SRI

Sri berjalan tak tentu arah berputar-putar dari lorong ke lorong rumah sakit yang seakan tak berujung. Dadanya bergemuruh dan pikiran nya kacau bak benang kusut, batinnya seakan terbagi menjadi dua kubu, yang satu berpihak pada kemarahannya saat ini, dan yang satunya mengatakan jika dirinya tidak berhak untuk marah dengan apa yang terjadi, bagaimanapun dirinya hanya orang ketiga, dirinya datang saat Regan dan Karina memang masih bersama dan hal itu di ketahui juga telah di sadari olehnya sejak awal, namun entah mengapa pada akhirnya dirinya menjadi serakah ingin memiliki Regan untuk dirinya seorang diri.

Setelah menghela nafas yang panjang dan dalam, Sri menghentikan langkahnya karena tanpa di sadarinya ternyata setelah berjalan berputar putar dirinya malah kembali berada di depan ruang rawat inap Sari yang tadi sempat di tinggalkannya.

"Ah, bodohnya,,, kenapa aku malah kembali ke sini lagi?" rutuknya pada dirinya sendiri, niat hati ingin melanjutkan perjalanan dan kembali menjauh dari ruangan yang tadi sempat membuatnya sesak nafas itu, namun apa daya hati kecilnya justru menyuruhnya untuk tetap tinggal dan menguping pembicaraan Regan beserta keluarganya yang samar samar terdengar dari celah pintu kamar yang sedikit terbuka.

Sri menyimak semua percakapan Regan, Karina dan Sari juga Dokter Shinta, gadis itu terus bertahan berdiri di depan pintu secara diam diam meski harus menahan perih dan juga sakit di dalam dadanya yang teramat sangat karena dari percakapan mereka di dalam bisa dia simpulkan jika Regan akan kembali pada Karina, tinggal bersama lagi dengan istri sahnya, sementara dirinya pasti akan segera di tinggalkan pria tampan itu, puncak kesakitannya semakin menjadi saat matanya menangkap pemandangan dimana Karina memeluk tubuh Regan dan pria itu terlihat diam saja tanpa menunjukkan penolakan sama sekali, hal itu sangat berbanding terbalik dengan cerita yang sering di sampaikan Regan padanya kalau dia sudah ilfil dan membenci Karina makanya ingin segera bercerai dan menikah dengan dirinya, namun nyatanya? Adegan berpelukan mesra suami istri itu terlihat sungguh manis dan mesra di mata Sri, membuat matanya sontak tiba tiba rembes dan membasahi pipinya.

*

Sri membuka matanya di pagi hari itu, dengan spontan gadis itu menoleh ke arah kanannya, tidak ada sosok Regan yang biasanya masih terlelap saat dirinya terbangun pagi hari, Sri lantas berjalan ke luar kamar, berharap jika Regan pulang larut malam dan ketiduran di sofa ruang tengah atau di balkon atau dimanapun, namun nyatanya nihil, Regan tidak pulang semalaman, bahkan sejak dirinya berpisah di rumah sakit kemarin pagi, Tidak ada kabar darinya, Regan tidak sekalipun menghubunginya, apakah dirinya benar benar sudah di buang oleh pria yang kemarin malam mencumbunya dengan sangat panas itu?

Masih terasa hangat hembusan nafas Regan saat menyusuri tubuhnya malam itu, bercak bercak merah tanda percintaan di dadanya saja masih terlihat jelas, belum lagi bagian kewanitaannya yang sampai saat ini masih terasa sakit dan ngilu, bukankah itu semua sudah cukup untuk membuktikan jika apa yang terjadi kemarin malam dalah nyata dan bukan mimpi, namun mengapa itu terasa seolah bagai mimpi saat ini.

Sri memandangi ponselnya dan berharap Regan menghubunginya atau sekedar mengiriminya pesan jika dirinya baik baik saja saat ini. Sri masih mematuhi peraturan awal Regan untuk tidak menghubungi kekasihnya itu apapun yang terjadi.

Sementara di lain tempat,

Pagi ini Regan tengah mempersiapkan sarapan untuk sang ibu, dia membawa semangkuk bubur ke kamar Sari yang sejak kemarin siang setelah di perbolehkan pulang dari rumah sakit mulai tinggal di rumah dirinya yang sebelumnya dia tinggalkan karena rencana perceraian dirinya dengan Karina.

"Sudahlah, biar nanti ibu ke meja makan saja, ibu sudah cukup kuat kok," ujar Sari.

"Tidak apa apa Bu, aku ingin menemani ibu lebih lama lagi, maaf jika beberapa hari terakhir ini aku terlalu sibuk dan jarang menengok ibu ke rumah sakit." Regan meletakkan mangkuk berisi bubur yang tadi di pesannya lewat aplikasi online di atas meja samping ranjang sang ibu.

"Semalaman kamu sudah bersama ibu, padahal harusnya kamu menemani Karina, dia sedang mengandung dan pasti membutuhkan mu, kamu malah memilih untuk tidur bersama ibu, kamu sudah akan menjadi ayah, seharusnya tidak terlalu manja begini pada ibu."

Regan hanya tersenyum tipis, bukan karena dirinya manja sehingga memutuskan untuk tidur di kamar yang di tempati sang ibu, dia hanya sedang menghindari untuk satu kamar dan menghabiskan malam dengan Karina.

Regan melirik ponselnya yang semalaman di isi daya dan belum sempat di cabutnya, kemarin dia di sibukkan dengan mengurus kepulangan Sari dan juga mempersiapkan kamar yang akan di tinggali Sari, sehingga dia lupa untuk menghubungi Sri, malamnya saat dia hendak menghubungi kekasihnya itu, justru ponselnya mati karena kehabisan daya, menunggu mengisi daya ponsel sambil mengobrol ngalor ngidul dengan sang ibu malah membuat Regan tertidur karena kelelahan setelah seharian begitu sibuk.

"Maaf Bu, sepertinya aku harus ke kantor, ibu gak apa apa kan kalau aku tinggal, nanti bik Sumi akan datang dan mulai tinggal bersama kita di sini." kata Regan saat dia tiba tiba teringat pada Sri yang seharian kemarin terlupakan, dia juga belum memberi penjelasan perihal kejadian di rumah sakit kemarin, saat ini Sri pasti merasa sedih dan marah, pikirnya.

"Sayang,,, apa kamu lupa kalau toserba masih di tutup dan belum beroperasi kembali? Kamu pasti sangat sedih dengan kejadian itu, sehingga kamu masih sering kelupaan begini. Sabar ya sayang,,, semua pasti berlalu." Suara Karina tiba tiba menyela di antara perbincangan Regan dan Sari pagi itu.

"Hah, di tutup? Kenapa toserba di tutup?" kaget Sari saat mendengar ucapan menantunya.

"Ups,,, aku pikir ibu sudah tau. Itu,,, beberapa hari yang lalu toserba terkena masalah karena---"

"Karina, hentikan!" belum sempat Karina melanjutkan ucapannya, Regan menghentikan ocehan istrinya dengan nada yang terdengar cukup tinggi dan wajah penuh marah, matanya memerah dan pandangannya terlihat sungguh mengerikan pagi itu menatap tajam ke arah Karina yang seketika menutup mulutnya rapat rapat, dia tidak mengira jika Regan akan berani memarahi dirinya di depan sang ibu, karena selama ini dia selalu bersikap manis jika di depan sang ibu.