Shiza, murid pindahan yang langsung mencuri perhatian warga sekolah baru. Selain cantik, ia juga cerdas. Karena itu Shiza menjadi objek taruhan beberapa cowok most wanted di sekolah. Selain ketampanan di atas rata-rata para cowok itu juga terlahir kaya. Identitas Shiza yang tidak mereka ketahui dengan benar menjadikan mereka menganggapnya remeh. Tapi bagaimana jika Shiza sengaja terlibat dalam permainan itu dan pada akhirnya memberikan efek sesal yang begitu hebat untuk salah satu cowok most wanted itu. Akankah mereka bertemu lagi setelah perpisahan SMA. Lalu bagaimana perjuangan di masa depan untuk mendapatkan Shiza kembali ?
“Sorry, aku nggak punya perasaan apapun sama kamu. Kita nggak cocok dari segi apapun.” Ryuga Kai Malverick.
“Bermain di atas permainan orang lain itu ternyata menyenangkan.” Shiza Hafla Elshanum
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ririn rira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Confess dan perubahan
Bel istirahat pertama berdering nyaring, para siswa berhamburan ke luar kelas. Termasuk Shiza dan Aysela. Namun langkah mereka terhenti saat Candra masih duduk di kursinya. Entah sejak kapan Dimas dan Candra membentuk sircle pertemanan. Shiza memutar tumitnya begitu pun yang lain. Iris matanya menangkap tatapan kosong Candra yang termenung.
"Kamu nggak ke kantin?"
Candra refleks menoleh saat mendengar suara gadis cantik itu. "Enggak dulu Shiza, kalian aja." Senyum tipis terukir disana.
"Oke." Sahut Shiza. "Kamu bawa bekal?"
Candra mengangguk. Mereka melanjutkan langkah meski ragam tanya mengisi benak. Apa Candra sakit karena kemarin atau dia kena marah setelah sampai rumah. Shiza ingin sekali menanyakan itu tapi ia urungkan karena situasinya tidak tepat.
"Si Candra kenapa ya?" Dimas juga ikut bingung tidak biasanya temannya itu murung.
"Aku juga heran kemarin happy aja." Sahut Shiza menghentikan langkah di depan kelas Adel.
"Kemarin kalian ketemu?" Aysela melontar tanya kembali melanjutkan tujuan.
"Iya kami belajar naik sepeda." Shiza menoleh ke arah Dimas. "Apa tante Niken marah ya oleh Candra pulangnya sore banget."
Dimas menggeleng. "Setahu aku tante Niken bukan tipe pemarah."
"Kalian bahas apa sih?" Adel yang tidak tahu merasa penasaran.
"Si Candra tiba-tiba anteng hari ini." Ujar Dimas.
Mereka tiba di kantin, memesan masing-masing. Seperti biasa Shiza dan yang lainnya memilih meja disisi dinding. Tidak hanya Candra yang membuatnya bingung sosok Ryuga juga menyelinap ke dalam otak cantiknya. Kemana pemuda itu sejak kemarin tidak ada kabar. Biasanya spam pesan tidak berhenti sebelum dapat balasan.
"Shiza."
Semua atensi teralihkan pada pemilik suara. Tidak jauh dari meja Shiza dan teman-teman. Karen berdiri dengan kedua tangan saling bertaut di depan dan gestur tubuh gelisah.
"Kenapa?"
Karen menarik nafas pelan seolah jangan sampai terdengar jika dirinya gugup. "Aku minta maaf gara-gara aku. Gita melakukannya sampai Ryuga jadi korban."
Shiza melepas sendok dari tangannya. Ia bisa melihat kesungguhan kakak kelasnya itu. "Iya, kemudian hari jangan memaksakan kehendak dengan orang lain sampai menimbulkan perselisihan."
Karen mengangguk. "Terimakasih." Gadis itu langsung menyeret langkahnya keluar dari kantin. Di belakangnya beberapa pujian menggiring karena sikap beraninya meminta maaf yang jarang bisa di lakukan seseorang disaat ia benar-benar salah.
Shiza melanjutkan kembali makannya. Jauh dalam hatinya sangat lega dan nyaman. Shiza hanya ingin menghabiskan masa SMA nya dengan manis. Ia ingin mengukir cerita sesuai usia tanpa menyakiti atau melukai orang lain dengan sengaja.
"Kalian sudah tahu nggak, di lapangan banyak bunga." Salah satu siwa datang terengah. "Katanya, Ryuga mau nembak cewek."
Shiza mendengar kalimat itu dengan jelas. Jadi dia mau nembak cewek pantas nggak ada kabar.
"Ah, bakalan patah hati berjemaah ini." Ucap Adel dramatis.
"Cewek mana ya?" Dimas masih belum selesai makan.
Pertanyaan itu hanya lewat terbawa angin. Karena detik bersambut nama Shiza terucap dari seorang siswi perempuan yang memanggilnya. Gadis itu sepertinya dari kelas sepuluh.
"Kak Shiza di minta ke lapangan."
"Kenapa?"
"Kak Ryu bilang kakak harus kelapangan kalau nggak mau lihat dia ngamuk." Siswi cantik ini meneruskan kata-kata pemuda gampang tantrum itu.
"Dia gila." Shiza gegas bangkit di ikuti yang lain. Tidak hanya mereka beberapa siswa juga menyerobot untuk melihat ada apa di lapangan. Manik mata Shiza melebar melihat banyak bunga segar tersusun membentuk namanya di tengah lapangan bola sekolah.
"Shiza kemari." Ryuga melambaikan tangannya setelah melihat sosok yang di tunggu ada disana. Senyum pemuda itu mengembang memberikan vitamin mata untuk para penggemarnya.
"Ada apa Ryu?" Shiza melangkah perlahan penuh penasaran. Pandangannya menangkap keberadaan Dariel dan Chio tidak jauh dari sana.
"Berdiri disini." Ryuga tidak sabar langsung menarik tangan Shiza ke tengah. Mengurung obsidian gadis itu hanya tertuju padanya. Di dalam rongga dada debaran dahsyat berlomba dengan afeksi yang menggelitik bak kupu-kupu beterbangan. Melihat Shiza diam, Ryuga tersenyum lalu melangkah mundur. "Tunggu disitu." Ucapnya berbalik. Ia mengambil mahkota bunga yang dirangkai sendiri dari tangan Dariel. Setelahnya Ryuga maju mendekat. Menatap lekat wajah cantik Shiza yang tertimpa hangat matahari. "Za..." Sialnya Ryuga semakin gugup tidak karuan. "Saat melihat kamu pertama kali aku tertarik sama kamu." Pemuda itu menelan saliva mendapatkan tatapan dalam dari Shiza. "Aku suka sama kamu." Setengah beban terangkat dari dada Ryuga. "Kamu mau jadi pacar aku?" Pertanyaan terakhir mempertaruhkan harga diri dan image selama ini yang disandangnya. Tanpa sadar keringat dingin mengalir di sela-sela jari Ryuga. Jangan di tanya jantungnya seperti apa sudah berdebar manja tidak karuan.
Shiza tidak lagi mengunci tatapan tapi ia menatap sekelilingnya yang hening menanti jawaban. Tidak jauh dari sana Aysela dan yang lain juga melihat ke arahnya. Shiza kembali menatap Ryuga yang menunggu dengan sabar. Senyum manis terulas di bibir gadis cantik itu. "Aku mau."
Ryuga membatu masih mencerna jawaban yang sangat tipis terdengar. Ia belum yakin dengan semuanya. "A—apa aku nggak dengar."
"Aku mau jadi pacar kamu, Ryuga Kai Malverick"
Huaaaa
Jawaban lantang lahir dari bibir Shiza menimbulkan sorakan patah hati. Padahal hampir semua orang mengharapkan jawaban tidak.
Ryuga tersenyum lebar lalu memasang mahkota bunga di kepala Shiza. "Makasih." Ucapnya berbinar. Tunggu, kenapa rasanya sebahagia ini apa karena dia akan dapat hadiah. Menepis rasa itu, Ryuga meraih kedua tangan Shiza dan menggenggamnya.
"Oke selesai ! Silahkan masuk kelas bel sudah berbunyi dan kamu Ryu bersihkan lapangan ini." Suara Chio meretakkan kebahagian Ryuga. Ia menghabiskan waktu satu jam bernego dengan guru untuk melancarkan usaha sahabatnya itu. Dengan perjanjian Ryuga membersihkan sisanya.
"Ck, ganggu aja sih kamu !"
"Itu perjanjiannya." Chio melangkah pergi dengan sudut bibir terangkat senang. Status Ryuga anak pemilik sekolah tidak berlaku untuknya.
"Perjanjian apa?" Shiza penasaran.
"Membersihkan semua ini, kamu masuk gih biar aku yang bereskan."
"Beneran nggak mau di bantu?" Shiza melepaskan mahkota bunga dari kepalanya.
"Iya cantik sana masuk nanti kulit kamu hitam loh kelamaan di bawah terik matahari."
Shiza mengangguk lalu menghampiri teman-temannya yang masih setia menunggu. Sorot mata mereka seolah bertanya 'Apa kamu yakin' Shiza mengangguk sambil tersenyum. Di lapangan, Ryuga mengomel tanpa henti disana masih ada Dariel dengan kesetiaan tinggi membantu.
🌷🌷🌷🌷🌷
Candra menarik nafas panjang melihat berita yang masuk base beberapa menit lalu. Admin akun itu rupanya sangat cepat memberikan informasi sayangnya semua akurat. Bibir Candra tersenyum tipis melihat wajah cantik Shiza bermahkota bunga. "Maaf... Bapak ada benarnya."
Pak Umar selalu menjaga keadaan keluarganya jangan sampai jadi buah bibir yang mengakibatkan istrinya kepikiran dan jatuh sakit.