Permainan anak kecil yang berujung menjadi malapetaka bagi semua murid kelas 12 Ips 4 SMA Negeri Bhina Bhakti.
Seiring laporan dari beberapa orang tua murid mengenai anaknya yang sudah berhari-hari tidak pulang ke rumah. Polisi dan tim forensik langsung bergegas untuk mencari tahu, tidak ada jejak sama sekali mengenai menghilangnya para murid kelas 12 yang berjumlah 32 siswa itu.
Hingga dua minggu setelah laporan menghilangnya mereka tersebar, tim investigasi mendapat clue mengenai menghilangnya para siswa itu.
"Sstt... jangan katakan tidak jika kamu ingin hidup, dan ikuti saja perintah Simon."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cakefavo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
- Alifa
15 menit sebelum permainan di mulai...
Alifa mengerutkan keningnya saat mendapati sebuah pesan dari nomor yang tidak di kenal, saat itu dia baru saja keluar dari kamar mandi setelah selesai berganti pakaian, karena penasaran Alifa pun segera membuka pesan tersebut dan membacanya.
085545252887777:
Peran anda sebagai Simon! tugas anda adalah mengajukan sebuah permainan yang nantinya akan di ikuti oleh semua peserta, Simon juga dapat membunuh salah satu peserta di malam hari, berikut adalah daftar semua peserta yang mengikuti permainan Simon says.
Alifa melihat beberapa profil foto teman-teman sekelasnya, sebuah notif pesan dari nomor tidak di kenal itu kembali masuk, Alifa pun langsung membacanya.
085545252887777:
Siapa yang akan anda beri perintah hari ini? anda bisa memilih satu orang atau lebih...
Alifa tampak ragu sejenak, sebelum akhirnya dia menekan profil foto milik Samuel, Wendy dan juga Joshua. Gadis itu asal memilih karena berpikir jika itu hanyalah lelucon dari salah satu teman sekelasnya, hingga saat dia hendak pergi untuk kembali ke kelas, tepat saat dia menaiki tangga, suara mikrofon yang berasal dari ruang siaran terdengar sangat nyaring, sontak dia segera menutupi telinganya sendiri, sehingga suara perempuan misterius tiba-tiba terdengar di seluruh penjuru sekolah.
"Samuel di eksekusi karena tidak mengikuti perintah Simon."
Karena semakin penasaran, Alifa kembali menuruni anak tangga untuk pergi mencari keberadaan laki-laki itu, tapi di kejauhan dia melihat Wendy yang sedang berdiri di rooftop sekolah yang berada di lantai tiga, gadis itu seperti sedang akan meloncat. Hingga beberapa detik kemudian, benar saja... gadis itu meloncat dari dinding pembatas.
"Wendy di eksekusi karena tidak mengikuti perintah Simon."
Malam pertama mereka terjebak di sekolah, Alifa sedang merenungi permainan apa yang sedang mereka mainkan saat itu, hingga dirinya di kejutkan oleh kedatangan Elias yang tiba-tiba, gadis itu pun menatapnya dengan penuh kewaspadaan.
"Ikut gue, temen-temen bilang kita butuh senter, mungkin ada di gudang."
Alifa terdiam sejenak, dia mengamati wajah Elias, mencoba mencari tanda-tanda penipuan tetapi wajahnya terlihat tenang seperti biasanya, akhirnya dia pun bangkit dan mulai mengikuti langkah Elias dari belakang.
Saat memasuki gudang, tiba-tiba saja Elias mendorongnya ke dinding, membuatnya terjebak di antara laki-laki itu dan juga dinding, tatapan Elias berubah menjadi tatapan penuh nafsu, dia menempelkan wajahnya di lekuk leher Alifa.
"Sial, jangan gerak! lu pikir lu bakalan baik-baik aja kalau gue sabarin vidio yang udah Mason sama San ambil waktu itu?"
Nafas Alifa memburu cepat, tubuhnya gemetar hebat saat mengingat vidio dirinya yang di ambil oleh Mason dan juga San, sambil tersenyum licik Elias pun segera melumat bibir Alifa dengan penuh gairah, gadis itu mencoba menolaknya tetapi Elias menggigit bibir bawah Alifa sehingga membuatnya membukakan mulutnya, dengan kesempatan itu Elias menyelinapkan lidahnya untuk mencicipi mulut gadis itu.
"Gue suka sama lu," gumam Elias di bibir Alifa.
Tiba-tiba saja kepala Elias terasa berat dan sakit saat Alifa memukulnya dengan vas bunga, dia pun meringis dan mundur beberapa langkah sambil memegangi kepala bagian belakangnya yang berdarah.
"Sialan, lu cewek pela*ur!"
"Menurut lu apa yang bakalan terjadi sama lu kalau lu berurusan sama Simon?"
Elias mengangkat sebelah alisnya, menatap Alifa dengan sedikit geli, jelas tidak mempercayai ucapan gadis itu.
Alifa pun segera berlari mendekati lemari yang terbuka, dengan cepat dia mengambil sebuah gergaji, saat Elias mengejar dan mendekatinya, dia segera mengayunkan gergaji itu ke leher Elias.
Tangan Alifa gemetar hebat saat melihat Elias yang langsung tidak sadarkan diri di lantai, dia melihat kearah tangannya dan juga laki-laki itu secara bergantian, darah pun keluar membasahi lantai dan juga pakaian yang di kenakan oleh Elias. Rasa panik dan khawatir bercampur menjadi satu, dia membunuh laki-laki itu menggunakan tangannya sendiri? tetapi bukankah sudah menjadi tugasnya untuk membunuh salah satu peserta dalam permainan konyol itu, pikirnya dalam hati.
"Lu yang mulai ini duluan, gue udah muak!" teriak Alifa lalu kembali memotong seluruh tubuh Elias.
Saat jam menunjukan pukul 00.00, Alifa menatap potongan tubuh Elias yang sudah dia masukan ke dalam mesin cuci, dia menyeka ujung bibirnya yang meninggalkan bekas darah saat Alifa mencicipi darah laki-laki itu tadi.
"Manis," bisiknya.
Malam kedua saat mereka terjebak di sekolah, saat itu Alin menghampiri Jejen yang sedang menunggunya di depan kelas 12 MIPA 4, suasana di sekitar mereka sangat sepi, tidak ada tanda-tanda orang yang berlalu lalang karena gadis itu tahu jika teman-teman sekelasnya sedang beristirahat di kelas.
"Ada apa lu mau ketemuan sama gue disini?" tanya Jejen setelah menyadari kehadiran Alifa.
"Gue laper," jawab Alifa sambil tersenyum.
"Maksud lu? seharusnya lu pergi ke kantin buat cari makanan, lagipula gratis, kan?"
Alifa terkekeh pelan, dia pun maju beberapa langkah mendekati Jejen, bahkan laki-laki itu tidak curiga sama sekali dengan niat aslinya.
"Gue laper... lu mau ngasih gue makanan?"
Jejen mengerutkan keningnya, bingung dengan konteks pertanyaan gadis itu, dia pun akhirnya mengangguk pelan.
"Of course, come on."
Alifa tersenyum, dia pun segera mengeluarkan pisau di balik punggungnya dan segera menusukkannya ke perut laki-laki itu, Alifa terkekeh dan terus menusuknya berulang kali.
"Makasih," ucap Alifa saat laki-laki itu sudah tidak sadarkan diri.
Alifa berlutut di samping tubuh Jejen, dia pun membuka kancing pakaian yang di kenakan oleh laki-laki itu, setelah terbuka dia pun segera membedah perut Jejen menggunakan pisau dapur.
Mata Alifa berbinar, dia mengeluarkan saus di saku celananya sambil menarik jeroan laki-laki itu, bahkan dia tidak ragu saat mengeluarkan bagian lambungnya.
Tidak hanya saus saja, Alifa pun mengeluarkan sendok dan juga garpu yang dia bawa di kantin, dengan santainya dia melumuri jeroan itu menggunakan saus lalu memakannya seperti sedang memakan daging steak. Baru sempat memakan empat suapan, dia menjadi kesal saat mendengar suara langkah kaki dan juga teriakan Reygan, dengan cepat Alifa pergi dari sana, membiarkan Jejen dalam kondisi menyedihkan seperti itu.
Nerd:
Simon says, meloncat dari rooftop sekolah.
San mengerutkan keningnya saat mendapat pesan seperti itu dari Alifa, dia menganggap jika gadis itu sudah gila, Mason yang sedang berada di dalam kamar mandi langsung melempar pintu menggunakan sepatunya.
"Woy, pegang yang bener!" bentaknya.
"Sial, dia beneran pengen mati?!" geram San lalu pergi meninggalkan sahabatnya di sana untuk mencari keberadaan Alifa.
Beberapa menit setelah selesai, Mason pun keluar dari kamar mandi dengan perasaan yang lega, tetapi begitu keluar dia tidak mendapati sahabatnya disana, dia pun melihat sekeliling untuk mencari keberadaan San. Beberapa detik kemudian, Mason sedikit terkejut saat mendengar suara mesin pemotong kayu menyala, dengan cepat dia berbalik dan langsung melebarkan matanya saat melihat Alifa di sana sambil memegang mesin gergaji. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Alifa segera memotong lehernya.
Hampir satu jam Alifa memotong anggota tubuh Mason, dia pun dengan sengaja memasukkan kepala dan juga potongan tangannya ke dalam oven, sedangkan dia membawa potongan tubuh lainnya ke mesin cuci, memasukannya ke sana agar bersatu dengan potongan tubuh Elias. Gadis itu merasa puas, dia melihat ponsel milik Mason dan segera membukanya, bercak darah mengenai layar ponsel Mason saat dia terus menggunakan benda tersebut.
Alifa tersenyum tipis saat mendapati vidionya yang bertelanjang di ponsel Mason, dengan tatapan penuh kebencian dia pun mulai memutar vidio tersebut.
"Buka cepetan anjing!" suara yang pertama kali di dengar adalah San.
"Buka sendiri atau mau gue bantuin?"
Di vidio tersebut dapat terlihat San yang mendekati Alifa dan langsung merobek underwear yang di gunakan olehnya, nafas Alifa menjadi pendek dan cepat saat menontonnya, tanpa dia sadari rahangnya terkatup keras.
"Woy Elias, cepetan pake in ini ke dia!" titah Mason.
Di vidio tersebut, Elias pun segera menghampiri Mason dan mengambil cat bewarna merah, dengan gugup dan juga ragu Elias pun mendekati Alifa yang sedang terisak sambil menutup tubuhnya sendiri yang telanjang menggunakan kedua tangannya.
Elias menatap Alifa sejenak, lalu dia pun segera mengguyurkan cat bewarna merah tersebut ke sekujur tubuh gadis itu, membuat San dan juga Mason tertawa terbahak-bahak.
"Lu pasti sering di pake, makanya kena penyakit itu," ejek San yang masih tertawa bersama sahabatnya.
Alifa mengepalkan telapak tangannya, dia pun dengan cepat menghapus vidio tersebut dan membanting ponsel Mason beberapa kali hingga rusak.
Bukan ini yang dia mau, dia pun tidak menginginkan penyakit itu, dia hanya tertular oleh ibunya sendiri.
Setelah membuang ponsel Mason ke tempat sampah, Alifa pun mendekati pohon beringin, disana San sudah tergantung tak bernyawa dengan tali stretching yang melilit lehernya, dia terkekeh pelan lalu segera meninggalkannya.