NovelToon NovelToon
Pengawal Kampung Duren

Pengawal Kampung Duren

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Keluarga / Persahabatan / Slice of Life / Penyelamat
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Hinjeki No Yuri

bercerita tentang Boni, seorang pemuda lugu yang kembali ke kampung halamannya setelah merantau selama 5 tahun. Kedatangannya disambut hangat oleh keluarga dan sahabatnya, termasuk Yuni, gadis cantik yang disukainya sejak kecil.
Suasana damai Desa Duren terusik dengan kedatangan Kepala Desa, pejabat baru yang sombong dan serakah. Kepala desa bermaksud menguasai seluruh perkebunan durian dan mengubahnya menjadi perkebunan kelapa sawit.
Boni dan Yuni geram dengan tindakan kepala desa tersebut dan membentuk tim "Pengawal Duren" untuk melawannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hinjeki No Yuri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Laporan dari Pak Slamet dan Pertemuan Tak Terduga

Pagi itu, seperti biasa, Boni dan Yuni memulai hari dengan berkumpul di kebun bersama beberapa anggota tim Pengawal Duren. Mereka mengevaluasi piket malam sebelumnya sambil berbincang santai tentang rencana dan jadwal piket malam berikutnya. Suasana tenang dan akrab, hingga tiba-tiba Pak Slamet datang dengan wajah yang agak tegang.

Melihat ekspresi Pak Slamet yang berbeda dari biasanya, Boni langsung menyambutnya dengan pertanyaan penuh rasa ingin tahu. “Ada apa, Pak? Bapak kelihatan tegang.”

Pak Slamet menghela napas, kemudian mulai menjelaskan. “Saya tadi pagi mendengar kabar dari seorang teman di kota. Katanya, Kepala Desa memang berusaha mencari dukungan dari luar kampung untuk membantu mengambil alih kebun kita. Dia bahkan berniat menyewa orang dari luar untuk memberikan tekanan kepada kita.”

Kabar itu langsung mengubah suasana yang awalnya tenang menjadi sedikit tegang. Yuni, yang mendengarkan penjelasan Pak Slamet dengan serius, langsung bertanya, “Apakah Bapak tahu orang seperti apa yang akan datang ke sini?”

Pak Slamet menggeleng. “Belum pasti siapa orangnya, tapi katanya mereka akan datang dalam waktu dekat. Teman saya bilang, mereka kemungkinan besar adalah orang-orang yang biasa menangani ‘urusan sulit’.”

Boni dan Yuni saling berpandangan, berusaha memahami langkah apa yang sebaiknya diambil. “Kalau begitu, kita harus segera bertindak. Mungkin kita bisa perketat penjagaan dan memastikan semua warga paham akan situasi ini,” kata Boni, dengan nada serius.

Menanggapi informasi dari Pak Slamet, Boni dan Yuni segera berinisiatif untuk mengumpulkan seluruh warga Kampung Duren di balai desa. Mereka ingin menyampaikan kabar terbaru dan memastikan semua orang siap menghadapi ancaman yang datang.

Ketika semua warga berkumpul, Boni berdiri di depan mereka, lalu mulai bicara. “Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian, kami baru saja mendapat kabar bahwa Kepala Desa berniat membawa orang luar untuk membantu merebut kebun durian kita. Oleh karena itu, kita harus memperkuat penjagaan dan tetap waspada.”

Warga terlihat khawatir, tetapi juga penuh semangat. Mereka tahu bahwa mempertahankan kebun durian adalah hal yang penting bagi masa depan mereka.

“Tenang saja, Pak Boni. Kami akan terus berjaga dengan lebih hati-hati. Saya tidak akan membiarkan siapa pun mengambil kebun kita,” kata Pak Dayat dengan suara lantang, yang langsung disambut dengan sorak-sorai warga lainnya.

Yuni kemudian memberikan saran tentang pembagian tugas dan pengaturan jadwal piket yang lebih rapat. Ia ingin memastikan bahwa setiap sudut kebun diawasi dan tidak ada satu pun orang asing yang bisa masuk tanpa sepengetahuan mereka.

“Ayo kita tunjukkan kepada Kepala Desa, kalau kebun durian ini bukan miliknya untuk diambil begitu saja,” ujar Yuni dengan semangat yang membara.

Beberapa hari kemudian, berita tentang orang luar yang akan datang ke kampung akhirnya terbukti. Seorang pria asing dengan penampilan gagah dan berbadan tegap datang ke Kampung Duren. Ia memakai jaket kulit dan membawa tas besar. Sikapnya tenang, tetapi wajahnya memperlihatkan ketegasan yang seakan mengintimidasi.

Beberapa warga yang melihat kedatangannya langsung memberitahu Boni dan Yuni. Mereka berkumpul di warung Pak Slamet, menunggu perkembangan dan menyusun rencana jika orang tersebut benar-benar menjadi ancaman.

Boni dan Yuni akhirnya memutuskan untuk mendekati orang asing itu dengan hati-hati. Mereka ingin memastikan bahwa orang itu bukan utusan Kepala Desa atau pihak yang akan menimbulkan masalah bagi kebun durian.

“Permisi, Pak. Bapak siapa, ya? Maaf kalau kami terlalu lancang, tapi warga di sini cukup waspada dengan orang baru,” kata Boni sambil berusaha tetap ramah.

Pria itu menoleh, lalu tersenyum. “Nama saya Arman. Saya hanya kebetulan lewat dan tertarik melihat suasana desa yang asri ini. Saya dengar desa ini terkenal dengan duriannya.”

Mendengar penjelasan itu, Boni dan Yuni merasa agak lega, meskipun mereka tetap waspada. Mereka mengajak Arman untuk duduk bersama di warung sambil berbincang lebih lanjut.

Arman ternyata cukup ramah dan memiliki pengetahuan luas tentang perkebunan. Ia bercerita tentang pengalamannya bekerja di berbagai daerah di Indonesia, khususnya di bidang pertanian dan perkebunan. Boni dan Yuni mendengarkan dengan antusias, meski mereka tetap berhati-hati.

“Boni, kalau boleh jujur, saya salut dengan kalian yang berusaha mempertahankan kebun durian di desa ini,” kata Arman dengan nada serius.

Yuni yang sejak tadi penasaran akhirnya bertanya, “Pak Arman, kenapa Bapak tiba-tiba tertarik dengan perjuangan kami?”

Arman tersenyum tipis. “Sebenarnya, saya pernah mengalami situasi serupa di desa saya sendiri. Perkebunan keluarga saya juga pernah terancam diambil alih oleh pihak luar. Dari situ, saya tahu betapa pentingnya melindungi tanah yang sudah kita rawat selama bertahun-tahun.”

Perkataan Arman membuat Boni dan Yuni merasa semakin yakin bahwa pria ini bukanlah ancaman. Malah, Boni mulai berpikir untuk meminta pandangan Arman tentang cara yang lebih baik untuk menjaga kebun mereka dari ancaman Kepala Desa.

Melihat ketulusan Arman, Boni dan Yuni akhirnya mengajaknya bergabung dalam diskusi tim Pengawal Duren. Arman menyambut tawaran itu dengan senang hati dan mulai memberikan beberapa saran berdasarkan pengalamannya.

“Saran saya, kalian harus memperkuat batas-batas kebun dengan tanda-tanda yang jelas. Pasang juga beberapa alat sederhana seperti tali pembatas atau lonceng kecil yang bisa berbunyi kalau ada orang yang mencoba masuk tanpa izin,” kata Arman dengan penuh keyakinan.

Boni dan Yuni merasa bahwa ide-ide Arman sangat berguna. Mereka segera mengumpulkan warga lagi dan menyampaikan saran-saran tersebut. Pak Jono dan warga lainnya menyambut baik ide ini dan langsung mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan.

“Ayo, kita akan buat batas yang jelas. Ini akan memberi sinyal kalau kebun kita bukan untuk dijamah sembarang orang,” ujar Pak Jono dengan semangat.

Dengan arahan Arman, warga mulai memasang tali dan lonceng kecil di berbagai sudut kebun. Mereka juga membuat tanda peringatan dengan lebih mencolok agar tidak ada orang asing yang berani masuk.

Di sisi lain, Kepala Desa yang mendengar tentang kedatangan Arman merasa gusar. Ia sempat mengira Arman adalah orang yang bisa membantunya, tetapi ternyata malah sebaliknya. Arman justru berpihak pada warga dan membantu mereka mempertahankan kebun.

Kepala Desa mendengus kesal sambil memikirkan langkah selanjutnya. “Orang kampung ini benar-benar keras kepala. Tapi saya tidak akan berhenti sampai mereka menyerah,” gumamnya dengan nada marah.

Namun, melihat semakin ketatnya penjagaan warga dan usaha mereka memperkuat batas kebun, Kepala Desa mulai menyadari bahwa warga Kampung Duren tidak akan mudah dikalahkan. Ia tahu bahwa warga kini lebih bersatu dari sebelumnya.

Setelah semua persiapan selesai, warga mengadakan kumpul-kumpul kecil di kebun untuk merayakan persiapan baru mereka. Mereka membawa makanan dan minuman, sambil berbincang santai di bawah pohon durian.

Arman yang hadir di acara itu merasa sangat diterima oleh warga. Ia merasa senang bisa membantu dan melihat semangat warga yang begitu kuat untuk mempertahankan kebun mereka.

“Pak Arman, terima kasih sudah membantu kami,” kata Boni sambil tersenyum. “Saya rasa kehadiran Bapak sangat berarti untuk kami semua.”

Arman menepuk bahu Boni. “Tidak perlu terima kasih, Boni. Saya hanya merasa bahwa perjuangan kalian patut didukung. Ini adalah tanah kalian, dan kalian berhak menjaganya.”

Yuni ikut tersenyum sambil berkata, “Kalau Pak Arman mau tinggal lebih lama di sini, kami dengan senang hati akan menjadikan Bapak bagian dari Kampung Duren.”

Arman tertawa. “Wah, saya jadi betah tinggal di sini. Mungkin saya akan tinggal lebih lama dan membantu kalian.”

Suasana malam itu penuh tawa dan kebersamaan. Warga Kampung Duren merasa semakin percaya diri dan siap menghadapi segala ancaman yang mungkin datang. Di bawah sinar bulan dan di tengah kebun durian yang mereka cintai, mereka tahu bahwa dengan persatuan, mereka bisa mempertahankan kebun ini apa pun yang terjadi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!