Nadif, seorang pria tampan berusia 30 tahun yang hidupnya miskin dan hancur akibat keputusan-keputusan buruk di masa lalu, tiba-tiba ia terbangun di Stasiun Tugu Yogyakarta pada tahun 2012- tahun di mana hidupnya seharusnya dimulai sebagai mahasiswa baru di universitas swasta ternama di kota Yogyakarta. Diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan masa lalunya, Nadif bertekad untuk membangun kembali hidupnya dari awal dan mengejar masa depan yang lebih baik.
Karya Asli. Hanya di Novel Toon, jika muncul di platform lain berarti plagiat!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernicos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nadif - Bab 17: Manager Baru
Libur semester sudah hampir selesai, tinggal berapa hari lagi untuk memulai aktifitas perkuliahan seperti biasa. Di studio Mas Bayu yang sudah menjadi tempat favorit bagi Nadif. Dia terlihat duduk dengan nyaman di depan komputer, matanya fokus pada layar yang menampilkan desain iklan yang tengah ia garap.
Walaupun Nadif adalah mahasiswa jurusan Teknik Informatika, ia juga menguasai desain grafis dengan sangat baik. Ternyata, ia memang cerdas dan multitalenta. Tidak hanya bisa bermusik, tapi banyak skill lainnya yang selama ini ia sembunyikan.
Mas Bayu, yang memperhatikan Nadif dari belakang, semakin kagum dengan kemampuan muridnya yang satu ini.
"Mas Bayu, gimana menurut Mas desainnya?" tanya Nadif sambil menggeser layar ke arah Mas Bayu, memperlihatkan iklan tentang lowongan kerja untuk posisi manajer Artis profesional.
Mas Bayu tersenyum, “Wah, nggak nyangka lo juga jago desain, Dif. Ini sih keren banget! Emang nggak salah lagi, lo emang multitalenta.”
Nadif tersenyum, merasa bangga tapi tetap rendah hati, “Hehe, ya lumayan lah, Mas. Buat ngirit aja, biar nggak perlu bayar desainer.”
“Haha, anak ini, selalu aja ada cara buat hemat,” candanya sambil menepuk bahu Nadif. “Tapi serius, lo udah mikir matang-matang soal manajer?”
“Udah, Mas. Soalnya tawaran manggung dan tampil di TV lokal makin banyak. Kalau semuanya gue urus sendiri, bisa-bisa gue kewalahan,” jawab Nadif, sembari kembali serius memperhatikan desainnya.
Mas Bayu mengangguk setuju, “Bener. Manajer tuh penting buat ngerapihin semua tawaran dan ngurusin kontrak-kontrak. Biar lo bisa fokus ke berkarya. Gue dukung banget keputusan lo buat hire manajer.”
Nadif selesai mengedit desainnya dan mulai mengunggah iklan lowongan itu ke media sosialnya. Dalam waktu singkat, banyak yang menghubungi Nadif untuk mengajukan lamaran.
Beberapa hari berikutnya diisi dengan jadwal wawancara yang padat. Studio Mas Bayu pun menjadi tempat yang cukup sibuk dengan keluar masuknya kandidat manajer yang datang untuk interview.
Hari itu, Nadif baru saja selesai wawancara dengan kandidat terakhir. Bang Bona, seorang pria dengan umur sekitar 30 hampir 40 tahun, adalah kandidat yang paling menarik perhatian Nadif. Pengalaman dan karakter pria ini terasa paling pas dengan kebutuhan Nadif.
"Mas, kayaknya gue udah nemu orang yang cocok," ujar Nadif setelah Bang Bona meninggalkan studio.
Mas Bayu yang duduk di sofa sambil membaca koran menurunkan kacamatanya, “Serius? Yang tadi?”
“Yup, Bang Bona. Dia pengalaman di industri hiburan, dan orangnya kelihatan bisa diandalkan.”
Mas Bayu tersenyum puas, “Kalau lo yakin, ya udah. Kapan dia mulai?”
Nadif mengambil ponsel, mengetik pesan untuk Bang Bona. Tak lama kemudian, ponselnya berbunyi, pertanda pesan dari Bang Bona sudah masuk.
“Dia bilang siap mulai besok, Mas.”
“Oke, good. Mulai besok lo udah nggak perlu pusing lagi ngurus tawaran-tawaran yang masuk. Biar Bang Bona yang handle,” kata Mas Bayu.
###
Esok harinya, Bang Bona datang ke studio tepat waktu, mengenakan jaket kulit hitam dan celana jeans yang rapi. Nadif menyambutnya dengan senyum lebar, dan setelah perkenalan singkat dengan Mas Bayu, mereka segera masuk ke pembicaraan serius tentang membahas kontrak kerja.
“Jadi, Bang,” Nadif membuka percakapan setelah mereka duduk bersama di ruangan yang nyaman,.
“Kapan Bang Bona bisa mulai kerja?”
Bang Bona tersenyum, menatap Nadif dengan tatapan serius tapi ramah.
“Gue bisa mulai kapan aja, bro. Tapi sebelum itu, kita perlu bahas kontraknya dulu, biar jelas tanggung jawab dan hak kita masing-masing.”
Nadif mengangguk, merasa lega karena Bang Bona langsung inisiatif soal kontrak. Mereka mulai membahas detail kontrak, dari durasi kerja, komisi, hingga apa saja yang jadi tanggung jawab Bang Bona. Lalu mereka berdua menandatangani kontrak tersebut setelah merasa sepakat.
Nadif tersenyum, merasa lega akhirnya menemukan sosok yang pas.
"Oke, Bang Bona, gue rasa kita bisa mulai kerja sama, by the way, gue pengen tahu apa rencana lo bang buat gue?"
Bang Bona mengangguk, lalu mengeluarkan tablet dari tasnya, menyalakannya, lalu mulai berbicara.
"Pertama itu gini Dif. Kita mulai dengan yang paling penting dulu. Gue bakal ambil alih semua akun media sosial lo, handle semua email dan telepon bisnis, dan pastiin semua tawaran yang masuk itu beneran worth it buat lo.
"Nadif mengangguk antusias.
"Kedengeran bagus, Bang. Jadi gue bisa lebih fokus berkarya tanpa pusing mikirin hal-hal teknis."
Bang Bona pun segera mengambil alih media sosial Nadif, mengatur postingan, balasan DM penting, serta mengecek engagement yang masuk. Tak hanya itu, dia juga membuat email baru khusus untuk urusan bisnis, memastikan semua urusan bisnis berjalan lebih profesional.
"Lu fokus aja sama musik dan kuliah, Nadif. Gue yang handle sisanya. Semua tawaran yang masuk bakal gue pilah-pilah, yang bagus langsung gue jadwalin tanpa bentrok sama kuliah lu," kata Bang Bona penuh keyakinan.
Nadif tertawa kecil, merasa beban di pundaknya berkurang drastis.
"Wah, ini bakal jauh lebih mudah. Gue nggak nyangka kalo punya manager bisa segampang ini."
"Yakin lo nggak mau handle sendiri?" Mas Bayu menggoda, mencairkan suasana.
Nadif menggeleng sambil tertawa.
"Haha, ya nggak lah mas. Gue serahkan semuanya ke Bang Bona. Gue percayain semuanya sama dia."
Bang Bona menepuk bahu Nadif.
"Tenang, gue bakal pastiin lo naik level, Nadif. Karir lo bakal melesat lebih jauh lagi."
Nadif merasa lebih siap dari sebelumnya, dengan Bang Bona di sisinya, dia yakin perjalanan karirnya akan lebih lancar dan terarah. Mereka mulai menyusun rencana untuk karir Nadif ke depan, menyaring tawaran manggung, tampil di TV, dan berbagai kerjasama lainnya. Satu langkah besar baru saja dimulai.
Mas Bayu, yang duduk di pojok ruangan, hanya bisa mengangguk puas melihat perkembangan ini.
“Kita semua bisa jadi tim yang solid kalau gini caranya. Gue nggak sabar lihat lo makin bersinar, Nadif.”
“Gue juga, Mas. Gue yakin, dengan Bang Bona di sini, karir gue bisa lebih terarah.” puji Nadif
“Oia, by the way gue nggak bakal nge-publish hubungan lo sama Jessy dulu, kalau itu yang lo khawatirin,” ujar Bang Bona sambil tertawa kecil saat mereka ngobrol santai.
“Ah, makasih, Bang. Kita emang pengen stay private dulu. Biar nggak banyak yang ganggu.”
“Pinter. Lo fokus aja sama karya dan kuliah lo. Sisanya, serahin ke gue.”
Mereka mengakhiri pertemuan dengan semangat baru. Bagi Nadif, ini bukan cuma tentang karir, tapi juga tentang bagaimana dia bisa tetap jadi dirinya sendiri di tengah sorotan yang semakin terang. Bersama Bang Bona, ia merasa punya kesempatan lebih besar untuk mencapai semua impiannya tanpa kehilangan arah.
Kita sebagai pembaca seolah dibawa oleh penulis buat ngerasain apa yg Nadif alamin. Keren bangettt 🌟🌟🌟🌟🌟
semangat berkarya ya thor🙏🏽
#Gemes aku bacanya klw MC-nya Naif kaya gini.
Harusnya MC lebih Cool dan benar2 fokus memperbaiki diri, bahagiain keluarga, memantapkan karirnya. Jangan diajak2 RUSAK, malah mau...🙄