Salahkah jika aku penasaran dengan yang namanya cinta dan kasih sayang? Salahkah jika aku sangat haus akan dua rasa itu? Sebenarnya, apa itu kasih sayang? Apa itu cinta?
Disinilah aku, tinggal sebagai seorang keponakan, sepupu, serta orang asing dalam keluarga paman yang sangat membenci kehadiranku. Berbagai cacian, siksaan, serta hinaan, semuanya aku terima. Sampai dimana... dia datang. Tiba-tiba saja, tangannya terulur, membawaku entah kemana dengan kata-katanya yang begitu hangat namun menakutkan.
"Jika kamu sangat ingin merasakan cinta dan kasih sayang, mari kita buat bersama. Mulai sekarang, sampai selamanya... akulah tempatmu untuk pulang."- Adam.
"Jika Anda benar-benar rumah saya, izinkan saya untuk selalu pulang dalam dekapan Anda. Saya mohon, jadilah rumah untuk tempat saya pulang, Tuan Adam."- Ayna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wawawiee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26 Hamil
***
Dibalik wajah datarnya, tersimpan sejumlah kekhawatiran dan kepanikan yang luar biasa. Adam menyetir mobilnya menuju ke rumah sakit tujuan. Ia sangat mengkhawatirkan Ayna, padahal sudah berapa lama ini istrinya tidak pernah selemah ini.
'Tapi kenapa pula dadaku ringan begini? Ya Allah, kenapa ini? Kenapa istriku?'
Adam melirik ke samping, dimana sang istri semakin pucat. Ayna mati-matian menahan mualnya lagi karena aroma dari mobil Adam.
"Bertahan sebentar lagi, sayang. kita akan segera sampai." ucap Adam singkat.
Ayna hanya menganggukkan kepalanya. Ia sudah tidak sanggup berkata-kata lagi. Tak butuh waktu beberapa lama, akhirnya mereka sampai di rumah sakit. Adam keluar terlebih dahulu, lalu ia mengangkut sang istri langsung ke IGD.
"Loh? Adam?" dokter wanita yang pernah dipanggil Adam untuk mengobati Ayna, memanggilnya.
"Berta! Istriku... Tolong..." lirih Adam.
"Wow wow wow, tenang bapak suami. Ayo ke IGD." Berta membimbing Adam menuju ke IGD.
Berta meminta Adam untuk merebahkan tubuh Ayna. Segera ia memeriksakan perut Ayna dengan stetoskop.
"Tadi kamu bilang istrimu muntah? Sudah masuk belum makannya itu?" tanya Berta.
"Satu sendok. Itupun dia muntahkan. Tapi... Ngga seperti ini biasanya. Aku selalu bawa makanan kesukaannya sewaktu pulang kerja, selalu gembira kalau aku bawa makanan kesukaannya. Cuma tadi itu saja dia... Seperti eneg." ucap Adam pelan.
"Eneg... Hooo begitu ya." gumam Berta yang mulai paham keadaan.
"Ha? Kenapa dengannya? Apa ada penyakit yang serius?" tanya Adam bertubi-tubi.
"Ck, berisiklah situ! Sudah, sana dulu. Biar aku periksa istrimu ini."
"Ha? Ngga! Aku tetap disini!" cerca Adam.
"Adoohhh, tambah berabe kalau begini ini. Ya sudah, situ duduk di kursi itu. Biar aku fokus memeriksanya. Btw, kalau hasilnya sesuai dengan apa yang kuduga, kuucapkan selamat ya."
"Selamat? Istriku lagi lemas begini hei, dokter gila! selamat apanya?!"
"J-Jadi dokter, saya kenapa? Anemia ya?" karena sedari tadi ia memperhatikan Adam dan Berta saling mencerca, akhirnya Ayna angkat bicara.
"Ngga kok, ngga sakit apa-apa. Oh ya, karena kebetulan saya baru lulus jadi spesialis kandungan, saya mau tanya sama kamu. Kapan hari terakhir kamu selesai menstruasi?"
"Kapan ya? Maaf, saya lupa dokter." jawab Ayna.
"It's okay. Oi kutu buku pemarah! Kubawa dia ya buat pemeriksaan lebih lanjut!" ucap Berta yang sedikit teriak.
"Aku ikut." kata Adam singkat.
"Ck, ini orang bisa ngga sih ngga ngekor mulu? dikira aku mau jual istrinya apa?" gumam Berta kesal.
***
Ayna dibawa ke ruang pemeriksaan khusus kandungan, dimana Berta sendiri adalah dokter spesialis kandungan. Adam sedari tadi penasaran kenapa Ayna dibawa ke ruangan ini. Beda dengan Ayna sendiri, ia seperti harap-harap cemas apabila itu adalah berita baik.
Perut Ayna diperiksa dengan USG, saat perut Ayna akan diperiksa, Adam heran karena perut istrinya itu sedikit buncit. Dimulailah pemeriksaanya dan nampaklah di layar itu. Ada sebuah kantong yang didalamnya seperti bentuk bayi yang sangat kecil.
"Yep, sesuai dugaanku. Selamat ya Ayna! Kamu hamil satu bulan! Selamat juga ya bro, jangan jadi ayah yang galak loh buat anakmu ini. Yang lembut gitu kek." ucap Berta, ia turut bahagia akan berita baik ini.
"Jadi... Dedek bayi?" tanya Ayna terharu.
"Iya, ini nih. Kelihatan kan? Masih kecil dia." jawab Berta lembut.
Ayna mengusap perutnya. Matanya berkaca-kaca, ia terharu sekaligus bahagia karena ada bayi yang sedang bertumbuh di dalam perutnya.
'Sayang... Anakku... Selamat datang...' batin Ayna.
"Mas-... Eh? Mas?" saat Ayna memanggil Adam, ia langsung panik karena Adam tidak bergeming sedikitpun. Terdiam seperti patung. Berta yang ikut memperhatikan pun juga ikut khawatir.
"Oi. Sadar woi! Pikiranmu ini kosong atau begimanah? Adoohh, hoi Adam!"
PLAK
Sekali tamparan dari Berta, langsung membuat Adam sadar. Air mata mulai menetes.
"Aduh, s-sorry... Kekencangan mukulnya." sesal Berta.
"Anak... J-Jadi, anakku... Di perutnya? Iya kan?" lirih Adam.
"Iyalaaahh, terus anaknya siapa lagi? Kamu kan sering main sama dia?" ucap Berta enteng, ia juga melirik Ayna.
"D-Dokter... jangan begitu..." Ayna menutup wajahnya karena malu dengan ucapan Berta.
"Hehehe..."
Adam dengan sigap langsung meraih kedua tangan Ayna. Ia menggenggamnya, dengan erat. Ucapan terima kasih berkali-kali diucapkan kepada Ayna.
"Terima kasih Ayna... Terima kasih, terima kasih..."
"Mas Adam..."
***
Setelah selesai pemeriksaan lebih lanjut dan telah diberi obat serta vitamin, kini pasangan itu pulang ke rumah dengan perasaan yang sangat bahagia. Selama perjalanan, Adam tak henti-hentinya tersenyum bahagia.
'Mas senang banget ya dengar aku hamil. Dedek sayang, lihat kan kamu? Ayahmu sangat senang mendengar berita kamu hadir di perut bunda. Sehat-sehat ya disana...'
"Ayna."
"Ya?"
"Mau makan apa? Biar aku belikan. Kamu juga belum makan malam ini." ajak Adam.
"Nasi liwet yang tadi saja Mas. Kan belum kemakan juga, sayang mubazir." tolak Ayna dengan tawaran Adam.
"Yakin? Nanti kamu mual lagi makan itu."
"Ngga kok. Insya Allah ngga bakalan. Emang tadi mual... Karena nyium bau coklat." gumam Ayna.
"Eh? Padahal kue coklat stroberi itu kue kesukaanmu loh. Oh iya, jangan bilang kamu ngga suka nak?" tangan Adam terulur, mengelus perut Ayna yang masih rata.
"Jangan menyusahkan bundamu ya nak, biarkan dia makan makanan kesukaannya. Bundamu baru merasakan bahagia akhir-akhir ini." Adam menasihati calon anaknya agar tidak menyusahkan Ayna.
"Hehehe, normal itu Mas kalau saya mual muntah. Kan tadi sama dokter Berta dibilangin begitu. Makanya dikasih obat pengurang mual muntah juga." jelas Ayna.
"Begitu itu, aku tetap khawatir saja denganmu. Ya sudah kalau kamu tetap pengen nasi liwet yang tadi. Untung sudah kututup, dengan tudung saji."
"Oh ya, haruskah kubilang kakek dan nenek berita ini ya?" pikir Adam.
"Jangan dulu deh Mas. Buat kejutan saja dulu bagaimana?" usul Ayna.
"Hmmm, boleh juga tuh. Kukasih tahu mereka sewaktu usia 3 bulan saja ya?"
"Boleh."
***
Akhirnya, pasutri itu sampai di rumah. Lagi-lagi, Adam memperlakukan Ayna dengan... Berlebihan menurut Ayna sendiri. Sewaktu turun, Adam menggendong Ayna hingga sampai di meja makan.
"Mas, saya bisa jalan sendiri." protes Ayna.
"Ngga. Ingat apa kata Berta tadi? Usia kandunganmu yang sekarang itu penuh resiko sampai usia tiga bulan nanti. Jangan melakukan yang berat-berat, banyak istirahat, banyak makan, banyak minum air putih, jangan makan durian dan nanas, pokok banyak tantangannya. Aku sudah minta catatan ke Berta, apa saja yang ngga dibolehkan oleh ibu hamil muda."
"T-Tapi mas, masa kalau masak, bersih-bersih gitu ngga boleh? Mas nanti makan apa?" cicit Ayna.
"Aku bisa masak. Bersihkan rumah juga gampang. Sebelum ketemu kamu lagi, aku sudah tinggal disini lama sayang. Dua hal itu gampang buatku." jawab Adam yakin.
"Gitu itu... Nanti kalau Mas yang lakoni, Mas nanti telat kerjanya..."
"Mau telat kek, ngga masuk kek, ngga ada yang marahin aku kok. Kan aku CEO nya."
"I-Iya sih..." rasa tidak enak menyerang dada Ayna, ia tidak ingin tugasnya sebagai ibu rumah tangga diserahkan semuanya kepada sang suami.
"Ngga apa-apa sayang. Aku ngga keberatan dengan semuanya. Aku tulus karena aku ingin melakukannya untuk meringankan beban mu. tapi bagiku beban mu sekarang jauh lebih berat, Ayna."
"Kenapa Mas?"
Adam meraih kaki Ayna, ia mulai mengurutnya dengan lembut.
"Kamu... Hamil anak kita sampai 9 bulan nantinya. Di saat-saat kamu hamil ini, kamu akan kesulitan melakukan ini itu, karena membawa bayi dalam perutmu. Ditambah lagi nantinya... Saat kamu melahirkan. Saat-saat itulah yang paling menakutkan bagiku, Ayna. Kamu akan berada diantara hidup dan mati, memperjuangkan hidupmu sendiri dan hidup anak kita. Makanya... Aku seperti linglung tadi karena aku kepikiran nasibmu, sayang. Aku takut..."
"Mas..."
Ayna meraih wajah Adam, ia juga meminta Adam untuk menatapnya. terlihat Sirat wajah Adam yang begitu sendu dan tertekan.
"Kita ngga tahu akan nasib manusia Mas. Itu rahasia Allah. Insya Allah, ngga akan terjadi apapun kepada saya. Karena saya sangat menantikan dedek. Saya sudah membayangkan kalau wajah dedek bakal plek ketiplek dengan Mas Adam. Yang hanya bisa kita lakukan adalah... menjaga kesehatan dan juga selalu berdoa agar hidup tetap sehat terjaga juga dimudahkan nanti waktu melahirkan. Jangan terlalu tegang juga Mas, ngga baik. Nanti jadi kepikiran terus, malah sakit nantinya. Dinikmati setiap momennya, ya. Kita berjuang sama-sama."
suara Ayna yang begitu lembut seperti sutra dan menenangkan seperti air mengalir, membuat Adam terdiam. Memang benar ia tegang dan takut, karena ia sangat khawatir dengan kondisi Ayna ke depannya. Tapi, jauh di lubuk hatinya, ia percaya kalau Ayna akan selalu baik-baik saja di dalam dekapannya.
"Iya Ayna, aku cuma pengen kamu baik-baik saja, sampai anak kita tumbuh dewasa. Itu yang cuma kuinginkan dari kamu." lirih Adam. Ia juga mengelus perut Ayna.
"Iya Mas. Kita berjuang bersama ya."
"Ya, ayo kita berjuang dan kerja keras mulai detik ini."
***
"A-Apa-apaan ini hasilnya?! Kenapa hanya garis satu?!"
Di saat Adam dan Ayna merayakan berita kebahagiaan kehamilan Ayna, di mansion Triantara dimana Alea tinggal, wanita muda itu berteriak frustasi akibat hasil testpack yang negatif alias hanya garis satu.
"Ngga ngga ngga, ini masih ada hampir 3 Minggu aku disini. Jangan dibawa tegang Alea, masih ada harapan kamu hamil anak dari Mas Hendry. Masih bisa..."
"Tapi, seharusnya semuanya sudah bersih bagian rahimku ini. Apa ada masalah lagi ya?"
Karena sudah kebingungan, ia memilih untuk keluar dari kamar mandi dan menunjukkan hasil testpack nya kepada suaminya, Hendry.
"Ha? Kok bisa? Harusnya kan langsung jadi setelah kita melakukan itu sesering mungkin?" cerca Hendry.
"Ck, ya mana aku tahu kak. Rezekinya ya begini ini. Gimana sih?"
"Haissshh, coba periksa sana ke dokter. jangan bilang, rahimmu bermasalah lagi setelah keguguran itu. Aku ngga mau tahu, dalam waktu dekat kamu harus hamil." ucap Hendry mutlak.
"Mas, kok kamu begitu? Jangan langsung merintahin aku seperti itu. Dikira aku alat melahirkan apa?"
"Emang iya."
DEG
"A-Apa?"
Hendry berdiri, ia menatap Alea tajam.
"Kamu hanya tempat untuk menampung benihku. tugasmu, lahirkan penerus untukku. masih untung aku memungutmu lagi. Harusnya kamu berterima kasih kepadaku karena memberimu tugas ringan ini."
"Tugas... Ringan?"
Suara dering handphone mengagetkan mereka. Hendry langsung mengangkatnya, dan tersengat suara ayahnya yang nampak panik.
"Apa?! Saham kita menurun drastis? Kok bisa? Padahal proyek itu-..."
"Proyek itulah yang membuat seluruh klien kita ngga setuju dan menarik kembali saham serta investasi mereka. Kita sudah merugi puluhan triliun!"
Di seberang sana, Tono frustasi karena saham perusahaan menurun akibat imbas proyek yang akan dikerjakannya dengan Robi, mendapat banyak protesan para klien. Saat ia meyakinkan mereka, mereka malah menarik seluruh saham dan investasi mereka.
"Kenapa bisa... Kenapa bisa sampai seperti itu? Padahal ini proyek yang menguntungkan." lirih Hendry.
"Ngga ada cara lain sudah. Hendry, bawa Alea ikut juga. pergi ke kantor Emanuella Corporation, dan kita temui komisaris juga CEO nya. Ajak dia untuk bekerja sama dalam proyek ini. Pasti dia akan tertarik dan saham kita akan naik tajam."
"Oke ayah."
Sambungan telpon terputus. Hendry mengelus kepalanya yang pusing. Ia lalu menatap Alea nyalang.
"Ikut denganku lusa. Kita akan temui komisaris dan CEO Emanuella Corporation. Jangan lupa tugasmu, Alea."
Hendry pergi dari sana, meninggalkan Alea sendirian.
"CEO Emanuella Corporation... Dia juga seorang gay. Ya, dia harapanku satu-satunya. Kalau aku bisa menggodanya, aku akan memintanya untuk menikahiku. Aku sudah ngga sanggup untuk tinggal disini lagi."
***
Di mansion serba putih...
"Hooo, begitu ya? Oke, mari kita temui orang-orang itu. Aku juga mau tahu apa mereka akan terkejut dengan siapa diriku yang sebenarnya." gumam Chairul.
"Tiana, ikut ya." ajak Chairul.
"Boleehhh. ntar saya siapkan air cabai dulu, aku masih dendam sama mereka."
Chairul juga menghubungi cucunya, Adam. respon Adam, ia akan ikut andil juga dalam hal ini.
Di rumah Adam sendiri...
Adam menyeringai karena melihat saham Triantara dan Termirren Corporation menurun drastis. Ia juga melihat pesan dari Chairul kalau mereka akan menemuinya dan juga Adam. Adam merasa... Akan ada niatan lainnya selain menemui untuk masalah ajakan proyek kerja sama.
"Lebih baik kuhubungi Olivia dan Berta. Aku tahu, mereka berdua ini adalah besti gila."
"Eh? kenapa Mas?"
Adam menceritakan permasalahan yang terjadi, dan Ayna langsung memahaminya.
"Oooo, paham-paham. Makanya saya merasa ada yang ngga beres, ternyata... Orang itu juga bakal ikut nanti ya. Oke, kalau kamu akan berniat menggoda suamiku, kucongkel matamu ya." geram Ayna.
"Ha? Emang bakal menggodaku?"
"Firasat saya ngga pernah salah Mas. Sebentar lagi saya jadi bunda toh, makanya rasa firasat ini semakin besar. Hehehe, enaknya digimanakan ya?"
"Semangat istriku. Jangan memaksakan diri ya, aku akan meminta Berta dan Olivia buat mendampingimu."
~Bersambung~