Widia Ningsih, gadis berusia 21 tahun itu kerap kali mendapatkan hinaan. Lontaran caci maki dari uanya sendiri yang bernama Henti, juga sepupunya Dela . Ia geram setiap kali mendapatkan perlakuan kasar dari mereka berdua . Apalagi jika sudah menyakiti hati orang tuanya. Widi pun bertekad kuat ingin bekerja keras untuk membahagiakan orang tuanya serta membeli mulut-mulut orang yang telah mencercanya selama ini. Widi, Ia tumbuh menjadi wanita karir yang sukses di usianya yang terbilang cukup muda. Sehingga orang-orang yang sebelumnya menatapnya hanya sebelah mata pun akan merasa malu karena perlakuan kasar mereka selama ini.
Penasaran dengan cerita nya yuk langsung aja kita baca....
Yuk ramaikan ....
Update setiap hari...
Selamat membaca....
Semoga suka dengan cerita nya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Diam-diam Widi mengurus semua kebutuhan dagang untuk orang tuanya, tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya ia berniat ingin memberi kejutan setelah selesai.
"Bagaimana semuanya?" tanya Widi yang baru saja datang di sebuah kedai.
"Sudah 100% Bos, tinggal pasang spanduknya saja," jawab tukang dengan sopan.
"Bagus, silahkan kembali bekerja." Widi berbalik arah dan pulang untuk menjemput kedua orang tuanya.
Tak lama dari itu akhirnya Widi tiba di rumahnya.
"Assalamualaikum, Ibu. Bapak?" ucap salam Widi begitu masuk ke dalam rumah.
"Wa'alaikumsalam, tumben pulang cepat Nak?" tanya Wendi bingung
"Iya Bapak, lagi ada waktu luang saja heheh ." Kekeh Widi duduk di sebelah Bapaknya.
"Oh iya Bapak, Ibu mana kok gak kelihatan?" tanya Widi mengedar pandangannya diseluruh ruangan.
"Ada di dapur, gak tahu Ibu kamu mau masak apa." tunjuk Wendi dengan memajukan bibir kearah dapur.
"Ya udah Widi ke dapur dulu ya Bapak," ucap Widi langsung berdiri meninggalkan Bapaknya di ruang keluarga.
"Iya Nak."
Widi berjalan menuju dapur sembari mencium aroma masakan Ibunya.
"Hmm. Wangi sekali masakan Ibu," puji Widi yang tengah berdiri di ambang pintu.
"Astagfirullah, kamu ini ngagetin Ibu saja !" ucap Nia terkejut mendengar suara aNaknya secara tiba-tiba.
"Hehe maaf Ibu, habisnya serius banget sih masaknya sampai-sampai Widi berdiri di sini tidak sadar lagi?" kekeh Widi sembari menutup mulutnya dengan telapak tangan.
"Kalo gak serius nanti rasanya beda," jawab Nia yang tetap fokus dengan masakannya.
"Begitu ya Bu, kok Widi baru tahu ya?"
"Kamu sih sibuk dengan karir, mumpung kamu pulang cepat ayo sini bantu Ibu," ajak Nia ingin mengajarkan Widi masak dengan caranya.
Widi pun sangat bahagia bisa menikmati waktu bersama dengan Ibunya, hitung-hitung biar ia tahu cara masak. Meskipun Widi wanita karir tapi tidak lupa dengan kegiatan seorang wanita jika berada di rumahnya, Widi memiliki pembantu tapi untuk membereskan pekerjaan yang lain. Bagian dapur Nia memohon pada Widi untuk tidak seorang pun menyentuhnya, ia ingin memasak untuk banyak orang selagi tubuhnya kuat dan sehat.
"Nak, kenapa orang-orang banyak mengira kamu hanya bekerja sebagai OG di perusahaan kamu sendiri?" tanya Nia bingung, meskipun berat ingin bertanya.
"Gak apa-apa kok Bu, Widi gak mau di pandang tinggi sama orang lain. Jika kekayaan yang membuat mereka tunduk, maka orang susah pun di anggap hina bagi mereka?"
"Maksudnya gimana Nak?"
"Intinya jadilah diri sendiri Bu, tanpa harus menjadi apa yang di inginkan orang lain," ucap Widi meyakinkan Ibunya.
"Semoga berkah selalu kehidupan kamu Nak, di lancarkan rezekinya." Nia memeluk Widi dengan penuh haru.
"Aamiin ya Allah." Widi membalas pelukan Ibunya
"Oh iya Bu, ikut Widi keluar yuk."
"Mau ke mana?" tanya Nia
"Sudah, ayo ikut saja. Ibu siap-siap dulu ya biar Widi bilang sama Bapak,"
Widi bergegas ke ruang keluarga, ingin memberi tahu pada Bapaknya untuk jalan-jalan keluar sebentar.
"Bapak, temani Widi jalan-jalan yuk." Rayu Widi dengan wajah memelas.
"Ke mana?" tanya Wendi
"Bapak siap-siap dulu gih, Widi tunggu di sini."
"Mau ke mana sih Nak, kok buru-buru banget?"
"Udah Bapak, nurut saja deh sama Widi."
Widi mendorong Bapaknya dari belakang hingga ke dalam kamar.
Di dalam kamar hanya ada Wendi dan Nia yang tengah sIbuk memakai bedak dan jilbab, Wendi pun menatap bingung ke arah istrinya yang ikut sIbuk menyiapkan diri.
"Memangnya mau ke mana sih Bu?" tanya Wendi yang kebingungan.
"Sudahlah Bapak, nurut saja apa kata anak. Kalo di suruh ganti baju ya ganti," jawab Nia dengan santai meskipun hatinya juga ikut bingung dengan tingkah Widi.
Beberapa menit kemudian, akhirnya Wendi dan Nia telah selesai mengganti baju dan mereka sudah siap di bawa jalan-jalan oleh aNak semata wayangnya.
"Nak."
Widi langsung menoleh ke arah sumber suara, betapa terkejutnya ia melihat kedua orang tuanya yang semakin sehat dan awet muda.
"Masya Allah ganteng dan cantik juga ya orang tua Widi," puji Widi membuat kedua orang tuanya tersipu malu
"Kamu ini pintar banget mengambil hati orang," Widi pun tertawa mendengar jawaban Ibunya yang semakin gemas.
"Ya sudah, yuk kita berangkat."
Widi berjalan keluar rumah hingga menuju mobil, begitu juga dengan orang tuanya.
Di pertengahan jalan, Widi turun dari mobil begitu juga Bapaknya yang di bantu oleh karyawan Widi. Tiba saatnya di halaman dan berdiri menghadap tirai.
"Ibu, Bapak boleh lepaskan kain penutup matanya ya," ucap Widi. Wendi dan Nia melepaskan ikatan kain yang berada di kepalanya.
"Apa ini Nak?"
"Ada apa ini?"
"Coba tebak, apa ini?"
"Apa?"
Widi terkekeh melihat orang tuanya yang penasaran dengan apa yang di lihatnya.
"Ya sudah kita hitung sampai tiga yuk," ucap Widi sembari menatap semua orang yang sudah berdiri di belakang mereka.
"Satu..."