berani sekali ya menghajar gadis tidak berdosa seperti ini, Pak Tua!”ledek Mbah Rukmini.

“Aku tidak peduli, dasar nenek tua gila!”

Tono tidak menghiraukan ejekan Mbah Rukmini. Ayah Rojak dan Poppy itu, tanpa banyak basa-basi langsung merapal doa-doa suci.

Raungan keras terdengar dari dalam tubuh Vina.

“ADUH SAKIT!”

Sesaat kemudian, iblis yang merasuki dirinya akhirnya terusir. Vina pun tersadar, tubuhnya menggigil, dan tanpa diduga, ia kembali memuntahkan darah dan paku, sama seperti kejadian sebelumnya saat ia disantet oleh dukun tua itu.

Di tempat lain, Mbah Rukmini mengamati semuanya dengan penuh kebencian.

"Regulus! Kau selalu menggagalkan rencanaku!" geramnya.

Namun, sebelum ia bisa merencanakan sesuatu yang baru, seseorang datang menghampirinya. Itu adalah Rizal, orang yang selama ini membayar Mbah Rukmini untuk melaksanakan rencana jahatnya.

"Kau bodoh!" bentak Rizal dengan marah.

"Kerjamu selalu berantakan! Aku hanya ingin membunuh Regulus, tapi kau malah mencelakai gadis yang bernama Seraphina Celestine Kusnadi  itu yang tak ada sangkut pautnya!"

Mbah Rukmini yang tidak suka diperintah, merasakan amarah membara di dadanya. Ia tidak akan membiarkan siapapun merendahkannya, termasuk Rizal. Dengan cepat, ia melancarkan serangan black magic ke arah Rizal.

Akan tetapi, Rizal dengan sigap mengeluarkan pedangnya dan menangkis serangannya. Dengan suara lantang, ia mengucapkan mantra yang sama dengan Regulus.

"Wusna sangkalus ing wisa!" Seketika, tubuhnya berubah wujud menjadi Inazukko, sosok yang menyerupai serigala dengan armor keperakan yang memancarkan energi gelap.

Pertarungan antara Inazukko dan Mbah Rukmini pun terjadi. Serangan demi serangan saling bertubrukan di udara, menciptakan percikan energi hitam dan biru yang berkelindan. Namun, pada akhirnya, Inazukko berhasil mengalahkan Mbah Rukmini dengan jurus pamungkasnya, Inazumium Beam.

“INAZUMIUM BEAM!”teriak Inazukko.

Tubuh Mbah Rukmini terlempar jauh dan terbanting ke tanah. Inazukko berjalan mendekatinya, menginjak tubuh nenek sihir itu dan menghunuskan pedangnya ke lehernya.

"Dengar ya, tua bangka. Saya sudah membayar kamu! Dan saya juga mempercayakan semuanya kepada kamu agar kamu mau membunuh singa keparat itu! Kau harusnya menuruti perintah saya! Bukan bergerak sendiri!" kesal Inazukko dengan nada dingin.

"Jangan macam-macam denganku, baik dengan sihir, santet, atau anak buah jinmu! Jika kau berani melawanku, aku jamin kalau tidak pedang saya yang akan menusuk jantungmu, semua santet kirimanmu menjadi bumerang untukmu, dasar nenek tua goblok!" tambahnya.

Mbah Rukmini hanya bisa menggertakkan giginya dengan marah, tetapi ia tahu bahwa kali ini, ia tidak punya pilihan selain tunduk pada Inazukko. Namun, di dalam hatinya, ia bersumpah akan membalas dendam suatu hari nanti.

Beberapa lama kemudian, Vina pun terbangun dari pingsannya. Kepalanya terasa berat, dan matanya perlahan membuka, memperlihatkan wajah-wajah yang menatapnya dengan cemas. Rupanya, Keluarga Pak Tono sudah sedari tadi menunggu dirinya sadar.

"Apa yang terjadi?" tanya Vina dengan suara serak, mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum ia kehilangan kesadaran.

Diah, dengan lembut, menjelaskan.

"Kamu tadi kerasukan, Nak."

Tono menimpali.

"Ada seorang dukun yang merasuki tubuhmu. Tapi tenang, sekarang aku sudah mendoakan agar iblis-iblis itu pergi."

Vina terdiam, mencoba mencerna penjelasan mereka. Ingatannya masih samar, tetapi tubuhnya terasa lemah, seolah baru saja melewati sesuatu yang sangat berat.

Diah kemudian memberikan saran.

"Malam ini, lebih baik kamu menginap di rumah kami dulu. Biar kamu bisa beristirahat dengan tenang."

Poppy tersenyum dan berkata.

"Kak Vina bisa tidur di kamarku. Aku nggak keberatan kok."

Namun, Vina menggeleng lemah.

"Terima kasih banyak, tapi aku takut merepotkan. Lagi pula, aku tinggal sendirian di rumah, dan kalau aku menginap di sini, tidak ada yang menjaga rumahku. Kedua orang tuaku sedang tidak ada di rumah."

Mendengar itu, mereka semua mengerti. Tono dan Diah saling bertukar pandang, menyadari bahwa Vina tetap ingin kembali ke rumahnya.

"Kalau begitu, gw antar lo pulang ya." kata Rojak dengan senang hati.

"Sudah malam, nggak baik perempuan pulang sendirian." Lanjutnya.

Vina tersenyum kecil, merasa beruntung dikelilingi oleh orang-orang baik. Dengan panduan dari Vina, mereka pun berjalan bersama menuju rumahnya. Jalanan malam terasa sunyi, hanya ada suara langkah kaki mereka yang beriringan.

Setelah beberapa menit, mereka sampai di tempat yang dimaksud. Rojak memandangi rumah itu dan bertanya.

"Ini rumah lo, Vin?"

Vina mengangguk.

"Iya."

Mereka mengobrol sebentar, hanya sekitar dua menit, sebelum akhirnya berpisah. Rojak melambaikan tangan, lalu berbalik dan berjalan pulang. Vina, sementara itu, masuk ke dalam rumahnya, masih memikirkan segala yang telah terjadi malam itu.

Angie melangkahkan kaki ke halaman rumah Rizal dengan hati berdebar. Matahari mulai tenggelam di ufuk barat, menyisakan semburat jingga yang perlahan memudar di cakrawala. Hawa sore yang sejuk tak mampu meredakan kegelisahan yang menyelimuti benaknya. Sudah beberapa hari ini Rizal sulit dihubungi, dan setiap kali Angie mengirim pesan, hanya dibaca tanpa balasan. Ini bukan kebiasaannya. Rizal selalu memberi kabar, apalagi jika dia harus pergi untuk waktu yang lama.

“Assalamualaikum!”sapa Angie.

Dari dalam Rumah megah milik sang juara kebanggaan SMA Sinar Pintar, terdengar langkah kaki dari dalam rumah. Pintu terbuka, menampakkan wajah ibu Rizal yang tampak sedikit lelah.

"Waalaikumsalam...”

Ibu Rizal membuka pintu

“Oh, Angie, masuklah, Nak." ucapnya dengan suara lembut.

Angie melangkah masuk dan disambut oleh ayah Rizal yang duduk di kursi kayu di ruang tamu.

"Ada apa, Angie?" tanya ayah Rizal sambil meletakkan koran yang tadi dibacanya.

"Saya mau menanyakan Rizal, Pak. Belakangan ini dia sulit dihubungi dan dia juga ga kelihatan di Sekolah. Apa Bapak dan Ibu tahu dia ke mana?" Angie bertanya dengan hati-hati, tak ingin terdengar terlalu cemas.

Ayah Rizal menghela napas, lalu menatap istrinya sekilas sebelum menjawab.

"Akhir-akhir ini, Rizal sering keluar malam. Tidak jelas apa yang dia lakukan. Dia tidak pernah bilang ke mana perginya."

Ibu Rizal, yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara.

"Saya curiga dia pergi ke diskotik, mabuk-mabukan, atau melakukan hal-hal yang tidak baik. Saya sudah sering menasihatinya, tapi dia tetap pergi tanpa pamit."

Ayah Rizal menggelengkan kepala, tampak tidak setuju dengan spekulasi istrinya.

"Jangan berlebihan. Rizal bukan anak yang seperti itu. Mungkin saja dia hanya mencari udara segar atau berkumpul dengan teman-temannya."

Angie berpikir sejenak, mencoba mencerna semua informasi yang diberikan.

"Bisa jadi dia sedang berlatih tinju. Rizal pernah bilang ingin meningkatkan kemampuannya."

Namun, baik ayah maupun ibu Rizal menggeleng.

"Dia tidak bilang apa-apa kepada kami," jawab ayah Rizal.

Padahal, tak seorang pun mengetahui rahasia besar yang sedang dijalani Rizal. Di balik semua tidak jelasan itu, Rizal sebenarnya tengah mengembangkan sebuah gawai canggih. Sebuah perangkat yang ia rancang dengan sangat hati-hati, dengan bantuan seorang dukun bernama Mbah Rukmini. Tujuannya bukanlah hal yang sederhana—ia berencana memanggil iblis dari dunia lain untuk membunuh Rojak, atau yang lebih dikenal sebagai Regulus.

“Sebentar lagi, Rizal... Sebentar lagi... Jika si tua bangka itu tidak bertindak sendiri, maka sebentar lagi semuanya akan baik-baik saja. lu akan mampus setelah segalanya jadi, Rojak.”Kata Rizal.

Bersambung

1
Rizky Muhammad
Cerita ini bagus banget, aku sangat penasaran dengan kelanjutannya.
PsychoJuno
Bikin baper. 😢❤️
kath_30
Ceritanya keren, jangan sampai berhenti di sini ya thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!