Aryani Faizah yang sedang hamil tua mengalami kecelakaan tertabrak mobil hingga bayi yang ia kandung tidak bisa diselamatkan.
Sang suami yang bernama Ahsan bukan menghibur justru menceraikan Aryani Faizah karena dianggap tidak bisa menjaga bayinya. Aryani ditinggalkan begitu saja padahal tidak mempunyai uang untuk membayar rumah sakit.
Datang pria kaya yang bernama Barra bersedia menanggung biaya rumah sakit, bahkan memberi gaji setiap bulan, asalkan Aryani bersedia menjadi ibu susu bagi kedua bayinya yang kembar.
Apakah Aryani akan menerima tawaran tuan Bara? Jika mau, bagaimana kisah selanjutnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Hari minggu pagi mobil box salah satu catering mengantar paket aqiqah yang sudah di kemas rapi ke yayasan anak yatim piatu. Ya, saat ini sudah tiba waktu aqiqah si kembar.
Di belakang mobil box tersebut, mobil mewah yang mengangkut 6 orang mengikuti. Barra bersama Faiz yang menggendong Rohman duduk di jok tengah. Sementara Dilla duduk di sebelah supir menggendong Arrohim.
"Sini biar Rohman saya gendong" Barra merapatkan tubuhnya di sebelahnya Faiz. Apa yang terjadi? Ada getaran di dada Barra, pria itu menatap lekat wajah Faiz hingga membuatnya lupa tujuannya untuk menggendong Rohman, padahal tangan Faiz sudah memberikan Rohman. Merasa tidak disambut Barra, Faiz mengangkat kepala.
"Tuan..." katanya mau gendong Arrohman" Faiz yang ditatap Barra tidak berkedip, bingung.
"Oh, sini-sini" Barra salah tingkah.
"Tadi malam Chana bicara apa sama kamu?" Barra cepat ambil tema pembicaraan untuk mengalihkan. Lagi pula Barra tahu ketika Faiz ditahan Chana di meja makan.
"Tidak banyak Tuan, Nyonya Chana hanya mengatakan selama saya bekerja di rumah Tuan, Tuan sering ribut dengan beliau. Benar begitu Tuan?" Faiz menoleh Barra. Sebenarnya ia tidak mau membicarakan orang lain, tapi jika tidak jujur dengan Barra, Chana semakin keterlaluan.
"Saya pusing Faiz, sebenarnya ingin mengusir Dia dari rumah, tapi separuh rumah itu miliknya." Barra mulai terbuka, hanya Faiz yang bisa Barra jadikan tempat untuk curhat.
"Kenapa rumah itu tidak dijual saja lalu dibagi dua Tuan" Faiz memberi usul.
"Sebenarnya mudah saja saya menjual rumah itu Faiz, tapi masalahnya banyak kenangan di masa lalu," Barra menarik napas berat.
"Maksudnya kenangan bersama istri Tuan..." Faiz memberanikan diri untuk bertanya. Sudah satu bulan bekerja di rumah Barra tetapi tidak pernah mendengar cerita istri Barra.
"Bukan, tapi kenangan aku sama Mama." Barra bersandar di jok dengan mata terpejam, jika sudah begitu pasti ingat mamanya.
"Oh..." Faiz manggut-manggut.
"Daripada menjual rumah itu, saya lebih baik membuat rumah untuk Chana" Barra akhirnya menemukan solusi.
"Itu solusi paling baik Tuan. Berarti rumah yang dibagi dua itu hasil gono gini almarhum Papa Tuan, sama Mama Tuan?" Faiz kaget juga, mengapa kisah mama Barra, mirip dengannya.
"Heemm..." Barra mengangguk.
"Kalau saya pribadi menolak keras jika harta gono gini diberikan istri kedua. Orang baru tidak tahu bagaimana merihnya dulu berjuang kok mau enaknya saja" Faiz emosi mengingat Ahsan.
"Kenapa kamu marah?" Dahi Barra berkerut.
"Karena ini pengalaman saya pribadi Tuan, Ahsan baru menceraikan saya selama seminggu, tapi tiba-tiba sudah menikah dengan wanita lain. Terus, dengan seenaknya Ahsan mengajak istrinya tinggal di rumah kami. Saya tidak terima lah, terus sertifikat tanah itu saya ambil." Faiz tiba-tiba mbrebet cerita panjang lebar mungkin dia lupa jika sedang berbicara dengan majikan.
"Kamu sepertinya cemburu gitu" Barra melirik Faiz nampak kecewa.
"Cemburu? Tidak Tuan, tidak sama sekali." Faiz berusaha untuk melupakan Ahsan. Ketika baru berpisah dengan Ahsan seminggu dua minggu memang masih terasa berat, tapi akhir-akhir ini sudah tidak lagi.
"Seandainya ada pria lain yang suka sama kamu, apa kamu mau menerima?" Barra tanya serius.
"Tuan ini ada-ada saja" Faiz tertawa, masa iddah setelah bercerai belum habis, lagi pula pria mana yang akan jatuh cinta kepadanya karena tidak pernah bertemu pria lain.
Obrolan berhenti ketika mereka tiba di depan yayasan yatim piatu. Faiz keluar dari mobil lebih dulu, lalu menunggu Dilla bersama-sama masuk halaman yayasan diikuti Barra.
Tiba di halaman, puluhan anak-anak tengah bermain lompat tali khusus wanita, kemudian yang pria main bola. Di yayasan tersebut tidak ada yang punya hape, jika kebetulan ada yang punya pun tidak boleh untuk mainan, kecuali untuk mengerjakan tugas sekolah.
"Kak Faiz datang... Kak Faiz datang..." beberapa anak segera berlari salim tangan Faiz. Barra dan Dilla kaget karena anak-anak ternyata sudah mengenal Faiz. Jelas mengenal karena Faiz sering datang ke yayasan. Tempat inilah yang membesarkan Faiz sejak bayi.
"Apa kabar kalian?" Faiz tersenyum menatap anak-anak yang menyambutnya dengan ramah
"Alhamdulillah... Kak..." jawab puluhan anak-anak yang rata-rata sd kelas satu dan dua.
"Alhamdulillah... sekarang kalian salim tangan Tuan Barra" titah Faiz.
Anak-anak pun salim tangan Barra, baru kemudian Dilla. "Wah, adiknya kok mukanya mirip, kembar ya, Om?" salah satu anak yang sudah melihat kedua bayi itu senang sekali.
"Kamu benar" Barra tersenyum.
"Anak-anak ini mau dititipkan di sini kan, Om?" Polos anak itu karena sering kali ada orang tua yang memberikan anaknya minta diasuh.
Bara kaget mendengar pertanyaan itu.
"Jelas tidak, kalian ini lucu" Faiz menjawab cepat lalu ambil alih Rohman dari Barra.
"Faiz... kamu datang..." Ibu paruh waktu mendengar ramai-ramai segera keluar.
"Ibu apa kabar?" Faiz pun cium pipi kiri kanan Ibu pengelola yayasan.
"Lucunya... anak kamu sudah lahir Faiz..." Ibu Suhayah menatap bayi dalam gendongan Faiz. "Lalu Ahsan suami kamu mana?" Suhayah belum tahu apa yang terjadi kepada Faiz.
"Bukan bu, ini putra Tuan Barra, kenalkan bu"
"Oh, maaf Tuan, mari-mari masuk" bu Suhayah masuk setelah berkenalan dengan Barra diikuti yang lain. Mereka duduk di kursi kayu yang sudah tua.
Barra menyampaikan tujuannya datang ke tempat ini, tentu saja bu Suhayah senang. Barra pun telepon pihak catering yang masih di pinggir jalan agar membawa makanan masuk.
Anak-anak antusias menerima nasi box dan amplop dari Barra, entah berapa isinya. Setelah berdoa mereka makan bersama.
"Faiz, kenapa kamu bisa mengasuh anak Tuan Barra, lalu anak kamu kemana?" Tanya Suhayah setelah acara sudah selesai.
Dengan perasaan sedih, Faiz menceritakan tentang tabrakan yang menewaskan putrinya, dan perceraianya dengan Ahsan.
"Astagfirullah..." Suhayah sedih, menatap wanita yang ia besarkan sejak bayi itu.
"Begitulah bu, kenapa sejak bayi aku menjadi orang yang terbuang" Faiz menangis dalam pelukan Suhayah.
"Sebenarnya ada apa, Faiz?" Barra menangkap jika Faiz sudah menderita sejak bayi.
"Faiz di buang orang tuanya sejak bayi Tuan" Suhayah menceritakan ketika 30 tahun yang lalu, menemukan bayi di teras yayasan, yaitu Faiz. Entah siapa orang tua yang tega membuangnya.
Barra pun menatap Faiz yang masih terisak-isak di pelukan Suhayah. Dia kasihan kepada Faiz, ternyata penderitaannya di masa lalu, lebih berat darinya.
Beberapa jam mereka di Yayasan kemudian izin pulang. Ketika hendak masuk ke dalam mobil, tatapan Faiz tertuju pada salah satu mobil yang di parkir.
"Tuan, itu mobil yang menabrak saya"
...~Bersambung~...
ayooo trima faiz, jngan lama lama kalau mikir....
lanjut...
semangat...
terima ajaaa
mau dkasih hadiah kah.?? atau perpnjang kontrak... 🤭
lanjut kak