NovelToon NovelToon
WIDARPA

WIDARPA

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Horror Thriller-Horror / Anak Yatim Piatu / Pengasuh
Popularitas:705
Nilai: 5
Nama Author: Karangkuna

Renjana, seorang gadis muda yang baru saja pindah ke kota kecil Manarang, mulai bekerja di panti asuhan Widarpa, sebuah tempat yang tampaknya penuh dengan kebaikan dan harapan. Namun, tak lama setelah kedatangannya, ia merasakan ada yang tidak beres di tempat tersebut. Panti asuhan itu, meski terlihat tenang, menyimpan rahasia gelap yang tak terungkap. Dari mulai bungkusan biru tua yang mencurigakan hingga ruangan misterius dengan pintu hitam sebagai penghalangnya.

Keberanian Renjana akan diuji, dan ia harus memilih antara melarikan diri atau bertahan untuk menyelamatkan anak-anak yang masih terjebak dalam kegelapan itu.

Akankah Renjana berhasil mengungkap misteri yang terkubur di Widarpa, atau ia akan menjadi korban dari kekuatan jahat yang telah lama bersembunyi di balik pintu hitam itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karangkuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

WIDARPA 08

Renjana memperhatikan perjalanan dengan penuh perhatian, menikmati pemandangan yang berbeda dengan kehidupan kota besar yang pernah ia tinggalkan. Di sepanjang jalan, ia melihat hamparan perkebunan yang luas, dengan tanaman hijau yang tampak subur. Tidak jauh dari situ, ada sawah-sawah yang terhampar luas, menambah kesejukan suasana. Udara segar terasa di setiap hembusan angin yang masuk melalui jendela angkot yang sedikit terbuka.

Mobil berhenti mendekati sebuah pondok kecil yang sederhana, tampaknya sebuah halte tempat penumpang biasa menunggu kendaraan. Di sekitarnya, beberapa orang tampak sedang berdiri, menunggu angkot untuk melanjutkan perjalanan mereka. Renjana mengamati mereka dengan rasa penasaran. Orang-orang di sekitar sini terlihat sangat sederhana, namun mereka memiliki ketenangan yang berbeda dibandingkan dengan hiruk-pikuk kehidupan kota besar.

Renjana merasa sedikit canggung saat menyadari bahwa lima orang penumpang lainnya dalam angkot itu sedang memperhatikannya dengan tatapan penuh rasa ingin tahu. Mereka terlihat saling berpandangan, seolah menilai kehadirannya, meskipun tidak ada yang mengucapkan sepatah kata pun.

Renjana berusaha untuk tetap tenang. Dia tersenyum canggung, meskipun sedikit merasa tidak nyaman dengan perhatian yang tak terucapkan itu. Jari-jarinya yang memegang tas terasa sedikit dingin, dan ia menyadari bahwa ketegangan ini datang dari kenyataan bahwa ia masih sangat baru di kota ini, dan mungkin saja orang-orang ini belum terbiasa dengan wajah baru yang datang dari luar.

Seorang ibu di sampingnya, dengan wajah yang ramah, akhirnya membuka percakapan. "Baru datang ke Manarang, ya?" tanya ibu itu dengan suara lembut.

Renjana mengangguk, merasa sedikit lega karena ada seseorang yang memulai percakapan. "Iya, baru beberapa hari," jawabnya dengan senyum kecil, mencoba terlihat lebih santai.

Pemandangan di luar jendela angkot semakin berubah seiring perjalanan mereka, dari hamparan sawah dan perkebunan, kini memasuki area pemukiman warga. Rumah-rumah di sepanjang jalan berwarna cerah dengan berbagai pilihan warna yang mencolok, ada yang berwarna biru terang, merah, kuning, dan hijau. Setiap rumah memiliki keunikannya masing-masing, sebagian besar dengan pekarangan kecil yang terawat, tanaman-tanaman hias yang menghiasi pagar, dan sebagian lainnya tampak lebih sederhana.

Renjana memperhatikan toko-toko yang ada di sepanjang jalan, yang menjual berbagai macam barang, mulai dari kebutuhan rumah tangga hingga makanan ringan. Suasana semakin hidup dengan aktivitas warga yang berlalu-lalang. Banyak ojek motor yang berdiri di pinggir jalan, siap menunggu penumpang yang membutuhkan jasa mereka. Renjana bahkan bisa melihat beberapa orang berbicara dengan pengemudi ojek, sambil membawa tas belanja atau sekadar berjalan santai menuju tempat tujuan.

Angkot akhirnya berhenti di depan sebuah toko besar yang mencolok, dengan tulisan besar bertuliskan "Supermarket Manarang". Gedung supermarket itu terlihat megah di tengah pemukiman sederhana, dengan dua lantai yang memamerkan etalase barang-barang yang tertata rapi. Lantai bawah dipenuhi dengan rak-rak berisi kebutuhan sehari-hari, sedangkan lantai atas tampak menampilkan berbagai koleksi pakaian yang bisa dipilih oleh pengunjung.

Beberapa penumpang turun dari angkot, tampaknya mereka akan berbelanja di supermarket itu. Renjana menyaksikan orang-orang yang turun dan masuk ke dalam, beberapa di antaranya membawa tas belanjaan. Mobil kembali melaju setelah mereka turun, meninggalkan keramaian toko yang tampak sibuk di pagi itu.

Pemandangan di luar angkot berubah drastis, seiring dengan perjalanan yang semakin jauh dari keramaian. Kini, hutan lebat menyambut Renjana dengan keindahan yang menyejukkan mata. Pohon-pohon tinggi dengan daun hijau yang rimbun berbaris di sepanjang jalan, menciptakan suasana yang tenang dan damai. Udara terasa segar dan sejuk, jauh dari polusi kota besar yang biasa ia hirup. Hutan ini memberi rasa ketenangan, mengurangi beban yang sempat ia rasakan ketika datang ke kota ini.

Di kursi belakang angkot, Renjana bisa merasakan keheningan yang mulai menyelimuti perjalanan. Satu-satunya penumpang lain yang duduk di seberangnya adalah seorang wanita muda, mungkin seumuran dengannya, yang asyik membaca buku. Wanita itu tampaknya tenggelam dalam ceritanya, tak terlalu memperhatikan orang lain di sekitarnya. Renjana memperhatikan dengan sedikit rasa kagum. Buku itu tampaknya tebal, mungkin sebuah novel atau cerita yang membuat wanita tersebut betul-betul larut di dalamnya. Renjana merasa sedikit iri, karena ia belum sempat membaca buku untuk mengusir sepi selama perjalanan ini.

Di depan, Pak Benos masih menyetir dengan tenang, sesekali berbicara dengan seorang pria berusia sekitar 50-an yang duduk di sampingnya. Pria itu mengenakan jaket hitam dan topi hitam, penampilannya sedikit keras dengan kumis tipis yang mulai memutih. Sesekali, pria tersebut mengeluarkan asap rokok, menghirupnya perlahan sebelum menghembuskannya ke luar jendela. Tak tampak ada rasa terburu-buru di dalam dirinya, lebih seperti seseorang yang sudah terbiasa dengan perjalanan panjang.

Renjana menoleh ke arah percakapan mereka yang terdengar ringan. Mereka berbincang tentang cuaca, kondisi jalan, dan beberapa topik ringan lainnya.

Angkot akhirnya berhenti setelah perjalanan yang terasa cukup panjang, tepat di depan sebuah pagar tinggi berwarna hitam yang menjulang kokoh. Pagar tersebut terlihat tertutup tanaman menjalar yang merambat hingga menutupi bagian atasnya, memberikan kesan alami dan hijau pada area tersebut. Tumbuhan-tumbuhan yang tumbuh rimbun di atas pagar membuat tempat ini tampak seperti sebuah oasis tersembunyi di tengah kota kecil yang damai ini.

Di atas pagar, dengan huruf berwarna emas yang mencolok, terpampang jelas tulisan "Panti Widarpa". Panti itu terlihat sangat terawat dan memiliki aura yang tenang, berbeda dengan kesan gedung atau bangunan yang biasanya ada di kota besar. Suasana di sekitar panti ini seolah mengundang kedamaian, dengan pepohonan yang mengelilinginya dan suasana yang lebih sunyi, seolah tempat ini memang didesain untuk memberikan ketenangan bagi anak-anak yang membutuhkan perhatian dan perawatan.

Renjana duduk diam, matanya terpaku pada tulisan itu, seakan mencoba mencerna betapa besar perubahan yang akan ia jalani. Ia merasa sedikit cemas, tetapi juga ada rasa harapan yang tumbuh di dalam dirinya. Ini adalah awal dari langkah baru dalam hidupnya, dan Panti Widarpa ini akan menjadi tempat ia bekerja, tempat ia akan memberi dan menerima, tempat ia mulai belajar untuk merawat, menyayangi, dan mungkin, menemukan kembali bagian dari dirinya yang hilang.

Pak Benos mematikan mesin angkot dan menoleh ke belakang. "Sudah sampai, Nak," katanya dengan suara yang ramah, sembari tersenyum sedikit. "Ini tempatnya, Panti Widarpa."

Renjana mengangguk, merasa sedikit gugup, tapi juga merasa siap. Ia memakai tasnya dan keluar lewat pintu angkot dan menjejakkan kakinya di atas jalanan berbatu, merasakan udara segar yang masih menyelipkan rasa tenang. Panti Widarpa berdiri tegak di depannya, sebuah tempat yang mungkin akan menjadi rumah barunya selama beberapa waktu ke depan.

 

 

1
Nicky Firma
awal yang bagus, ditunggu part selanjutnya
Karangkuna: terima kasih /Smile/
total 1 replies
Senja
bagus. lanjut thor
Karangkuna: terima kasih /Smile/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!