Novel ini berkisah tentang kehidupan seorang gadis jelita bernama Alea, yang kehilangan kebahagiaan semenjak kepergian ibundanya
Hingga ayahnya memutuskan untuk menikahi seorang janda dengan harapan mengembalikan semangat hidup putri tersayangnya
Namun alih-alih mendapat kebahagiaan dan kasih sayang seorang ibu, hidup Alea semakin rumit karena dia dipaksa oleh ibu tirinya menikahi seorang pria dingin di umurnya yang masih belia
Akankah Alea bisa menemukan kebahagiaannya bersama suami pilihan ibu tirinya yang kejam?
Yuk... Simak terus cerita hidup Alea...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eilha rahmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17
"Ada apa Ra?" Mahesa bertanya penuh selidik, matanya lekat menatap wajah Ira yang masih tertunduk.
"Maafkan aku kak"
"Maaf untuk apa?" Mahesa melangkahkan kakinya mendekati Ira.
"Kakak tidak membenciku kan?" Ira mendongakkan wajahnya untuk menatap mata Mahesa.
Kejadian memalukan yang sudah dia perbuat beberapa hari yang lalu sungguh sangat memalukan jika harus diingat kembali. Meski Ira memendam perasaan yang begitu besar terhadap kakak tirinya itu, namun tidak seharusnya dia melakukan hal konyol yang mungkin bisa saja membuat kakaknya membenci dirinya.
Mahesa menggeleng, guratan senyum terukir indah diwajah tegasnya. Membuatnya kian mempesona.
"Sama sekali tidak, kita lupakan apa yg sudah terjadi kemarin, ya" Mahesa meletakkan kedua tanggannya meraih bahu mungil Ira.
Jika harus jujur, sesungguhnya Mahesapun sedikit menaruh hati pada adik tirinya itu. Bukan karena apa, sejak kecil mereka bersama Mahesalah yang selalu menjaga Ira, menemani kemanapun adik tirinya itu pergi. Mereka sama-sama mengerti, jika mereka bukanlah saudara kandung jadi tidak mengapa untuk saling jatuh cinta.
Namun sang ayah sangat tidak setuju dengan hal itu, ayah menganggap itu adalah hal yang tabu. Jika mereka menikah hal itu akan dianggap aib dikeluarga mereka.
Ira memeluk erat tubuh Mahesa, tangisnya pecah seketika. Mereka tahu jika cinta yang mereka miliki harus dipendam dalam-dalam. Apalagi sekarang sudah ada Alea yang berdiri di tengah-tengah mereka. Dan sangat mustahil bagi Mahesa untuk melukai hati istrinya itu.
...****************...
"Lea, bukannya katamu kemarin, kamu ingin melanjutkan sekolahmu?" Ira berceletuk riang di atas meja makan. Meski Alea sudah menjadi kakak iparnya, namun tetap saja Ira enggan memanggilnya dengan sebutan 'kakak'. Dia merasa lebih suka memanggil Alea dengan namanya mengingat umur mereka yang terpaut beberapa angka.
Alea mendelik ke arah Ira, tak menyangka jika Ira akan berkata seperti itu di hadapan Mahesa.
Mahesa seketika melayangkan pandangan matanya ke arah Alea, seakan meminta penjelasan atas pernyataan yang terlontar dari mulut Ira.
"Benarkah itu Lea?"
"Iya, kemarin dia berkata iri padaku karena bisa meneruskan S2 ku di luar negeri, sedangkan dia harus tetap disini menjadi istri dari laki-laki tua seperti kakak"
Kini giliran Mahesa yang mendelikkan matanya, bukan ke arah Ira, melainkan ke arah Alea yang terkekeh kecil mendengar perkataan Ira barusan.
"Biarkan dia melanjutkan sekolahnya kak, Alea masih sangat muda. Sayang jika dia hanya tamatan SMA" Ira menatap lekat wajah Alea, terlihat sedikit guratan harapan terpancar dikedua netranya.
Alea sama sekali membisu, dia bingung harus seperti apa menanggapi percakapan dua orang saudara yang tengah membicarakan tentang dirinya. Namun jujur dalam hati kecilnya besar harapannya untuk bisa kuliah, karena cita-citanya sejak dulu adalah menjadi seorang wanita karir bukannya IRT muda seperti yang terjadi pada dirinya saat ini.
" Tentu saja boleh, asalkan itu memang apa yang dia inginkan" Mahesa menatap wajah Alea, tatapannya sangat teduh, kedua sudut bibirnya membuat simpul senyuman yang menawan.
"Terimakasih mas" Alea bersorak dalam hati. Tentu saja itu adalah hal paling menggembirakan yang pernah dia dengar sejak berada dirumah ini.
"Tapi ada syaratnya, kamu cari kampus yang ada dikota ini ya. Aku tidak mau jika kita harus berjauhan"
"Iya, nanti aku pilih-pilih dulu kampusnya" Alea menjawab penuh antusias.
Tentu saja, keputusan untuk melanjutkan ke jenjang perkuliahan bagi Alea bukanlah perkara yang mudah, mengingat sekarang dirinya sudah memiliki seorang suami, bisa saja dia hamil sewaktu-waktu. Dia harus memutar otak bagaimana caranya agar Mahesa mau menunda memiliki momongan, setidaknya sampai Alea menyelesaikan S1 nya dan berhasil mendapatkan pekerjaan sesuai keinginannya.
Meski sebenarnya Mahesa lebih dari sekedar mampu untuk menafkahi Alea, namun tetap saja Alea sangat ingin bekerja dan memperoleh penghasilannya sendiri.
...****************...
Jam digital di atas meja kerja Mahesa menunjukkan angka 23.48, Namun jemari siempunya masih saja sibuk menari-nari di atas keyboard. Beberapa kali dia nampak menguap, menandakan jika tubuhnya mulai lelah.
Namun masih ada beberapa laporan yang harus dia lihat, sebelum terlanjur ditanda tangani oleh client nya.
Tok! Tok! Tok!
Terdengar ketukan pintu memaksanya untuk mendongakkan kepalanya ke sumber suara itu.
"Siapa?" Mahesa bertanya heran siapa yang tengah mengetuk ruang kerjanya di tengah malam begini.
"Aku Lea mas, mas Hesa sibuk kah?" Jawab suara dari seberang sana.
"Masuklah Lea, aku sedang tidak sibuk"
Mahesa menutup laptop dihadapannya, mencoba memusatkan perhatiannya pada sang istri yang baru saja masuk. Rasa penasaran berhasil membuatnya menyudahi pekerjaannya.
"Ada apa Lea?" Mahesa mengernyitkan dahinya, biasanya Alea tidak akan mengganggu waktunya saat berada di ruang kerja.
Alea duduk di kursi berhadapan dengan suaminya yang kini tengah duduk sambil bertopang dagu, tak sabar mendengarkan kata-kata yang akan meluncur dari bibir istrinya.
"Aku sudah tahu mau kuliah di kampus mana" Mata Alea berbinar-binar saat menyampaikan dimana dia akan melanjutkan studynya.
"Oh ya, dikampus mana?" Tanya Mahesa penasaran.
"ITB" Jawab Alea singkat.
Mahesa hanya tersenyum simpul mendengar jawabanya dari istrinya, pasalnya dia sudah bisa menebak dikampus mana Alea akan menentukan pilihannya.
"Tapi...." Alea terdiam sejenak, sedikit ragu dengan apa yang akan dia katakan setelahnya.
Mahesa tak bergeming, mencoba memberi ruang untuk istrinya berfikir. Meski sebenarnya dia juga penasaran dengan kelanjutan kata-katanya.
"Kenapa sayang?" Mahesa mengulurkan tangannya untuk membelai rambut istrinya yang tergerai indah.
"Bolehkan jika kita menunda memiliki momongan?" Alea berkata sedikit ragu. Dia sadar Mahesa mewarisi seutuhnya perusahaan peninggalan ayahnya, sedangkan Ira sama sekali tidak memiliki hak, karena dia hanyalah seorang anak tiri dikeluarga itu.
Dan sebagai pewaris tunggal sudah sewajarnya jika Mahesa mendambakan keturunan yang akan menggantikan dia suatu hari nanti. Namun Alea berfikir sungguh akan merepotkan jika dia harus menuntut ilmu sambil mengandung anak Mahesa.
"Kenapa harus begitu Lea?" Mahesa tergelak lalu menatap tajam mata istrinya, menandakan jika dia keberatan dengan permintaan Alea kali ini.
"Aku akan hamil setelah aku menyelesaikan S1 ku" Alea menggenggam tangan Mahesa dengan kedua tangannya, wajahnya memelas berusaha meyakinkan suaminya agar setuju saja dengan permintaannya.
Sebenarnya Mahesa berat mengabulkan permintaan Alea kali ini, hanya saja dia menyadari satu hal jika Alea memang masih sangat muda untuk menjadi seorang ibu. Begitu pula dengan dirinya.
Tentu saja masih banyak waktu untuk akhirnya memutuskan memiliki sang buah hati, itupun jika Tuhan menghendaki semuanya.
"Yasudah, nanti kita bicarakan ini lagi ya. Sekarang sudah malam kita istirahat dulu ya" Mahesa merangkul pundak istrinya hendak membawanya kembali ke kamar untuk beristirahat.
Alea mengangguk perlahan, hatinya berdebar tak tentu menebak-nebak bagaimana kiranya keputusan yang akan diberikan oleh suaminya nanti.
.
.
tapi gapapalah, kan suami sendiri 🤭🤭
joss banget ceritanya /Drool//Drool/