Pedang Pusaka menceritakan tentang seorang manusia pelarian yang di anggap manusia dewa berasal dari Tiongkok yang tiba di Nusantara untuk mencari kedamaian dan kehidupan yang baru bagi keturunannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cut Tisa Channel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pemberontakan Kecil
Keesokan harinya, Siaw Jin terbangun ketika matahari telah naik tinggi. Rasa haus dan lapar menerpa tubuhnya yang baru saja mendapatkan energi baru setelah istirahatnya semalam tak terganggu.
Meski tanpa perapian, dia dapat tidur dengan nyenyak sekali. Siaw Jin kini keluar dari kuil tua itu menuju ke sebuah pohon tinggi dan langsung melompat ke atas untuk melihat sekelilingnya.
Jauh di sebelah timur dia melihat anak sungai mengalir dan terdapat sebuah pondok kecil disana.
Tanpa rasa khawatir sedikitpun, Siaw Jin segera melompat turun dan menuju ke arah sungai itu dengan cepat.
Ketika sudah berjarak puluhan meter dari pinggir gubuk yang menghadap sungai itu, Siaw Jin berdiri memandang bengong melihat seorang kakek berambut putih yang memakai pakaian serba hitam.
"Xiansu?" Panggil Siaw Jin yang melihat Xiansu sedang memancing ikan hanya menggunakan tali rapia saja yang di pegang nya seperti orang sedang bermain main saja.
"Hei bocah, siapa kau? Mengapa memanggilku Xiansu?" Tanya kakek itu yang berwajah sangat mirip dengan Xiansu.
Siaw Jin yang memang cerdas itu segera mendekat dan memperhatikan dengan seksama.
Memang kakek ini sangat mirip dengan Xiansu. Namun jika diperhatikan lagi, kakek ini sedikit lebih kurus dan tinggi ketimbang Xiamsu.
Pakaian nya pun berbeda warna dan dari gerak geriknya, kakek ini tidak selembut Xiansu.
"Maaf kek, aku tadi salah mengenali orang". Siaw Jin segera menjura dengan sedikit membungkuk sambil mengepalkan kedua tangannya di depan dada.
"Siapa kau bocah kecil?" Tanya si kakek yang masih sibuk memancing.
Baru saja Siaw Jin berpikiran apa jangan jangan kakek itu gila memancing kok dengan tali tanpa gagang tanpa umpan dan mata pancing, tiba tiba tali plastik itu ditarik oleh si kakek dan seekor ikan sungai besar terbang mendarat tepat di ember yang ada di samping si kakek.
"Siapa kau?" kembali kakek itu bertanya saat melihat Siaw Jin bengong dengan mulut menganga.
"Namaku Siaw Jin kek, dan aku kebetulan tersesat di daerah ini. Bolehkah aku minta sedikit minum dan makanan pada mu?"
"Enak saja minta minta, ambil sendiri kau panggang sendiri. Kalau mau minum, minumlah, air sungai ini biasa ku minum". Jawab si kakek sepintas lalu.
Tanpa banyak membantah lagi, Siaw Jin pun melompat ke sungai untuk minum dan mandi. Sudah lama sekali rasanya dia tidak mandi hingga badan nya lengket dan gatal.
Setelah selesai, tanpa berbicara sepatah katapun, Siaw Jin membuat perapian dengan dua buah batu dan rumput kering ya g ada di gubuk itu.
Akhirnya dia mengambil dua ekor ikan besar di dalam ember dan segera memanggangnya.
"Dasar bocah rakus, ambil tanpa minta, sekali ambil dua yang besar besar pula". Gerutu si kakek.
"Satu untuk ku, satu untuk mu kek, aku tidak serakus itu". Balas Siaw Jin dengan kesal.
setelah selesai memanggang, Siaw Jin pun memberikan seekor ikan panggang kepada si kakek dan memakan seekor untuknya sendiri.
Setelah bercakap cakap, Siaw Jin pun akhirnya mengetahui bahwa kakek itu dikenal dengan sebutan Losian, sedangkan Xiansu adalah panggilan adik kembarnya yang sudah lama menjadi budak kaisar.
Sedangkan dia sendiri lebih senang menyatu dengan alam. Dan kakek Losian (dewa tua) hidup berkelana dari waktu ke waktu kemana saja sesuka hatinya.
Jika dia ingin menetap, begitulah, dia membuat gubuk seadanya dan bisa menetap hingga dua sampai tiga bulan di suatu tempat.
"Apa hubungan mu dengan Xiansu?" Tanya Losian setelah menghabiskan ikan panggang nya.
"Dia kakek angkat ku dan juga guru ku". Jawab Siaw Jin.
"Kalau begitu kau layani lah aku beberapa jurus". Baru habis kata katanya, Losian segera menyerang Siaw Jin yang kaget dan reflek menangkis serangan lawannya.
Hampir 30 jurus mereka berkelahi dan setiap selesai sebuah jurus, Losian kaget menyaksikan apa yang dimainkan bocah itu.
"Cukup, darimana kau dapatkan latihan jurus jurus itu?" Tanya Losian yang kini beranjak duduk ke dalam gubuk sambil mengajak Siaw Jin.
"Hal ini harus ku rahasiakan kek. Aku telah berjanji pada Shifu". Sahut Siaw Jin.
"Hahaha, ternyata kau yang berjodoh dengan kitab itu. Ya, baguslah jika kau berani merahasiakannya". Dengan wajah senang, Losian berkata sambil menepuk bahu Siaw Jin.
###~***~###
Malam itu, terlihat ratusan orang berkumpul di luar tembok kota raja di sebuah rumah besar yang menjadi salah satu rumah persinggahan perdana menteri Ki.
Mereka terdiri dari para tokoh dunia sesat dan ada juga sebagian pendekar yang terkena bujuk rayu para pengikut perdana menteri.
Yang lebih aneh lagi adalah seorang panglima tua yang terkenal jujur dan setia ada dalam kelompok mereka.
Jenderal Bao duduk di bangku dekat perdana menteri Ki.
Beberapa minggu yang lalu, keluarga jenderal Bao di tangkap semua oleh datuk ahli silat pengikut perdana menteri.
Dengan hadiah yang muluk muluk, sang jenderal di ajak kerjasama untuk melakukan kudeta kepada kekaisaran qing beberapa hari lagi.
Yang membuat jenderal Bao terpaksa ikut dan patuh adalah keselamatan keluarganya. Mau dengan ribuan bujuk rayu yang muluk sekalipun, sang jenderal tak akan pernah mau berkhianat.
Tanpa sepengetahuan perdana menteri Ki, jenderal Bao telah menghubungi bala bantuan dimana pun berada termasuk Xiansu yang jauh di himalaya.
Setelah matang mengatur strategi, perdana menteri segera menyuguhkan hidangan yang lezat lezat.
Tanpa menampakkan isi hatinya, jenderal Bao ikut menyantap makanan dengan para pemberontak itu.
Setelah selesai acara malam itu, keesokan harinya, jenderal Bao dikawal oleh pembantu setianya menuju ke Cin An dimana perjanjian nya bertemu dengan para pembantu setia kaisar di adakan di sana.
Sesampainya jenderal Bao, disitu telah hadir para jenderal dan panglima tua dari luar daerah kota raja.
Bersama mereka ada pula Xiansu yang membawa dua orang gadis cilik imut dan lucu.
Segera mereka berunding dengan suasana mencekam. Hasil keputusan mereka, mereka akan bergerak lebih dulu tanpa diketahui pihak pemberontak dan jangan sampai membahayakan nyawa kaisar.
Dalam dua hari itu, diaturlah persiapan dari pihak pembela kaisar yang di pelopori jenderal Bao.
Seluruh kepala atau panglima yang setia kepada kaisar disusupkan ke seluruh tentara keamanan kota raja.
Dilain pihak, perdana menteri yang sangat yakin dengan ancaman nya kepada jenderal Bao pun melakukan persiapan sematang matangnya.
Memang ada sedikit keraguan pada diri perdana menteri bahwa jenderal itu akan berkhianat.
Namun kembali dia di yakinkan oleh para pengikut dan pendukungnya bahwa rencana mereka kali ini pasti berhasil tanpa menemui rintangan yang berarti sedikitpun.
Tibalah hari yang ditunggu tunggu dimana perdana menteri dan datuk datuk sesat yang kepandaiannya tinggi bergerak dari dalam.
Sedangkan lima ribu orang telah mengepung tembok besar kota raja. Mulailah siasat perang dimainkan oleh jenderal Bao yang seolah olah memihak perdana menteri Ki.
Namun di balik itu semua, sang jenderal menjadi pelopor utama dalam mengamankan keselamatan kaisar.
Perang besar pun terjadi antara pasukan kerajaan yang setia dan pasukan pemberontak yang sebagian besarnya merupakan pasukan kerajaan juga.
Sehari penuh perang itu terjadi membuat kota raja gempar. Namun saat malam hendak tiba, pemberontakan itupun dapat di atasi dengan sebaik baiknya.
Perdana menteri Ki yang sangat emosi segera melarikan diri ke rumah peristirahatannya di luar tembok kota.
Niatnya adalah untuk menghabisi keluarga jenderal Bao. Namun saat tiba di sana, beberapa penjaga tahanan di rumah nya itu melaporkan ada seorang kakek yang melumpuhkan para penjaga dan membebaskan keluarga jenderal Bao sehingga kini tidak ada lagi satupun tawanan perdana menteri yang tersisa.
Dengan amarah meluap, perdana menteri dibantu para datuk yang selamat segera melarikan diri ke arah utara dimana mulai saat itu, perdana menteri menjadi pelarian dari kerajaan Qing.
Kaisar pun kini baru sadar atas kesalahannya selama ini. Akhirnya kaisar mencabut hukuman untuk Xiansu dan seluruh rombongan Panglima Bu.
Atas surat resmi kaisar, panglima Bu diminta menjadi panglima kembali sedangkan Xiansu kembali menjadi koksu negara.
Namun dengan halus, Xiansu yang saat itu turut hadir menolak dengan halus. Yang paling membuat kaisar menyesal adalah putra semata wayangnya yang sengaja dari kecil disembunyikan demi keselamatannya kini telah tewas akibat keputusan yang pernah dibuat kaisar saat itu.
Begitulah pemberontakan kecil itu dapat dipadamkan. Dalam pertempuran antara pemberontak dan kerajaan, sebenarnya ada sosok yang sangat besar jasanya yaitu si bocah sakti atau Siaw Jin.
Namun anak ini selalu menyembunyikan diri jika seseorang akan menghadapkannya kepada baginda kaisar di kota terlarang.
BERSAMBUNG. . .