NovelToon NovelToon
Dijual Untuk Hamil Anak Ceo

Dijual Untuk Hamil Anak Ceo

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Mira j

Liana Antika , seorang gadis biasa, yang di jual ibu tiri nya . Ia harus bisa hamil dalam waktu satu bulan. Ia akhirnya menikah secara rahasia dengan Kenzo Wiratama—pewaris keluarga konglomerat yang dingin dan ambisius. Tujuannya satu, melahirkan seorang anak yang akan menjadi pewaris kekayaan Wiratama. agar Kenzo bisa memenuhi syarat warisan dari sang kakek. Di balik pernikahan kontrak itu, tersembunyi tekanan dari ibu tiri Liana, intrik keluarga besar Wiratama, dan rahasia masa lalu yang mengguncang.

Saat hubungan Liana dan Kenzo mulai meluruhkan tembok di antara mereka, waktu terus berjalan... Akankah Liana berhasil hamil dalam 30 hari? Ataukah justru cinta yang tumbuh di antara mereka menjadi taruhan terbesar?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mira j, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 7

Pagi itu, suasana di villa tempat Kenzo dan Liana tinggal terasa hangat dan tenang. Cahaya matahari menyusup masuk melalui celah tirai, menyinari dapur yang dipenuhi aroma sedap masakan. Maria, wanita paruh baya yang dipercaya Kenzo untuk mengurus villa, tampak sibuk menyiapkan perlengkapan sarapan. Di sisinya, Liana tampak lincah dan cekatan memasak hidangan sederhana.

Meski hanya olahan rumahan seperti nasi goreng, telur dadar, dan sup sayur bening, aroma yang keluar dari dapur sangat menggoda. Tangan Liana bergerak luwes saat menyusun hidangan di atas meja makan. Ia sesekali tersenyum kecil saat Maria memuji kemampuannya memasak.

“Masakannya harum sekali, Nona Liana. Saya yakin Tuan Kenzo akan suka,” ujar Maria sambil tersenyum hangat.

Liana hanya membalas dengan anggukan pelan. Ada semburat merah di pipinya yang belum sepenuhnya hilang sejak kemarin. Meski hubungan mereka masih terasa canggung.

Tak lama berselang, suara langkah kaki terdengar dari arah koridor. Kenzo keluar dari kamarnya, mengenakan kaos hitam dan celana santai. Rambutnya masih sedikit basah, menandakan ia baru saja selesai mandi. Wajahnya terlihat lebih segar dibanding hari-hari sebelumnya.

Begitu tiba di ruang makan, langkahnya terhenti sejenak. Matanya langsung menangkap sosok Liana yang sedang membetulkan letak piring di atas meja. Aroma sedap yang memenuhi ruangan membuat perutnya langsung merespons.

“Harumnya menggoda,” gumam Kenzo, sambil berjalan mendekat lalu duduk di kursi kepala meja.

Liana menoleh, sedikit gugup. “Saya hanya memasak yang sederhana, kalau tidak suka—”

“Duduklah,” potong Kenzo datar tapi tidak terdengar kasar. “Kita makan bersama.”

Liana mengangguk pelan dan duduk di sampingnya. Maria menyajikan teh hangat, lalu mundur perlahan, memberi mereka ruang untuk menikmati kebersamaan.

Untuk sesaat, hanya terdengar suara sendok dan garpu yang bersentuhan dengan piring. Kenzo mengunyah perlahan, lalu menatap Liana dengan ekspresi yang sulit ditebak.

“Kamu masak sendiri semuanya?” tanyanya tanpa menoleh penuh.

Liana mengangguk kecil. “Iya. Dibantu Maria juga sedikit.”

Kenzo tidak menjawab, hanya mengangguk sekali lalu kembali makan. Namun, dalam hatinya, ia mengakui bahwa masakan Liana benar-benar enak. Mungkin, hidup bersama Liana takkan seburuk yang ia pikirkan.

Di meja makan, suasana sempat terasa kaku. Liana duduk dengan sikap sopan, sementara Kenzo tampak menikmati makanannya dalam diam. Namun, setelah beberapa saat, Kenzo berinisiatif untuk mencairkan suasana.

“Dulu kamu sering masak di rumah?” tanyanya tiba-tiba, suaranya terdengar lebih ringan dari biasanya.

Liana sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. Ia mengangguk pelan sambil menatap piringnya. “Iya... biasanya untuk ayah dan ibu.”

Kenzo menyesap teh hangatnya lalu mengangguk. “Kamu punya tangan yang terampil. Mungkin lain kali kamu bisa ajari Maria beberapa resep.”

Liana tersenyum tipis, ada rasa hangat yang muncul di dada mendengar pujian itu, meski terdengar sederhana.

“Kalau kamu suka, aku bisa masak tiap hari,” jawabnya pelan, hampir seperti gumaman.

Kenzo hanya menatap sekilas lalu mengangguk singkat. “Kita lihat nanti.”

Setelah sarapan selesai, Kenzo meletakkan serbet di atas meja, lalu berdiri sambil merapikan kaosnya.

“Bersiaplah. Kita akan pergi ke tempat yang sudah aku atur,” katanya dengan nada tenang namun tegas.

Liana mengerutkan kening. “Sekarang?”

Kenzo menatapnya sebentar. “Iya. Semua sudah diatur. Tak akan ada yang tahu, termasuk keluargaku.”

Liana tak bertanya lebih lanjut. Ia tahu maksud Kenzo: pernikahan rahasia mereka akan berlangsung hari ini. Hanya mereka berdua dan pihak resmi dari KUA yang tahu.

Liana bangkit dari duduknya, hatinya berdebar kencang. Meski pernikahan ini tersembunyi dan mungkin tak diwarnai cinta, ia tetap ingin menghalalkan anak yang akan di kandungannya.

Sementara itu, Kenzo melangkah ke luar dengan wajah tenang dan rencana yang sudah tersusun rapi di kepalanya. Tak boleh ada yang tahu. Setidaknya, untuk sekarang.

Tak butuh waktu lama, Kenzo dan Liana sudah duduk di dalam mobil yang akan membawa mereka ke tempat tujuan. Mobil hitam itu melaju perlahan meninggalkan villa, menyusuri jalanan yang masih lengang di pagi hari. Suasana di dalam mobil sunyi, hanya terdengar dengungan mesin dan desiran angin yang menerpa kaca jendela.

Sementara itu, dari balik jendela dapur, Maria memperhatikan mobil yang membawa mereka pergi. Alisnya mengernyit, pandangannya tak lepas dari mobil yang menghilang di tikungan.

"Kenapa pagi-pagi sekali sudah pergi? Tanpa bilang apa-apa pula…" gumamnya pelan. Ia merasa ada sesuatu yang janggal. Biasanya, Liana akan memberitahu ke mana ia akan pergi, apalagi jika itu bersama Kenzo.

Maria mengingat-ingat percakapan semalam. Tak ada petunjuk apa pun. Bahkan saat menyiapkan sarapan tadi, Liana hanya tersenyum kecil, terlihat gugup namun berusaha menutupi. Ada sesuatu yang sedang dirahasiakan—dan Maria bisa merasakannya.

Di dalam mobil, Liana duduk di samping Kenzo, sesekali mencuri pandang ke arahnya. Ia gugup, namun juga dipenuhi rasa lega. Hari ini, ia akan menikah diam-diam dengan pria yang awalnya asing baginya, tapi perlahan membuatnya merasa aman meski tak diucapkan.

Kenzo tampak tenang, fokus menatap jalan. Semua persiapan telah diatur. Tidak akan ada yang tahu, tidak Maria, tidak Claudia, tidak siapapun dari keluarganya. Ini hanya antara dirinya dan Liana.

"Sudah siap?" tanya Kenzo pelan, memecah keheningan.

Liana menoleh dan mengangguk pelan. "Sudah… meskipun aku masih sulit percaya ini benar-benar terjadi."

Kenzo menghela napas singkat. "Setelah ini, hidupmu akan berubah. Tapi ingat, pernikahan ini tetap harus dirahasiakan."

Liana mengangguk lagi, lebih pelan dari sebelumnya. “Aku mengerti…”

Kantor KUA itu sederhana, sunyi, dan seolah memahami betapa sunyinya hati seorang gadis yang akan menikah tanpa didampingi orang tuanya. Di sudut ruangan, hanya ada penghulu, dua saksi yang dibawa oleh Kenzo secara diam-diam, dan seorang staf administrasi.

Liana duduk dengan kepala tertunduk. Tangannya menggenggam ujung kerudung putih polos yang baru saja ia kenakan. Wajahnya tak dirias, namun tetap terlihat anggun dalam kesederhanaannya. Hari ini seharusnya menjadi hari bahagia, tapi hatinya terasa ganjil—kosong—karena sosok yang paling ia rindukan tak ada disini.

Ayah.

Ia membayangkan wajah ayahnya yang dulu selalu menjemputnya pulang sekolah, meski harus tertatih karena kaki yang lumpuh. Membayangkan senyum menghina ibu tiri yang kini tak lagi menganggapnya sebagai anak, melainkan sebagai beban. Di pelupuk mata, air mata telah siap jatuh, tapi ia menahannya sekuat tenaga.

Sementara itu, Kenzo berdiri di samping penghulu. Ia terlihat tenang seperti biasanya, tapi sesekali melirik ke arah Liana. Dalam hatinya, ada getaran aneh—sesuatu yang belum pernah ia rasakan saat berada di sisi wanita mana pun. Tidak ..ia pernah menikah tapi tak pernah merasakan hal seperti ini. Ada luka di mata Liana yang tak bisa ia jelaskan, dan itu menusuknya diam-diam.

Penghulu membuka buku nikah, lalu menatap Kenzo dengan sopan.

“Sudah siap, Nak?”

Kenzo mengangguk. “Insya Allah, saya siap.”

Liana menegakkan punggungnya, menatap ke depan dengan mata berkaca-kaca. Saat penghulu menanyakan kesiapannya, ia hanya bisa menjawab dengan suara lirih, nyaris tak terdengar.

“Siap…”

Saat ijab kabul dilafalkan, suara Kenzo mantap dan jelas. Tapi di hati Liana, suara itu menggema hingga menyentuh relung paling dalam. Air matanya jatuh, akhirnya tak tertahan. Bukan karena sedih menikah dengannya, tapi karena tak ada tangan ayah yang menggenggamnya, tak ada doa lembut seorang ibu yang membelai kepalanya.

Setelah semua selesai dengan menggunakan wali hakim, penghulu memberikan ucapan selamat. Kenzo mendekat, berdiri di hadapan Liana yang masih terisak kecil. Ia mengulurkan tangan, menyodorkan buku nikah yang kini sudah sah menjadi bukti pernikahan mereka.

Liana menerimanya dengan tangan gemetar. Dikecupnya tangan Kenzo yang kini sudah resmi menjadi suami nya. "Terima kasih... sudah mau menikahiku," ucapnya pelan.

Kenzo memandangnya, kali ini lebih lama dari biasanya. “Kau sudah menjadi istriku sekarang. Aku tidak tahu bagaimana cara membahagiakanmu… tapi aku janji tidak akan menyakitimu.”

Liana menunduk, dadanya sesak oleh haru. Di saat orang lain menikah dengan pesta mewah, ia menikah dalam diam—tanpa peluk ayah.Tapi hari ini, ia sah menjadi istri dari pria yang entah mengapa, membuat hatinya sedikit tenang. 

Setidaknya ia tidak melakukan kesalahan tanpa adanya status. Mungkin di lain sisi pernikahan ini tidak sah karena tanpa wali sang ayah yang masih hidup tapi ini lebih baik daripada tidak sama sekali. itulah yang ada di pikiran Liana saat ini .

Setelah semua urusan di kantor KUA selesai, Kenzo menggandeng tangan Liana keluar. Tak banyak bicara, namun genggamannya hangat dan mantap. Di dalam mobil, suasana hening hanya dipecah oleh desiran pendingin udara dan detak pelan jantung mereka yang masih berdebar usai ijab kabul.

“Lapar?” tanya Kenzo akhirnya, menoleh singkat ke arah Liana.

“Sedikit…” Liana menjawab pelan, senyumnya lemah namun tulus.

“Baik. Kita makan dulu. Ada restoran dekat sini, tempatnya tenang.”

Tak lama, mereka tiba di sebuah restoran kecil berdekorasi kayu alami dengan pemandangan danau di sampingnya. Tempat itu cukup tersembunyi dan damai—cocok untuk momen seperti ini. Pelayan menyambut mereka dengan sopan dan membawa ke meja pojok yang nyaman, jauh dari sorot mata orang.

Liana duduk, ragu membuka buku menu. Ia memilih sup ayam dan seporsi nasi hangat. Sementara Kenzo memesan sepiring nasi dan ayam ,ia memesan kopi dan beberapa makanan ringan.

Saat pelayan pergi, Liana membuka suara lebih dulu.

“Sekarang… aku sudah jadi istrimu.”

Kenzo menatapnya sesaat, lalu mengangguk pelan. “Iya. Resmi. Tanpa saksi keluarga, tapi sah di mata agama dan negara.”

“Meski tersembunyi… aku akan tetap menjalani ini sepenuh hati,” ujar Liana lirih. Tangannya menggenggam ujung taplak meja, matanya menunduk.

Kenzo menyandarkan punggung ke kursi. Tatapannya serius tapi lembut. “Aku menghargai itu. Dan seperti janjiku… aku akan menjagamu. Kita mungkin tak menikah karena cinta, tapi kita tetap bisa saling menghormati.”

Liana mengangguk. “Dan soal anak…”

Kenzo menarik nafas pelan. “Ya. Aku tahu itu keinginan keluarga. Juga alasan utama kita menikah.”

Liana menggigit bibir bawahnya, lalu memberanikan diri menatap mata Kenzo. “Kalau begitu… kapan kita mulai mencoba?”

Kenzo terdiam sejenak, matanya menelusuri wajah Liana yang tampak lebih dewasa hari ini. “Mulai malam ini. Jika kau siap.”

Wajah Liana memerah, tapi ia mengangguk perlahan.

“Aku siap… bukan karena terpaksa. Tapi karena itu sudah menjadi tugasku sebagai seorang istri, Aku ingin anak ini lahir dari hubungan yang halal… dan aku ingin dia tumbuh tahu bahwa ia tak lahir dari dosa.”

Kenzo menyentuh jarinya di atas meja. “Kau wanita yang kuat, Liana.”

Makanan datang, dan mereka makan dalam suasana yang jauh lebih ringan. Kenzo bahkan sempat melemparkan candaan kecil tentang bagaimana mungkin anak mereka akan mewarisi sifat keras kepala Liana, membuat gadis itu tersenyum malu.

Di tengah hangatnya aroma sup dan secangkir kopi, dua hati yang dulu asing kini mulai menyatu dalam ikatan tak biasa—pernikahan yang mungkin awalnya sekadar kewajiban, namun perlahan membuka peluang untuk saling menerima… dan mungkin, mencintai.

Matahari mulai tergelincir ke barat ketika mobil yang ditumpangi Kenzo dan Liana perlahan memasuki halaman villa. Suasana senyap menyelimuti, hanya angin sore yang membelai pepohonan di sekitar vila itu.

Maria, yang sedari tadi membereskan dapur, sempat melongok dari jendela. Ia melihat Liana turun dari mobil bersama Kenzo. Tatapannya sempat menelisik, bibirnya hendak membuka pertanyaan, tapi langsung ia tahan. Maria tahu batasannya. Kenzo bukan hanya tamu, ia adalah majikan di tempat ini—dan bukan tipe pria yang bisa diganggu dengan pertanyaan iseng atau komentar berlebihan.

Meski penasaran, Maria hanya menyapa sopan. “Selamat datang, Tuan Kenzo, Nona Liana.”

Kenzo mengangguk singkat. “Kami ingin istirahat. Tolong jangan ganggu.”

Maria langsung menunduk. “Baik, Tuan.”

Tatapannya kemudian jatuh pada Liana yang terlihat sedikit berbeda. Gerak-geriknya hati-hati, ada rona halus di pipinya. Maria hanya bisa menarik nafas pelan. Ada sesuatu yang terjadi hari ini—ia bisa merasakannya. Tapi tentu saja, bukan haknya untuk bertanya.

Saat Liana dan Kenzo masuk ke dalam, Maria hanya berdiri di dekat dapur, memandang punggung mereka menghilang di balik pintu. Dalam hati ia bergumam, Apakah benar apa yang lihat? Mereka masuk dalam kamar yang sama ? Tapi… itu bukan urusanku.

Dengan hati-hati, Maria kembali sibuk dengan pekerjaannya, menjaga segala sesuatu tetap rapi dan tenang. Sebab di rumah itu, tak ada ruang untuk pertanyaan yang tak diminta—terutama jika menyangkut Tuan Kenzo.

1
watashi tantides
Nyesel ya pak gara gara nikah lagi😔 Kasian nasib Liana anak kandungnu pak😭
watashi tantides
Sakit banget💔😭 Liana 🫂
watashi tantides
Semoga Kenzo jatuh cinta ke Liana🥰 maaf Claudia istri sah itu semua karna kamu yang mepersatukan Kenzo dan Liana dan yang terlalu tega ke mereka😔
watashi tantides
Sakit banget💔😭
watashi tantides
Please ini mengandung bawang😭
watashi tantides
Mulai tumbuh benih sayang Kenzo ke Liana🥹🤍
Mira j: trimakasih KK dah singgah 🙏🏻💞
total 1 replies
watashi tantides
Liana😭❤️‍🩹
watashi tantides
Liana😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!