Bagaimana jadinya jika siswi teladan dan sangat berprestasi di sekolah ternyata seorang pembunuh bayaran?
Dia rela menjadi seorang pembunuh bayaran demi mengungkap siapa pelaku dibalik kematian kedua orang tuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siastra Adalyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Flashback 1.5 (Last)
Orang-orang yang sedang berusaha mengeluarkan sesuatu tadi pun mulai berjalan ke arah pintu masuk sambil mengangkat 2 peti mati. Livia yang melihat dua peti mati yang sedang diangkat itu langsung lemas sebadan-badan, perasaannya semakin tak karuan, namun ia tetap berusaha untuk berfikir positif dan menepis semua pikiran buruk yang saat ini sedang ribut di dalam kepalanya.
"Kak..dimana ayah dan ibu..." Tanya Livia lagi dengan suara yang lirih dan bergetar sambil mencengkram tangan Evander yang sedang memeluknya. Evander tak dapat lagi membendung air matanya dan menangis sejadi-jadinya sambil memeluk erat adiknya. "Semua akan baik-baik saja, masih ada aku dan kak Nathan yang akan menjagamu".
"Tidak...hiks...jadi ayah da ibu sudah..." kak Nathan yang melihat kedua adiknya langsung memeluk mereka dengan erat, karena kini hanya mereka bertiga lah yang tersisa di keluarganya, sekarang ia harus berusaha untuk menjadi sosok orang tua untuk kedua adiknya."
Livia menangis tersedu-sedu dalam pelukan Evander, tubuhnya menjadi lemas saat mengetahui semua ini.
Peti mati kedua orang tuanya di letakkan di tengah ruang tamu. Livia langsung melepaskan pelukan kedua kakanya dan berlari kearah peti mati mereka, perasaannya kalut dan rasa shocknya juga masih terasa. Ia kembali menangis tersedu sambil memeluk peti kedua orang tuanya, tangisannya terdengar pilu sampai membuat orang yang ada di sana ikut menangis.
Kak Nathan kembali menghampiri Livia dan menenangkannya.
"Aku tidak akan menyuruhmu untuk berhenti menangis, tapi ingatlah, apapun yang telah terjadi sekarang kehidupan akan terus berlanjut. Aku mengerti perasaanmu, tapi jangan sampai hal ini menjadi penghalang untuk dirimu ke depannya"
Dia tau yang di ucapkan oleh kakaknya itu benar, tapi untuk saat ini hanya kesedihan yang ada dalam dirinya, gadis itu ingin menepis semua yang ada dihadapannya kalau itu semua adalah mimpi, namun seberapa kali pun ia mencoba kenyataannya tetap tidak berubah, bahwa kedua orang tuanya telah meninggal.
Kak Nathan berdiri dan memberitahu pada semua yang ada di ruangan , termasuk tuan dan nyonya Hubert bahwa sebentar lagi tamu-tamu dari perusahaan mereka dan kenalan orang tuanya akan datang ke rumah untuk melayat. Jadi diharapkan agar semuanya bisa di siapkan sebaik mungkin sebagai penghormatan kepada tamu yang datang dan juga sebagai penghormatan terakhir untuk orang tua mereka.
Evander segera menghapus air mata yang jatuh ke pipinya dan berusaha kembali tegar, bi Marry, paman Herland dan Issac Hubert juga segera membantu mempersiapkan semua kebutuhan untuk pemakaman dan untuk para tamu yang akan datang melayat, nyonya Hubert (Betty) juga membantu menenangkan Livia dan mengganti pakaiannya dengan baju dan celana hitam hitam yang biasa menjadi lambang duka.
Setelah semua persiapannya selesai, tak lama kemudian para tamu satu persatu mulai berdatangan dan menyampaikan bela sungkawa, kak Nathan, Evander, dan Livia berdiri di sebelah peti mati kedua orang tuanya. Livia hanya bisa menunduk dan melamun, bahkan untuk sekedar tersenyum atau membalas ucapan tamu yang datang pun ia sudah tak ada tenaga, namun gadis itu bisa mendengar ucapan dari mereka yang bisik-bisik membicarakan bagaimana kelanjutan keluarga Esfir dan perusahaan nya, apakah masih bisa bertahan tanpa adanya peran orang dewasa di sisi bocah ingusan seperti mereka.
"Ya ampun, kasihan sekali anak-anak itu kalau harus hidup tanpa kedua orang tuanya"
"Bagaimana nasib ER Group sekarang? Apa akan bangkrut?"
"Padahal ER Group sedang berada di masa jayanya sekarang"
"Aku rasa entah itu ER Group atau keluarga ini sebentar lagi juga pasti akan berakhir, kasihan sekali mereka"
Livia yang mendengar ucapan itu hanya bisa mengepalkan tangan erat-erat, mungkin yang dibicarakan para orang dewasa itu benar, apa yang bisa dilakukan oleh anak-anak untuk mengurus sebuah perusahaan besar tanpa ada arahan sebelumnya, terlebih kedua orang tuanya tak pernah mengajarkan bisnis keluarga pada anak mereka karena ingin agar anaknya bisa merasakan kehidupan yang normal seperti anak pada umumnya tanpa terbebani tanggung jawab bisnis keluarga atau pekerjaan orang dewasa lainnya.
Setelah menunggu beberapa jam dan semua tamu telah datang, upacara pemakaman pun segera dilaksanakan. Kak Nathan, Evander, Livia dan beberapa orang lainnya tak mampu menahan tangis saat peti milik Rion Gwynn Esfir & Felice Amory mulai di diantarkan ke peristirahatan terakhirnya, keheningan menyelimuti area pemakaman, hanya diselingi oleh isak tangis dan bisikan lembut dari pelayat yang berusaha menenangkan diri. Langit tampak mendung, seolah turut merasakan duka yang mendalam, sementara pepohonan di sekeliling seakan berdiri sebagai saksi bisu dari perpisahan yang penuh emosi ini.
Setelah upacara pemakaman selesai, ketiga anak itu beserta bi Marry, paman Herland, Betty & Issac Hubert kembali ke rumah dengan langkah lambat. Betty dan Issac Hubert juga turut merasakan kesedihan yang dirasakan anak-anak itu. Rumah yang biasanya menjadi tempat kenyamanan kini terasa sepi dan kosong, menyisakan suasana hening yang kontras dengan keramaian upacara tadi. Betty dan Issac berpamitan untuk pulang, mereka juga memberikan nomor teleponnya kalau kalau ketiga anak itu membutuhkan bantuan, mereka akan siap membantu apapun itu.
Evander duduk di sofa dalam kamar kak Nathan yang tenang, meresapi keheningan sambil mencoba menghadapi rasa kehilangan yang mendalam. Lingkungan di sekitar mereka, yang biasanya menyenangkan, kini menjadi pengingat nyata akan kepergian orang yang mereka cintai. Perasaan duka menghantui setiap sudut rumah, menciptakan suasana yang penuh dengan kenangan.
"Kak Nathan, sekarang kita harus bagaimana? Huhuhuu...kenapa semuanya jadi seperti ini??" Tanya Evander yang saat itu berusia 16 tahun sambil menangis.
"Aku juga tidak tau! Aku yakin kejadian ini pasti sudah di rencanakan oleh seseorang. Tapi siapa? Apa alasannya melakukan semua ini?!" Nathan yang saat itu sangat frustasi juga tidak bisa melakukan apapun.
Brak!
Pintu kamar terbuka dengan keras.
"Kak, ayah dan ibu..." Tiba-tiba adik mereka, gadis SMP yang saat itu masih berusia 13 tahun masuk ke dalam kamar kak Nathan.
"Livia?" Evander yang dari tadi sedang menangis itu langsung menghapus air matanya dan segera memeluk adiknya.
"Livia, tenang ya. Semua akan baik-baik saja, masih ada aku dan kak Nathan disini" Ucapnya dengan suara yang bergetar sambil memeluk Livia agar adiknya itu merasa lebih tenang.
"Hiks, huhuhu..." Livia menangis tersedu-sedu sambil memeluk erat Evander.
Kesedihan yang mendalam datang secara tiba-tiba ke keluarga mereka. Bagaimana tidak, kematian kedua orang tua yang sangat mereka sayangi secara mendadak membuat ketiga anak itu sangat terpuruk dan kehilangan arah. Kebahagiaan dan kehangatan sebuah keluarga dalam hidup mereka di hancurkan berkeping-keping dalam sekejap.
Nathan menatap kedua adiknya, ia mengepalkan kedua tangannya dengan kuat diatas meja. Buku-buku jari tangannya memutih saking kuatnya kepalan tangan itu, matanya memerah dan tak lama kemudian air mata mulai mengalir ke pipinya.
"Aku akan mencari tahu penyebab semua ini"
.
.
.
.
.
Bersambung...
Panjangin lah thorr/Whimper/