Kisah cinta si kembar Winda dan Windi. Mereka sempat mengidamkan pria yang sama. Namun ternyata orang yang mereka idamkan lebih memilih Windi.
Mengetahui Kakanya juga menyukai orang yang sama dengannya, Windi pun mengalah. Ia tidak mau menerima lelaki tersebut karena tidak ingin menyakiti hati kakaknya. Pada akhirnya Winda dan Windi pun tidak berjodoh dengan pria tersebut.
Suatu saat mereka bertemu dengan jodoh masing-masing. Windi menemukan jodohnya terlebih dahulu dibandingkan Kakaknya. Kemudian Winda berjodoh dengan seorang duda yang sempat ia tolak lamarannya.
Pada akhirnya keduanya menjalani kehidupan yang bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Batin Windi
Ternyata Javier sudah mulai lepas dari tongkatnya. Sejak kemarin ia bertekat untuk bisa berjalan tanpa tongkat. Dan hati ini ia membuktikannya meski ia harus menahan sedikit rasa sakit.
Rayyan puas sekali bermain hari ini. Ia bahkan mengenalkan Om Javier kepada ketiga saudaranya. Javier sangat senang bermain dengan mereka. Rasanya ia ingin segera pulih agar bisa berlarian seperti bocah-bocah yang bersamanya saat ini.
"Mereka lucu sekali."
"Hem, iya... sangat lucu. Tapi kadang nyebelin. Terutama Rayyan. Anak itu terlalu aktif dan kadang suka jail."
Windi sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Selain ia takut kata-kata Abinya berkeliaran. Ia juga takut kepada istri Javier. Memang posisi duduk mereka tidak berdekatan, namun Windi tetap harus waspada.
"Kamu sangat paham dengan mereka. Sejak kapan kamu mengurus mereka?"
"Tentu saja sejak mereka bayi. Tapi memang mereka jarang pulang ke Surabaya."
Tiba-tiba Rayyan mendekati mereka berdua.
"Anti, Om. Kita sudah lapar."
Windi melihat jam tangannya. Memang sudah waktunya mereka makan siang. Akhirnya Windi membawa mereka Ayam richeese. Karena itu adalah makanan favorit mereka.
"Em... apa anda tidak mau ke tempat lain?"
"Aku akan makan bersama kalian."
"Aduh, kok aku jadi ngeri ya. Gimana kalau istrinya datang tiba-tiba melabrak ku.Lagian kenapa dia bisa tiba-tiba ada di mall? " Batinnya.
"Anak-anak, kalian duduk dulu. Anti mau pesan dulu."
"Siap, anti."
Javier memberikan kartu ATM nya kepada Windi.
"Tidak usah, ini ada. Mereka dibekali kok."
Windi mengeluarkan kartu ATM dengan warna yang sama dengan milik Javier.
"Simpan itu, pakai punyaku. Pinnya 101010."
Windi tidak ingin membuat Javier kecewa. Ia pun menerimanya.
Saat ini Windi sedang antri untuk memesan makanan.Javier ikut duduk bersama Rayyan dan ketiga saudaranya. Ada beberapa pengunjung yang tidak segan mencubit pipi mereka.
"Kak, anak anda lucu sekali. Mereka tampan dan cantik."
"Pantas saja, Papanya saja tampan sekali." Sahut yang lainnya.
"Pasti Mamanya juga cantik."
"Itu Mama kami." Celetuk Rayyan sambil menunjukkan Anti Windi.
"Wah pantesan. Perpaduan yang pas."
Rayyan menutup mulutnya dengan sebelah tangannya setelah iya berhasil membuat Ibu-ibu muda itu percaya.
Javier hanya tersenyum menanggapi kelakuan Rayyan dan Ibu-ibu tersebut. Sedangkan keempat bocah sibuk dengan mainan yang ada di tangan mereka. Mainan tersebut adalah hadiah yang mereka dapat dari time zone.
Setelah lima menit kemudian, Windi membawa satu nampan berisi makanan dan minuman yang dipesan. Javier berdiri dengan pelan hendak membantu Windi. Karena masih ada satu nampan lagi yang belum dibawa.
"Eh... eh mau ke mana?"
"Membantumu."
"Tidak perlu. Biar saya saja. Duduklah dengan tenang."
Windi mengambil satu nampan lagi. Setelah itu mereka duduk. Kebetulan posisi duduknya berhadapan dengan Javier. Mereka tampak seperti keluarga yang harmonis.
"Ayo anak-anak, makan dulu. Taruh mainannya. Jangan lupa baca do'anya!"
Keempat bocah itu menuruti perintah artinya. Javier semakin kagum dengan sosok perempuan di depannya.
"Om, minumannya dari tadi diaduk aja. Nggak diminum?"
Suara Rayyan membuyarkan lamunan Javier. Ucapan bocah kecil itu membuatnya malu. Ia hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sedangkan Windi pura-pura tidak tahu apa-apa.
Keempat bocah makan dengan tenang. Kebetulan Rihana duduk di samping Javier. Nampak Rihana makan dengan sedikit belepotan. Caos yang dia makan nempel di pipinya. Tangan Javier terulur untuk mengusapnya dengan tisu. Bersamaan dengan itu tangan Windi pun hendak menghapus nya juga. Namun Windi Justru mengusap jari Javier.
Javier menoleh, dan pandangan mereka bertemu.
"Astagfirullah... " Ucap keduanya.
Windi segera menjauhkan kepalanya dan duduk kembali.
"Eh... Rihana makannya pelan ya, biar nggak belepotan."
"Iya, anti."
"Maklumi saja, mereka masih kecil."
Akhirnya mereka selesai juga makan. Namun mereka belum juga ingin pulang. Mereka minta main mandi bola.
"Setelah mandi bola, pulang ya?"
"Oke anti."
"Em... kalau anda ingin pulang atau ada perlu lain silahkan. Saya bisa menjaga mereka sendirian."
"Tidak ada. Justru aku datang ke sini untuk menghilangkan kejenuhan.
Rayyan dan tiga saudaranya masuk ke area mandi bola. Windi memakaikan kaos kaki untuk mereka. Javier tidak bisa membantunya karena ia masih susah untuk berjongkok. Bahkan sholat pun ia masih duduk.
Winda menunggu mereka di luar. Ia duduk di kursi panjang yang ada di depan area. Javier pun duduk di sampingnya. Mainan si kembar menjadi penghalang mereka.
"Nih orang kenapa nggak pulang saja, apa istrinya nggak nyariin?" Batin Windi.
Windi mengembalikan kartu ATM milik Javier.
"Ini ATM anda. Terima kasih."
"Oh, iya."
Windi berpikir dan mencari topik pembicaraan agar suasananya tidak menegangkan.
"Berapa usiamu?"
Tiba-tiba pertanyaan itu muncul dari mulut Javier. Windi yang saat itu sedang melamun, otaknya belum terkoneksi.
"Apa?"
"Berapa usiamu sekarang?"
"22 tahun, enam bulan lagi 23 tahun. Kenapa anda bertanya umur? Apa sekarang anda sudah berubah jadi pengurus sensus?"
Ucapan Windi justru membuat Javier tertawa.
"MasyaAllah, dia tertawa. Baru kali ini aku melihatnya tertawa." Batin Windi.
Dari kejauhan seseorang sedang mengawasi mereka. Bahkan orang tersebut mengambil gambar mereka.
"Kamu senang mengasuh mereka?"
"Tentu saja. Mereka seperti anakku sendiri."
"Kenapa tidak menikah saja, dan punya anak sendiri?"
"Kalau sudah waktunya, pasti. Bagaimana dengan anda, apa istri anda sudah isi?"
Javier mengerutkan dahinya. Ia mencerna pertanyaan Windi.
Namun tiba-tiba seseorang datang.
"Oh jadi di sini ya, kamu?"
Sontak Windi lansung berdiri saat melihat orang tersebut. Ia merasa seperti sedang kepergok selingkuh dengan suami orang. Karena yang datang adalah Kanzha.
"Mbak, maaf anda jangan salah paham dulu. Saya dan Tuan Javier tidak ada hubungan apa-apa. Kami hanya kebetulan ketemu. Kami di sini tidak hanya berdua. Ada keponakan saya yang sedang bermain di dalam sana."
Windi berbicara tanpa jeda untuk membela diri. Ia tidak ingin wanita di hadapannya, salah sangka. Namun di luar dugaannya, wanita tersebut justru tertawa terbahak-bahak. Sedangkan Javier ia hanya bersedekap dan menahan tawanya.
Windi heran melihat wanita yang ia sangka istri Javier ini justru tertawa bukannya marah.
"Perkenalkan, saya Kanzha."
Kanzha mengulurkan tangannya."
"Wi-Windi."
"Jadi benar kalian ini tidak ada hubungan apa-apa?"
"I-iya benar."
"Tapi sudah dia kali ini aku melihat Javier sangat senang berbicara denganmu. Ia bahkan tidak pernah sesenang ini saat berbicara dengan saya."
"Itu... saya tidak tahu soal itu."
"Duduklah, kamu mau ke mana?"
"Itu, saya mau melihat keponakanku."
"Jangan menghindariku!"
"Duh, mau diapain aku ya? Ini lagi lakinya diam saja tidak memberi pembelaan." Batin Windi.
Windi pun duduk kembali.
"Kalau dilihat-lihat kalian memang serasi." Ujar Kanzha.
"Kak, sudahlah! Jangan iseng, kasihan anak orang."
Windi terkejut mendengar panggilan Javier kepada Kanzha.
Bersambung....
...****************...
Tar nyesel lho kalau ditikung pria lain
Anak sama ibu sudah kasih lampu hijau
Ayo onty mimi bu dosen baru besuk Khaira ke rumah sakit, ajak bunda winda to menemani 😁😁😊