Aku menganggap mereka sebagai keluarga, mengorbankan seluruh hidup ku dan berusaha menjadi manusia yang mereka sukai, namun siapa sangka diam diam mereka menusukku dari belakang. Menjadikan ku sebagai alat untuk merebut kekuasaan.
Ini tentang balas dendam manusia yang tak pernah dianggap keberadaan nya. Membalaskan rasa sakit yang sebelumnya tak pernah dilihat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon laxiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menantu
Diana yang mendengar suara mobil berhenti didepan rumahnya langsung mengintip dari jendela, terlihat jelas disana Rania diantar oleh seorang laki laki yang tidak dikenal olehnya.
Dia buru buru memberitahu hal tersebut pada ibunya, Sandra yang melihat hal tersebut tentu saja tidak akan tinggal diam. Kedua wanita itu kini tengah menunggu didepan pintu.
"Besok saya akan kembalikan jas nya setelah dicuci bersih." Ucap Rania pada Danu ketika dia baru saja turun dari mobil.
Danu menggagukkan kepalanya, "Silahkan masuk, saya akan pergi ketika sudah melihat Nona masuk kedalam rumah."
"Terima kasih telah mengantar saya dengan selamat." Setelah itu Rania masuk kedalam rumah, dia dapat melihat Danu yang mulai menjalankan mobilnya.
Danu pria baik, dia memperlakukan Rania dengan terhormat. Caranya mendekati dirinya cukup terang terangan, namun sama sekali tidak menjatuhkan harga diri. Pria dewasa dengan segala pertimbangan dalam bersikap.
Dia pria yang dapat diandalkan, memiliki tujuan jelas dan sama sekali tidak bertele tele. Selalu mempertimbangkan setiap perilaku yang akan dilakukan olehnya.
Rania membuka pintu rumah, dan disana sudah berdiri dengan angkuh kedua wanita yang sama sekali tidak pernah Rania harap keberadaan nya.
"Dari mana saja kamu?" Tanya Sandra.
Rania tidak berniat menjawab, dia melewati kedua wanita itu tanpa berkata kata. Tentu saja Sandra tidak membiarkannya begitu saja, dia mencekal tangan gadis itu untuk mencegahnya pergi.
"Dimana sopan santun mu, Rania. Mamah sedang berbicara dan kamu pergi begitu saja."
Rania melepaskan cekalan tangan ibu tirinya, "Mulai sekarang berhenti mencampuri urusan saya, dari manapun saya itu bukan urusan kalian."
Rania kira setelah mengatakan hal tersebut, ia dapat pergi dengan bebas. Tapi lagi lagi hal tak terduga dilakukan oleh adik tirinya.
Tiba tiba saja Diana menampar dirinya sendiri, lalu terduduk dan mulai menangis. Awalnya Rania tidak mengerti untuk apa gadis itu melakukan hal tersebut, namun suara bariton yang berasal dari ayahnya menyadarkan hal tersebut.
"Apa yang terjadi?" Tanya Herman, yang mendapati Diana terduduk sambil menangis dengan pipi yang memerah. Herman membantu Diana untuk kembali bangun.
Sandra yang melihat hal itu ikut berakting mengikuti anak tirinya, Sandra mulai mengusap air mata palsu pada sudut matanya.
"Kami mendapati Rania diantar pria, jadi kami bertanya baik baik siapa pria itu. Tapi Rania malah marah dan menampar adiknya."
"Mas juga tahu kalau Rania sebentar lagi akan menikah, jika hal seperti tadi terlihat oleh keluarga mempelai pria, maka apa yang akan mereka katakan tentang Rania, aku hanya mengkhawatirkan Rania tidak lebih dari itu." Ucap Sandra terlihat sangat tulus.
Rania bertepuk tangan sambil tertawa, tentu saja membuat ketiga manusia yang ada dihadapannya heran, terutama ayahnya. "Acting yang perfect, kalau misal ada pemilihan artis dadakan, saya yakin kalian akan langsung terpilih menjadi pemeran utama."
"Apa yang kamu bicarakan Nak?" Tanya Herman heran mendapati sikap putrinya.
Rania mendekati ayahnya, lalu memeluk pria tersebut. "Rania capek, mau istirahat dulu." Setelah itu Rania meninggalkan ketiga manusia dengan wajah yang berbeda beda.
*
Danu segera menyelidiki insiden ledakan tersebut, dugaannya tidak salah. Dalam keramaian ia melihat orang yang sangat dikenali olehnya.
Ruslan diam diam menghadiri pesta tersebut, dan ada beberapa orang juga yang sangat familiar berada disana. Orang orang bawahan ayahnya.
Dia tidak bisa melaporkan hal tersebut pada pihak berwajib karena itu sama saja akan mengungkap identitasnya, biarlah kali ini dia membiarkannya, tapi jika memang sudah kelewatan Danu tidak akan menoleransi nya.
Danu pulang ke apartemennya, dan mendapati sang ibu yang tengah tertidur disofa ruang tamu. Sepertinya, ibunya tertidur saat menunggu dirinya.
Danu mendekati wanita yang telah melahirkannya itu, menatap wajah yang sudah terdapat beberapa kerutan disudut matanya.
Ibu Danu membuka matanya, dan melihat putranya yang tengah duduk sambil menatap dirinya.
"Dari kapan pulang?" Tanya ibu Danu pada putranya.
"Baru saja."
"Sudah makan?"
Danu menggagukkan kepalanya, "Mamah tidur dikamar gih, jangan disini nanti sakit badan."
Ibu Danu duduk lalu mengusap wajah putranya, "Jangan bekerja terlalu keras, mamah gak mau kamu kecapean."
"Tenang aja, sekarang Danu bosnya."
"Justru menjadi bos itu tanggung jawabnya besar, dia memiliki tanggung jawab terhadap karyawan yang bekerja dibawahnya. Memikirkan bagaimana perusahaan harus tetap berjalan dan meraih keuntungan untuk bisa memberi upah para pekerja."
"Mamah gak usah mikirin sampai kesana, yang terpenting sekarang ini, sudah bisa hidup berdua dengan mamah saja, Danu rasa hidup Danu sudah lebih dari cukup."
"Tapi mamah belum cukup kalau cuman hidup sama kamu doang."
"Kenapa begitu, mamah mau punya suami lagi."
Ibu Danu memukul lengan anaknya, "Mamah aja belum bercerai dari ayahmu, kamu malah sudah membahas suami baru."
"Ya terus maksud mamah tadi apa, gak cukup hidup berdua cuman sama Danu."
"Maksud mamah tuh, mamah butuh satu lagi anak perempuan."
"Mamah mau ngangkat anak?"
"Bukan, tapi anak orang yang akan jadi anak mamah juga."
Danu menggaruk kepalanya yang tak gatal, bingung dengan maksud dari ucapan ibunya. "Mah, Danu gak ngerti?"
Ibu Danu mengetuk pelan kepala anaknya, "Kamu itu, selama sekolah selalu mendapat juara. Dalam bisnis kamu handal, masa gitu aja gak ngerti?"
"Semua itu beda mah."
Ibu Danu bangkit dari duduknya, "Udah ah mamah ngantuk, kamu pikirkan aja apa yang tadi mamah ucapkan."
Danu berdiam diri selama beberapa saat, memikirkan apa yang dimaksud oleh ibunya. Namun hingga beberapa waktu ia tak kunjung juga menemukan jawaban, padahal dia sudah mengerahkan segenap kemampuan berfikir nya.
Danu membuka handphone, menghubungi seseorang yang akan ia tanyakan jawaban.
"Bos, saya sudah tahu siapa pelakunya." Ucap Rehan ketika telepon mulai tersambung.
"Lupakan soal pelaku, saya ingin bertanya satu hal padamu."
"Bertanya apa?"
"Misal seorang ibu tidak cukup hanya tinggal bersama dengan anaknya, dia ingin memiliki anak lagi tapi bukan adopsi. Jadi sebenarnya apa yang diinginkan oleh ibu tersebut?"
"Menantu."
"Maksudnya?"
"Maksudnya Ibu tersebut ingin memiliki seorang menantu. Ketika si anak menikah otomatis istri dari si anak tersebut akan menjadi anak si ibu juga. Dia akan memiliki anak baru tanpa harus mengadopsi."
"Saya tidak salah memilih kamu menjadi sekertaris saya." Puji Danu pada sekertaris nya.
"Memangnya si ibu itu siapa?" Tanya Rehan penasaran.
"Ibu saya."
"Berarti ibu bos sedang meminta seorang menantu?"
"Sepertinya begitu."
"Terus Bos sudah menemukannya?"
"Menemukan siapa?"
"Ya calon istri lah."
Mendengar calon istri, ada seseorang yang tiba-tiba saja terlintas dibenak Danu saat itu. Rania, gadis cerdas juga investor perusahaannya.
"Hallo Bos..." Tidak ada jawaban, akhirnya Rehan memutuskan sambungan teleponnya.
BERSAMBUNG.....