NovelToon NovelToon
Mempelai Pengganti

Mempelai Pengganti

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / Pengantin Pengganti / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Romansa
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Sablah

aku berdiri kaku di atas pelaminan, masih mengenakan jas pengantin yang kini terasa lebih berat dari sebelumnya. tamu-tamu mulai berbisik, musik pernikahan yang semula mengiringi momen bahagia kini terdengar hampa bahkan justru menyakitkan. semua mata tertuju padaku, seolah menegaskan 'pengantin pria yang ditinggalkan di hari paling sakral dalam hidupnya'

'calon istriku,,,,, kabur' batinku seraya menelan kenyataan pahit ini dalam-dalam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sablah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bayangan yang mengikat

Alda menatap Karina dengan sorot mata yang tetap tenang, meski ia tahu bahwa lawan bicaranya tidak datang dengan niat baik. angin sepoi-sepoi dari danau berhembus lembut, menggerakkan helaian demi helaian ujung rambut Alda maupun Karina.

"aku ingin langsung ke inti pembicaraan," ujar Karina tanpa basa-basi. "aku tidak setuju kau menikah dengan Rama."

Alda tidak menunjukkan reaksi berlebihan. ia hanya tersenyum tipis dan menautkan kedua tangannya di depan tubuhnya. "aku sudah menduga kau akan mengatakan itu."

Karina menyipitkan mata. "jadi, kau juga tahu alasannya?"

Alda mengangguk pelan. "aku bisa menebaknya. tapi bagiku, pernikahan ini sudah terjadi, dan aku ingin menjalaninya sebaik mungkin."

Karina mendecak pelan, lalu mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. "benarkah begitu? kalau begitu, mari kita lihat apakah kau masih bisa bicara setenang itu setelah melihat ini."

ia membuka galeri di ponselnya, lalu menyodorkan layar ke arah Alda. foto yang muncul di sana membuat Alda terdiam.

di dalam foto itu, seorang wanita terlihat menangis di atas kasur. tubuhnya tampak mengenaskan, pakaiannya acak-acakan, rambutnya berantakan, dan wajahnya memerah seolah habis menangis lama. Alda tak butuh waktu lama untuk mengenali siapa dia, NAILA!

dan yang lebih mengejutkan, di foto berikutnya, ada sebuah tespek dengan dua garis merah yang sangat jelas.

Alda menegang sejenak. matanya masih terpaku pada foto itu, tetapi ia segera menarik napas pelan, mengendalikan emosinya. Karina menatapnya tajam, mencari tanda-tanda kepanikan di wajah Alda.

"kau lihat ini?" suara Karina terdengar lebih menusuk. "inikah yang kau maksud dengan 'masa lalu ya masa lalu'? lalu bagaimana dengan Naila? bagaimana dengan anak yang mungkin sedang dikandungnya?"

Alda mengangkat pandangan, menatap Karina dengan ekspresi yang sulit ditebak. "aku tidak akan menyangkal bahwa ini adalah masalah besar," katanya dengan nada tetap tenang. "tapi satu hal yang perlu kau ingat, Karina. aku tidak berada di sini untuk menghapus masa lalu Rama. aku ada di sini untuk mendampinginya di masa sekarang dan masa depan."

Karina mendengus. "masa depan? apa kau pikir Rama bisa benar-benar melupakan Naila? kau pikir dia tidak akan mencari tahu tentang ini?"

Alda terdiam sesaat, lalu mengembalikan ponsel Karina dengan gerakan perlahan. "aku tidak tahu apa yang akan Rama lakukan. tapi aku tahu satu hal, Karina," ujarnya dengan nada lebih dalam. "kalaupun Rama memang ingin bertanggung jawab atas Naila dan anak itu, itu adalah keputusannya. aku tidak akan menghalangi jika itu memang yang terbaik."

Karina tersentak. ia tidak menduga Alda akan memberikan jawaban setenang itu. "jadi kau siap jika suatu hari Rama meninggalkanmu?"

Alda tersenyum tipis. "aku tidak hidup dengan ketakutan akan kemungkinan yang belum tentu terjadi. jika memang itu yang akan terjadi, aku akan menerimanya."

Karina mengepalkan tangannya. ia tidak suka melihat Alda begitu tenang, seolah semua ini tidak menyakitinya sama sekali.

"aku akan memastikan dalam waktu dekat, Rama pasti akan menemui Naila," Karina berkata dengan nada tajam. "atau sebaliknya, Naila yang akan menemui Rama. dan saat itu terjadi, aku ingin melihat apakah kau masih bisa setenang ini."

Alda menatap karina dalam-dalam. ada banyak hal yang berkecamuk dalam pikirannya, tetapi ia tidak ingin terbawa emosi.

"aku sudah siap dengan segala kemungkinan," jawabnya lembut. "tapi yang jelas, aku tidak akan mundur hanya karena ancaman seperti ini."

Karina mendengus. "kita lihat saja nanti, Alda."

setelah mengatakan itu, Karina berbalik dan pergi, meninggalkan Alda yang masih berdiri di tepi danau.

Alda menatap permukaan air yang tenang, tetapi pikirannya berputar dengan begitu banyak pertanyaan. seberapa jauh Karina akan membawa masalah ini? dan bagaimana reaksi Rama jika mengetahui semua ini?

satu hal yang pasti, hidupnya tidak akan pernah sama lagi setelah pertemuan ini.

*******

beberapa jam kemudian...

matahari sudah mulai bergeser ke barat, menandakan waktu telah berjalan cukup lama sejak Rama menyelesaikan pekerjaannya lebih awal. perkebunan kopi yang biasanya ramai dengan suara pekerja kini mulai lebih lengang, hanya tersisa beberapa orang yang masih sibuk dengan urusan mereka.

hari ini, Rama bekerja dengan semangat yang tidak biasa. entah karena Karina tidak ada atau karena acara yang akan ia lakukan sore ini, yang jelas, semangatnya berkali lipat dibanding hari sebelumnya. rekan-rekan kerjanya hanya bisa saling pandang dan tersenyum bangga melihat Rama yang biasanya bekerja dengan ritme santai, kini menyelesaikan tugasnya lebih cepat dari siapa pun.

belum menginjak pukul dua siang, semua pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya sudah beres. tidak ada lagi yang bisa dikerjakan, dan akhirnya, Rama memilih untuk bersantai di gubuk kecil di tengah perkebunan kopi. angin siang yang sejuk bertiup perlahan, membawa aroma khas kopi yang belum dipetik sepenuhnya. di sana, Rama mengeluarkan ponselnya dan mulai menghubungi seseorang, Arya.

tak butuh waktu lama, panggilan langsung tersambung.

"halo, Ram?" suara Arya terdengar santai dari seberang.

"hari ini jadi,?" tanya Rama langsung ke intinya.

"Jadi lah! aku dengan Laras sudah siap. tinggal tunggu kau saja. kau sendiri bagaimana?" jawab Arya dengan nada antusias.

Rama tersenyum kecil. "aku masih bekerja. setelah ini pulang"

"ya, aku tunggu. jangan lama-lama, Ram. oh iya, aku ada kejutan buat kau dan Alda nanti." ucap Arya dengan nada misterius.

Rama mengernyit. "kejutan apa?"

"haha, nanti kau bakal tahu sendiri," balas Arya dengan tawa kecil, jelas menikmati rasa penasaran yang mulai muncul di benak Rama.

Rama menghela napas, sedikit menahan rasa penasaran akibat cara Arya menggantungkan pembicaraan. "hobimu menggantung cerita? beri aku petunjuk tentang ucapan mu"

"tidak ada petunjuk. yang jelas nanti kau akan lihat sendiri," Arya tetap pada pendiriannya, terdengar sangat menikmati momen ini.

Rama hanya bisa menggeleng pasrah, meski di dalam hatinya rasa ingin tahu semakin besar.

"tapi sebelum kau pergi, aku ada satu permintaan," lanjut Arya, suaranya terdengar sedikit lebih serius.

"apa?" tanya Rama, kini lebih memperhatikan.

"sebelum kau berangkat, bersihkan dulu tempat tinggalmu. karena nanti ada tamu yang akan berkunjung," pesan Arya.

Rama terdiam sejenak, mengernyitkan dahi. "tamu? siapa?"

Arya terkekeh pelan. "rahasia. Pokoknya bersihkan aja. nanti kau bakal tahu juga. yasudah aku matikan dulu, sampai jumpa"

tut!....

setelah panggilan ditutup oleh Arya, Rama memutuskan bergabung sebentar dengan teman-temannya di perkebunan. namun, pikirannya masih tertuju pada kejutan yang disebut Arya tadi. tak ingin berlama-lama, ia pun segera pamit dan bergegas pulang.

***

begitu tiba di rumah singgah, langkah Rama langsung berlalu masuk, setelah berkeliling sebentar mencari keberadaan Alda, akhirnya dia berhenti sejenak saat melihat seseorang sudah duduk di depan meja kaca di kamarnya.

ia tampak berbeda dari biasanya. duduk dengan anggun, mengenakan gaun berwarna pastel dengan potongan sederhana namun elegan, menampilkan sisi feminimnya yang jarang terlihat. kainnya jatuh lembut mengikuti lekuk tubuh, membuatnya tampak begitu anggun.

rambut panjangnya digerai sempurna, terurai hingga melewati bahu. setiap helainya tampak halus dan berkilau, seakan ia benar-benar mempersiapkan penampilannya dengan serius. beberapa helaian rambut di bagian depan sedikit digeser ke samping, membingkai wajahnya dengan sempurna.

makeupnya pun tak berlebihan, namun sangat cocok dengan fitur wajahnya. riasan mata yang lembut dengan sedikit shimmer di kelopak, alis yang tertata rapi, serta bibir yang diberi sentuhan warna natural namun manis. wajahnya tampak lebih cerah, lebih segar, dan lebih... menarik.

Rama berdiri di ambang pintu, tanpa sadar memperhatikan lebih lama dari seharusnya. Alda menyadari tatapan itu melalui pantulan kaca, lalu berbalik dengan ekspresi datar, meski ada sedikit senyum halus di sudut bibirnya.

“Ram, sudah datang?” tanyanya tenang.

"iya, Da. pekerjaan nya selesai lebih cepat" Rama berjalan perlahan memasuki kamarnya.

Alda menatap Rama sejenak, lalu menghela napas pelan.

"kalau begitu, cepatlah mandi dan bersiap. Arya dan Laras pasti sudah menunggu," ujarnya sambil melirik jam di dinding.

Rama mengangguk tanpa banyak bertanya. "iya, aku bersih-bersih dulu."

ia berjalan menuju lemari kayu yang disediakan juga dikamar ini, menarik sebuah kemeja baru dan celana yang lebih rapi. tanpa banyak bicara lagi, ia segera menuju kamar mandi, meninggalkan Alda yang masih berdiri di tempatnya.

begitu pintu kamar ditutup, Alda kembali bergeming. ia menatap pantulan dirinya di kaca, bibirnya sedikit bergetar sebelum akhirnya ia menjatuhkan diri di kursinya kembali.

bagaimana aku harus mengatur sikap di depanmu, Ram?

tak selang lama, Rama sudah menyelesaikan aktivitas mandinya. ia kembali masuk kedalam kamar dengan rambut masih basah, mengenakan kemeja biru muda dan celana panjang hitam. dengan cepat, ia merapikan rambutnya di depan cermin, lalu mengenakan jam tangan miliknya.

Alda yang sudah siap sejak tadi hanya melirik sekilas. "sudah?" tanyanya singkat.

Rama mengangguk sambil mengambil kunci motor. "ayo."

mereka keluar dari rumah singgah dan berjalan menuju rumah Kepala Desa, yang hanya berjarak sekitar lima menit. jalanan desa masih cukup ramai, beberapa warga terlihat berbincang di depan rumah mereka. Alda berjalan di samping Rama dengan langkah teratur, sementara Rama sesekali membalas sapaan warga yang mengenalnya.

saat tiba di rumah Kepala Desa, pria paruh baya itu sudah duduk di teras rumahnya, menyeruput secangkir kopi.

"eh, mas Rama. mau ambil mobil, ya?" Kepala Desa tersenyum ramah.

"iya, pak," jawab Rama sopan.

Kepala Desa melirik Alda dan mengangguk kecil. "istrimu sudah betah di sini?"

Alda tersenyum tipis. "masih menyesuaikan, Pak."

"bagus, bagus. kalau ada yang dibutuhkan, bilang saja." Kepala Desa lalu berdiri dan mengambil kunci mobil dari dalam rumah. ia memudian menyerahkannya kepada Rama. "hati-hati di jalan."

"terima kasih, Pak."

setelah berpamitan, Rama dan Alda segera masuk ke mobil dan melaju menuju kafe tempat mereka akan bertemu Arya dan Laras.

suasana dalam mobil terasa tenang, tetapi ada sesuatu yang menggantung di udara, sesuatu yang mungkin hanya Rama yang mulai menyadarinya.

disisi lain, Alda duduk diam, menatap ke luar jendela tanpa benar-benar melihat pemandangan yang lewat. tangannya terlipat di pangkuan, sesekali ia menggigit bibirnya sendiri, tenggelam dalam pikirannya yang terus berputar.

Rama yang sedang menyetir mulai menyadari keanehan ini. sejak mereka keluar rumah, Alda hanya menjawab sekadarnya, tidak banyak bicara seperti biasa. memang, hubungan mereka bukanlah hubungan penuh kehangatan, tapi setidaknya ada interaksi kecil yang biasa terjadi di antara mereka. namun kali ini, ada sesuatu yang berbeda.

beberapa kali Rama melirik Alda dari sudut matanya. wanita itu tetap diam, ekspresinya sulit ditebak. ia tampak tenggelam dalam dunianya sendiri, seakan ada sesuatu yang sedang menghimpitnya.

setelah cukup lama membiarkan suasana hening, akhirnya Rama berdeham pelan.

"Da, kamu sedang melamun?," ucapnya, mencoba membuka percakapan. "ada yang kamu pikirkan?"

Alda mengedip beberapa kali, seolah baru sadar bahwa ia sedang diajak bicara. ia menoleh ke arah Rama, lalu menggeleng. "tidak ada, Ram"

jawaban yang terlalu singkat. terlalu ringan untuk seseorang yang jelas-jelas terlihat berat pikirannya.

Rama tidak langsung menimpali. ia tahu, memaksa Alda bicara juga tidak akan berguna jika wanita itu memang belum siap. tapi, entah kenapa, melihat Alda seperti ini… ada sesuatu dalam dirinya yang tidak nyaman.

hening kembali menyelimuti mereka. Alda kembali mengalihkan pandangan ke luar jendela, sementara Rama tetap fokus menyetir, meski pikirannya masih terganggu dengan perubahan sikap Alda.

hingga akhirnya, setelah beberapa menit berlalu, Rama kembali bersuara. kali ini dengan nada lebih santai.

"aku tidak pandai menebak perasaan orang," katanya. "tapi jika ada sesuatu yang mengganggumu, kamu boleh bicara, Da."

Alda tidak langsung merespons. ia menoleh sedikit ke arah Rama, menatap profil lelaki itu dari samping. "aku hanya kepikiran tentang pekerjaan, Ram" jawabnya singkat.

"waktu kita bekerja di sini tinggal beberapa hari lagi. aku akan usahakan menyelesaikan lebih cepat, setelah itu, kita bisa pulang." kata Rama setelah beberapa saat hening.

Alda masih diam.

"tidak ke Kota Mangli juga tidak apa-apa," lanjut Rama, mencoba menenangkan.

Alda menunduk sedikit, menggigit bibirnya, seolah sedang mempertimbangkan sesuatu. tapi alih-alih membalas dengan sesuatu yang lebih dalam, ia hanya berkata, "iya, Ram"

jawaban itu terdengar datar, tapi Rama memilih untuk tidak mendesaknya lebih jauh.

suasana kembali sunyi, dan selama sisa perjalanan ini, Alda lebih banyak diam. ia tidak bertanya lebih lanjut, dan Rama juga enggan membuka suara.

namun, satu hal yang pasti, dengan ini Rama semakin yakin, ada sesuatu yang sedang mengganggu Alda. sesuatu yang lebih dari sekadar masalah pekerjaan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!