NovelToon NovelToon
Rockmantic Of Love

Rockmantic Of Love

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Wanita Karir
Popularitas:355
Nilai: 5
Nama Author: @Hartzelnut

Seorang laki laki yang bekerja produser musik yang memutuskan untuk berhenti dari dunia musik dan memilih untuk menjalani sisa hidupnya di negara asalnya. dalam perjalanan hidupnya, dia tidak sengaja bertemu dengan seorang perempuan yang merupakan seorang penyanyi. wanita tersebut berjuang untuk menjadi seorang diva namun tanpa skandal apapun. namun dalam perjalanannya dimendapatkan banyak masalah yang mengakibatkan dia harus bekerjasama dengan produser tersebut. diawal pertemuan mereka sesuatu fakta mengejutkan terjadi, serta kesalahpahaman yang terjadi dalam kebersamaan mereka. namun lambat laun, kebersamaan mereka menumbuhkan benih cinta dari dalam hati mereka. saat mereka mulai bersama, satu persatu fakta dari mereka terbongkar. apakah mereka akan bersama atau mereka akan berpisah??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Hartzelnut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ep. 17

*****

Setelah meneguk wine tersebut, Brian berdiri dengan tenang. Klik... Dia menaruh botol wine yang tinggal setengah itu di atas meja, lalu melangkah perlahan menuju panggung. Jack melihat Brian yang akhirnya memutuskan untuk bermain, senyumnya merekah lebar. "Akhirnya!" pikir Jack penuh kegembiraan. Tanpa ragu, Jack segera menyusul, setengah berlari untuk mengejar Brian ke atas panggung. Ssst... sssst... Langkahnya cepat tapi ringan, penuh semangat.

Begitu Brian dan Jack naik ke atas panggung, suasana kafe menjadi lebih ramai. Para pengunjung mulai mendekat ke panggung, sorakan terdengar dari segala arah. "Ayo! Ayo!" Mereka semua penasaran dengan penampilan dadakan ini. Ssst... Deg!

Melihat kedua gitaris itu sudah di panggung, Natalia, Julia, serta personil Scarlet Waves lainnya, yaitu Lin Wei, Chen Liang, dan Zhang Ming, segera menyusul naik. Mereka semua langsung menempati posisi masing-masing dengan cepat, persiapan untuk penampilan ini sudah dilakukan dengan lancar. Ssst... Suasana makin tegang karena semua bersiap, meskipun dengan sedikit ketegangan di udara.

Saat mengambil gitar, Jack melirik ke arah Brian dan membisikkan sesuatu dengan senyuman di wajahnya, "Aku merindukan saat-saat seperti ini, bisa bermain bersama lagi." Ssst... Suara bisikannya terdengar penuh nostalgia.

Brian tetap diam, tak menanggapi, hanya sedikit menggerakkan bahunya sebagai tanda bahwa dia mendengar, tapi dia tetap fokus. Matanya tertuju pada gitar di tangannya, memperbaiki posisinya dengan tenang. Natalia, yang berada di sudut pandang panggung, sesekali mencuri pandang ke arah Brian. "Kenapa dia terlihat begitu... akrab?" pikir Natalia, perasaannya bercampur antara rasa penasaran dan kekaguman yang perlahan muncul.

Untuk mengakomodasi Brian dan Jack, mereka memutuskan untuk membawakan beberapa lagu internasional yang terkenal, agar keduanya lebih mudah mengikuti aransemen. Klik... Julia memberikan isyarat kepada personil Scarlet Waves lainnya, dan tak lama kemudian musik mulai mengalun. Srek... Suara pertama dari gitar Jack terdengar, dan segera diikuti oleh Brian yang mengisi melodi dengan cermat.

Sstt... Para pengunjung berkerumun di depan panggung, sorak-sorai semakin menggema di dalam kafe. "Ayo! Wooo! Scarlet Waves dan Natalia!" teriakan terdengar lebih keras saat mereka mulai menyanyikan lagu pertama. Clap... clap... clap...

Saat lagu dimulai, sesuatu yang mengejutkan terjadi. Brian dan Jack tidak hanya sekadar mengikuti alunan musik, tetapi mereka menambahkan sentuhan mereka sendiri ke dalam setiap nada. Ssst... Sentuhan gitar Jack terasa penuh energi, dinamis dan mengalir, sementara permainan gitar Brian jauh lebih halus namun sangat mendalam. Srek... srek... Gitar Brian mengisi setiap jeda dengan sempurna, seperti dia sudah mengenal lagu ini selama bertahun-tahun, meskipun itu hanya lagu cover.

"Brian... dia bermain seakan ini bukan hal baru baginya..." pikir Natalia yang sesekali mencuri pandang ke arah Brian. Matanya tak bisa lepas dari cara pria itu memetik gitar, penuh presisi, seakan dia tahu dengan pasti setiap not yang harus dimainkan. Jack mungkin luar biasa, tapi Brian terasa berbeda-lebih berpengalaman, lebih tajam, dan penuh kehalusan.

Julia pun terkejut. Matanya menyipit, heran dengan kualitas permainan musik yang mereka berdua bawa ke panggung. "Sentuhan mereka berbeda... ini luar biasa!" pikirnya sambil terus bernyanyi. Chen Liang dan Lin Wei saling bertukar pandang, kagum dengan bagaimana Brian dan Jack membawa warna baru dalam musik mereka.

Sorakan para pengunjung semakin menggema. "Woo! Luar biasa! Teruskan!" Mereka tak henti-hentinya ikut bernyanyi bersama dan bertepuk tangan. Clap clap clap! Suasana kafe menjadi semakin hidup, alunan musik dan suara sorakan pengunjung menyatu.

Brian dan Jack akhirnya ikut memainkan tiga lagu penuh bersama Natalia dan Julia, semuanya tampil memukau. Setelah selesai, semua orang di panggung kelelahan tapi puas. Ssst... Mereka turun dari panggung, disambut oleh sorakan meriah dari pengunjung. "Hebat! Luar biasa!" sorak para pengunjung kafe, Clap clap clap! Mereka semua begitu senang, senyum dan tawa menghiasi wajah setiap orang.

Julia dan Natalia, bersama personil Scarlet Waves, langsung berterima kasih kepada Jack dan Brian. "Terima kasih banyak! Kalian sangat hebat!" ucap Julia dengan antusias sambil memeluk Jack sebentar.

Jack tersenyum hangat, "Sama-sama, suatu kebanggan bagi kami bisa satu panggung dengan kalian," jawabnya dengan tenang, sambil sesekali melirik ke arah Brian yang tetap diam. Brian, seperti biasa, tidak mengucapkan apa-apa. Tanpa berkata-kata, dia mulai membuka kancing kemejanya. Ssst... srek... Dia melepaskan kemejanya karena merasa gerah, lalu duduk di sofa sambil menyandarkan tubuhnya. Sssst... Dia menutup wajahnya dengan kemejanya, merasa ingin bersantai setelah penampilan.

Natalia, yang masih berada di dekat panggung, kebetulan melihat Brian melepas kemejanya. Matanya melebar. Deg! "kalung itu... " pikir Natalia dengan rasa terkejut yang langsung menghentikan langkahnya. Matanya terfokus pada kalung yang dikenakan oleh Brian-kalung itu sangat mirip dengan yang dia miliki, yang selalu dia pakai selama ini.

Deg... deg... deg... Jantung Natalia berdegup semakin cepat. Perasaan haru meluap tiba-tiba, dan tanpa dia sadari, air matanya mulai mengalir. Tetes... Air mata jatuh ke pipinya tanpa bisa dia kendalikan. "Tidak... Tidak mungkin... apakah ini kebetulan?" pikirnya dengan bingung, perasaannya berkecamuk antara keterkejutan dan haru yang mendalam.

Julia yang sedang berdiri di dekatnya, menyadari perubahan pada Natalia. "Nat... kenapa kamu menangis?" tanya Julia dengan nada prihatin, matanya menatap sahabatnya dengan cemas. Jack yang berada tak jauh dari mereka, juga memperhatikan. "Kenapa dia menangis?" pikirnya, terkejut melihat perubahan ekspresi Natalia yang tiba-tiba.

Natalia cepat-cepat menyeka air matanya dengan punggung tangan. "Ah... tidak apa-apa," jawabnya sambil tersenyum canggung, "Aku... ada sesuatu di mataku," lanjutnya mencoba mengelak dengan alasan sederhana. Ssst...

Namun, Julia masih khawatir. "Kamu yakin?" tanyanya, masih belum sepenuhnya percaya. Natalia mengangguk cepat, "Ya, aku ke toilet sebentar," ucapnya sambil bergegas berlari ke toilet. Ssst... Suara langkah kakinya terdengar cepat saat dia berlalu meninggalkan Julia dan Jack yang saling bertukar pandang dengan bingung.

*****

Srek... Setelah masuk ke dalam toilet, Natalia menguncinya dengan cepat. Klik... Suara kunci terdengar jelas di ruang kecil itu, dan tubuhnya segera bersandar ke dinding dingin di belakangnya. Deg... deg... Jantungnya berdetak cepat, terlalu cepat untuk bisa ditenangkan. Dia menutup wajah dengan kedua tangannya, air mata mulai mengalir lagi, lebih deras dari sebelumnya. Tetes... tetes... Suara air matanya jatuh ke lantai, tak bisa ia kendalikan.

"Aku nggak percaya... Apakah benar-benar dia..." pikir Natalia, dadanya terasa sesak. "15 tahun aku mencarinya... akhirnya aku bertemu dengannya..." isaknya, suara tangisnya pelan, namun menggema di ruangan yang sepi itu. Ssst...

Tangannya meraih kalung di lehernya, jemarinya menyentuh liontin pick gitar yang sudah menemaninya selama bertahun-tahun. Srek... Sentuhan dingin dari kalung itu membuatnya teringat jelas akan momen masa kecilnya-momen yang selalu dia simpan di dalam hatinya, momen yang selama ini hanya menjadi kenangan samar. "Kenapa... kenapa sekarang?" pikirnya, hatinya bergetar.

Flashback...

Hari itu mendung di pinggiran kota Beijing, suasana terasa sunyi. Natalia kecil duduk di bawah pohon besar dengan lutut ditarik ke dadanya, bahunya terguncang lemah karena tangisnya. Isak... isak... Suaranya hampir tidak terdengar di tengah hembusan angin, tapi kesedihannya begitu dalam, seolah mengisi setiap ruang di sekelilingnya.

Seorang anak laki-laki, sedikit lebih tua darinya, berjalan mendekat. Ssst... Langkahnya pelan, namun tidak berhenti sampai ia berada di dekat Natalia. Dia menatap gadis kecil itu dengan alis terangkat, tampak kebingungan tapi juga prihatin. "Bukankah kamu peserta lomba?" tanyanya dengan suara lembut, memecah keheningan. "Kenapa kamu malah disini? kamu nggak masuk?"

Natalia kecil menatap anak itu, air mata menggenang di matanya yang besar. Deg... Wajahnya basah oleh air mata, suaranya pelan dan serak saat menjawab, "Aku nggak bisa bernyanyi... Ibuku... dia nggak datang..." Isak... Tangannya gemetar, mencengkeram roknya dengan kuat.

Anak laki-laki itu berjongkok di depannya, pandangannya penuh simpati. "Kenapa ibumu nggak datang?" tanyanya dengan lebih lembut, suaranya terdengar lebih prihatin kali ini.

Natalia mengusap matanya, menahan tangis. "Ibu... baru saja pergi... Kata ayah, ibu lagi istirahat di surga..." Deg... Kalimat itu membuat anak laki-laki tersebut terdiam, wajahnya berubah sedih. Sejenak, dia hanya bisa memandang Natalia, tak tahu harus berkata apa.

Dia duduk di sebelah Natalia, menatap langit yang kelabu sejenak, lalu berkata dengan lembut, "Aku sedih dengar itu..." Ssst... Suasana berubah hening, hanya suara angin lembut yang terdengar di sekitar mereka. Anak laki-laki itu kemudian bertanya, "Ayahmu di mana?"

Natalia hanya menggeleng pelan, tidak menjawab. Matanya kembali tertunduk, perasaan sepi melingkupinya.

Anak laki-laki itu berpikir sejenak, lalu dengan hati-hati dia melepaskan kalung dari lehernya. Klik... Rantai kalung itu terdengar kecil saat dia menariknya dari bawah kerahnya. Dia menggantungkan kalung itu di depan Natalia, liontinnya berbentuk pick gitar yang sederhana namun penuh arti. "Ini untukmu... ibuku memberikan ini padaku," ucapnya dengan nada lembut. "Katanya, kalau suatu hari aku takut atau ragu, genggamlah kalung ini. maka ketakutan dan keraguan itu akan hilang," lanjutnya sambil menaruh kalung itu di tangan Natalia. Ssst...

Natalia menatap kalung itu, matanya membesar. "Kenapa... kamu berikan ini kepadaku?" tanyanya dengan ragu, tangannya yang kecil dan gemetar meraih kalung tersebut. Tetes... Setetes air mata jatuh di tangan yang memegang kalung itu.

Anak laki-laki itu tersenyum tipis, kemudian membuka jaketnya, memperlihatkan kalung lain di lehernya yang sama persis. "Aku punya yang lain. Ini milik ayahku," katanya sambil menunjukkan kalungnya sendiri.

Melihat kalung yang sama, Natalia tersenyum kecil, walau air mata masih mengalir di pipinya. Mereka tertawa kecil bersama. Hehe... Sebuah tawa yang ringan tapi penuh makna.

Akhirnya, Natalia berani untuk masuk ke perlombaan. Dengan kalung itu di tangannya, dia bernyanyi dengan penuh perasaan, dan luar biasa, dia menang. Clap... clap... Tepuk tangan dari penonton mengiringi kemenangannya, tapi satu hal yang paling dia pikirkan adalah anak laki-laki itu. Deg deg deg... Setelah menerima hadiahnya, dia langsung mencari anak laki-laki tersebut, berlari ke luar gedung, kembali ke bawah pohon besar tempat mereka bertemu.

Namun, anak laki-laki itu sudah pergi. "Kemana kakak itu tadi....." bisiknya pelan, berdiri sendirian di bawah pohon. Ssst... Dia berusaha mencari ke segala arah, tapi yang ada hanyalah angin yang berembus pelan. Srek...

*****

Srek... Kembali ke saat ini, Natalia masih menggenggam kalung itu dengan erat di dalam toilet. Matanya tertutup rapat, air mata terus mengalir deras. Tetes... tetes... "Jadi... dia adalah Brian..." pikirnya, matanya kembali terbuka, meski pandangannya kabur oleh air mata. "Anak laki-laki yang selama ini aku cari..." gumamnya dengan perasaan campur aduk-kaget, haru, dan kebahagiaan yang datang bersamaan.

Tangannya gemetar saat dia mencoba menenangkan diri, tapi air mata tak bisa berhenti mengalir. Sstt... sstt... Dia menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan semua emosi yang membanjiri dirinya. "Apa yang harus aku lakukan sekarang?" pikirnya, dadanya terasa penuh sesak.

Klik... Natalia berdiri perlahan dari dinding toilet, mencoba merapikan dirinya. Dia menatap bayangan dirinya di cermin, matanya masih sedikit bengkak karena menangis, tapi dia tahu bahwa dia harus kuat. "Aku harus menghadapinya... namun aku harus tahu... apakah dia yang sebenarnya aku cari atau bukan....." pikirnya sambil menarik napas panjang. Ssst... Tangannya menyeka air mata terakhir yang tersisa di pipinya.

Namun, di balik semua air mata dan kesedihan, ada perasaan hangat yang perlahan muncul. Deg... deg... Jantungnya berdebar kencang, bukan karena takut, tapi karena harapan yang baru muncul.

*****

1
Jennifer Impas
Bikin ketawa ngakak. 🤣
hartzelnut: Terima kasih telah membaca novelku. jangan lupa episode selanjutnya ya /Smile//Smile/
total 1 replies
Kei Kurono
Thor, aku butuh fix dari obat ketagihan ceritamu! 🤤
hartzelnut: terima kasih telah menyukai novel saya. /Smile/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!