Seorang remaja benama Freis Greeya hari memikul takdirnya sebagai penerus dari WIND. Untuk menghentikan pertumpahan darah dan pemberontakan yang dilakukan Para Harimau.
Ini adalah kisah cerita perjalanan Freis Greeya dalam memenuhi takdirnya sebagai seorang WIND, Sang Pengendali Angin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MataKatra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teriakan Kemenangan Bergema
Bulan ke 1, Tahun 1248
Para prajurit dari The Tiger Kingdom akhirnya telah kalah, beberapa dari mereka yang tersisa terlihat melarikan diri dari medan pertempuran. Sisanya telah tewas dan dibunuh oleh para parajurit dari Kerajaan Kokki'al medan perang. Terlihat dengan sangat jelas para prajurit Kerajaan Kokki’al menunjukkan sikap tanpa ampun dan tanpa belas kasih terhadap para prajurit dari The Tiger Kingdom.
Selain itu, suara-suara dan teriakan-teriakan mereka, para prajurit Kerajaan Kokki’al, menggema dengan hebatnya di langit senja kala itu. Teriakan-teriakan itu seolah ingin memberitakan kabar tentang kemenangan mereka ke seluruh penjuru Kerajaan Kokki’al. Untuk mengatakan kepada sahabat-sahabat, saudara-saudara, dan keluarga-keluarga yang dicintainya bahwa mereka telah berhasil menaklukkan Ras Harimau. Para penduduk yang telah mendengarkan suara-suara dan teriakan-teriakan itu menggemakannya kembali ke langit senja, agar bukan hanya mereka saja yang mendengar melainkan biarlah seluruh penduduk dari Kerajaan Kokki’al ini mendengar kabar bahagia ini.
Tidak butuh waktu lama, suara-suara dan teriakan-teriakan kemenangan mulai terdengar di seluru penjuru ibukota kerajaan. Mereka semua, para prajurit beserta orang-orang di ibukota kerajaan bersorak-sorak di dalam sukacita dan menangis dalam rasa syukur. Esok tiba waktunya dimana mereka tidak harus bersembunyi lagi dari para Ras Harimau itu. Dan kelak akan tiba hari dimana mereka akan berhasil mengusir semua prajurit The Tiger Kingdom dari tanah yang mereka cintai, Kerajaan Kokki’al.
Suara teriakan beserta dengan tangis dan tawa bahagia mereka itu terus menggema, memenuhi langit senja kala. Dan suara-suara itu terus terdengar hingga matahari terbenam. Bahkan suara itu terus terdengar hingga fajar datang menyingsing di hari berikutnya.
***
Elise Reig yang mendengar suara teriakan kemenangan itu akhirnya dapat tersenyum dengan lega. Hatinya yang terus diliputi kegelisahan seperti telah tersiram oleh air yang begitu hangat dan menenangkan. Peperangan ini telah dimenangkan oleh Kerajaan Kokki’al.
Kemudian ia menoleh ke arah Raya sambil melemparkan seyuman kecil.
“Kerajaan Kokki’al berhasil memenangkan pertempuran, Raya,” katanya.
Kemudian iapun melanjutkan, “Dan ku harap Pamanmu tak mengalami hal buruk ataupun menderita luka parah.”
“Tenanglah Bibi,” jawab raya, “Paman pasti baik-baik saja. Aku yakin itu.”
Ia pun tersenyum melihat Raya yang berusaha menenangkannya. Sesaat kemudian tangan kanannya meraih tubuh gadis cantik itu dan memeluknya.
“Aku harap juga begitu itu, Sayang... "
Saat itu, sejenak Raya memandanginya dalam diam. Kemudian gadis itu pun bertanya kepadanya.
“Bibi, apa ini berarti prajurit Ras Harimau akan pergi dari Kerajaan Kokki’al?”
“Aku tidak tahu itu, Raya,” jawab Elise. “Mungkin hal itu bisa terjadi, tapi mungkin juga…” Elise berhenti berbicara sembari menimbang dengan baik layak atau tidaknya perkataannya. Karena masih ada kemungkinan The Tiger Kingdom mengirim pasukan tambahan untuk membalas kekalahannya di ibukota.
Tapi saat ini adalah saatnya baginya, bagi Raya, dan bagi penduduk di ibukota untuk sedikit merasakan sukacita. Jadi Elise enggan mengucapkan pikirannya itu. Karena hal itu bisa merusak suasana saat ini.
Ia pun kemudian memandang Raya yang tiba-tiba termenung.
“Ada apa, Raya?" tanyanya, "apa yang mengganggu pikiranmu?”
Raya kemudian menoleh ke arahnya, dan menjawab.
“Bibi, aku hanya berpikir seandainya dulu Kerajaan Kokki’po memperoleh kemenangan seperti Kerajaan Kokki’al, mungkin… mungkin ibu dan ayahku tidak harus menjalani kehidupan serta mengalami kematian yang begitu menyedihkan itu.”
“Tidak, Raya,” jawab Elise. Kemudian ia melangkah mendekat dan memeluk tubuh Raya.
“Kala itu kekalahan Kerajaan Kokki’al karena tidak ada yang menduga bahwa Ras Harimau yang ketika itu baru saja mengakhiri pemberontakannya di Kerajaan Lef’tigris melanjutkan invasinya ke Kerajaan Kokki’po. Dan kurangnya persiapan para prajurit dari Kerajaan Kokki’po harus dibayar dengan kekalahan telak mereka. Yang berakhir dengan kejatuhan Kerajaan Kokki’po. Begitu juga sebaliknya, kemenangan di sini disebabkan oleh kesalahan yang telah dilakukan oleh Kerajaan Kokki’po dulu, sehingga mereka yang ada di sini dapat belajar dari pengalaman itu serta menyusun persiapan sebaik-baiknya. Bahkan sekalipun mereka telah mempersiapkan diri, tetap saja mereka kehilangan Iouras (desa khusus tempat bermukimnya para Ras Rubah).”
Kemudian Elise mulai membelai kepala Raya dengan lembut untuk menenangkannya. Ia pun melanjutkan perkataannya.
“Kehidupan berputar dalam sebuah poros takdir. Entah itu kematian ataupun kehidupan, entah itu perpisahan ataupun pertemuan, entah itu cinta ataupun kebencian, dan entah itu kebajikan ataupun kelaliman. Kita semua berada dalam suatu pusaran roda takdir yang tak dapat kita hindari, tolak, ataupun sesali. Kita semua hanya dapat terus berjalan dan belajar. Kematian kedua orang tuamu, pertemuanmu dengan paman dan bibi, semuanya ada dalam lingkaran takdir yang harus kau jalani. Jadi jangan pernah biarkan dirimu terjebak dalam pusaran kelam dari masa lalu. Yang hanya akan menenggelamkanmu dalam penyesalan.”
Lalu Raya semakin memeluk Elise dengan erat. Seolah-olah ia berusaha mencari kehangatan di dalam Elise. Kehangatan seorang wanita, seorang ibu.
***
Raja Lorrias Eleor yang saat itu sedang mendapatkan perawatan akibat luka yang dideritanya terseyum bahagia. Air matanya tak dapat ia bendung lagi, dan tangis bahagia menghiasi wajahnya. Perjuangannya, tidak perjuangan para rakyat beserta para prajuritnya akhirnya membuahkan hasil. Darah, keringat, dan air mata mereka telah terbalaskan dan terbayarkan. Nampak di hadapannya tabib yang mengobatinya tersenyum dan berlinang air mata dalam bahagia. Dilihatnya pula luka yang dideritanya pun tidak cukup berbahaya.
Dengan sedikit dipaksakan, ia berusaha bangkit berdiri dan tak menghiraukan peringatan para tabib yang merawatnya.
“Biarkan aku berjalan,” katanya pada para tabib itu.
“Biarkan aku bertemu dengan para rakyatku yang telah berjuang bersamaku mengalahkan para Ras Harimau itu. Biarkan aku berbicara kepada mereka.”
Mendengar hal itu, para tabib akhirnya berusaha memahami perasaan dari Sang Raja serta mengabulkannya. Kemudian mereka meminta beberapa Prajurit yang menjaga ruang perawatan itu untuk membopong serta menuntun tubuh Sang Raja hingga ke tempat tujuannya.
Raja Lorrias telah berdiri di hadapan seluruh prajuritnya. Ia dapa melihat dengan jelas para prajuritnya yang berseru bahagia dan bahkan menangis.
Kemudian ia dikejutkan oleh seruan salah satu prajurit yang menyadari keberadaannya.
“Rajaku!”
“Raja!”
“Raja!”
Ia menyambut sapaan dari para prajuritnya dengan mengangkat tangannya dan mulai berteriak.
“Wahai para rakyatku yang kucintai!"
Sesaat setelah ia berteriak para prajuritnya terdiam secara serentak. Ia pun melanjutkan perkataannya.
“Yang telah berjuang bersamaku, menangis bersamaku dan bahkan bermandikan darah bersamaku. Yang telah tak henti-hentinya menahan sakit saat melihat rekan-rekan kita yang jatuh tak bernyawa di depan kedua mata kita sendiri. Yang selalu menahan luka dan air mata yang selalu mendera serta menyiksa sekujur tubuh dan pelupuk mata kita.”
Dan ia berhenti sejenak sembari melihat para prajuritnya, mata mereka, luka-luka mereka, dan darah yang menetes dan mengalir di tubuh mereka.
“Kini semua usaha kita telah terbayarkan. Semua tangis dan rasa sakit kita telah terbalaskan. Dan keinginan kita telah tercapai untuk mempertahankan ibukota ini…”
Kemudian ia menghela napas cukup panjang, dan melanjutkan perkataannya.
“Tapi… ini bukanlah akhir dari semua. Ini hanyalah awal. Ini hanyalah permulaan. Masih banyak tanah-tanah kita yang masih berada dalam kekuasaan Ras Harimau. Masih banyak pula saudara-saudara kita yang menjadi sandera dan korban kekejaman mereka... "
Ia pun kembali menatap satu persatu para prajurit di hadapannya.
“Dan ini adalah awal serta pertanda bagi kita. Awal dari peperangan kita dan pertanda bahwa Sang Dewa berada di pihak kita. Esok adalah saatnya dimana kita akan mengusir seluruh Ras Harimau dari tanah yang kita cintai...”
Raja Lorrias kembali menghela nafas panjang. Kemudian ia pun berteriak dengan lantang.
“Hidup! Hidup Kokki’al!!!”
Dan sesaat kemudian para prajuritnya secara serentak mengemakan terikannya silih bergantian.
“Hidup…! Hidup Kokki’al…!”
“Hidup…! Hidup Kokki’al…!”
Dan gema suara itu, terus terdengar di aula para para prajurit Kerajaan Kokki’al.
****
“Kemudian senja itu pun tiba,
Dihiasi oleh teriakan-terakan sukacita,
Tangisan-tangisan bahagia,
Dan malam pun datang memberi kehangatan di hati,
Serta menyejukkan jiwa-jiwa,
Kemudian Fajar pun datang,
Membawa embun-embun dan sinarnya,
Yang menjadi tabir penutup bagi kegelapan.”
😂
😂