NovelToon NovelToon
Give Me A Clue: Why Should I Stay Alive?

Give Me A Clue: Why Should I Stay Alive?

Status: tamat
Genre:Tamat / Transmigrasi ke Dalam Novel / Epik Petualangan / Masuk ke dalam novel / Roh Supernatural / Fantasi Wanita / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: And_waeyo

[ARC 1] Demallus-Hellixios-Rivenzha

Seorang perempuan terbangun di dunia lain dengan tubuh orang asing. Tak cukup dengan tak mengingat kehidupannya di masa lalu, sejak ia datang ke dunia itu, situasinya kacau.

Di kehidupan itu, nyawanya juga akan hilang hanya dengan satu kata dari seorang raja atau kaisar.

Namun, ia menemukan berbagai hal luar biasa dalam perjalanan, seperti makhluk sihir, teman seperjalanan yang menarik, dan alasan sekecil apa pun untuk bertahan hidup.

Meski tak terlalu dihargai, ia juga tak begitu peduli. Tapi kegelapan tak diketahui perlahan memanggilnya. Seolah memaksa melukai orang-orang yang mulai ia anggap berharga.

"Jika Anda menimbulkan kekacauan dan pergi ke jalan kegelapan di masa depan. Apa Anda bersedia membunuh diri Anda sendiri?"

Akankah kematian menjadi satu-satunya hal yang menunggunya lagi?

Give Me a Clue: Why Should I Stay Alive?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon And_waeyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 17. Humming

Beberapa saat kemudian, Kaltaz menarik senjata, lalu mengulurkannya pada Aesel. Ia membalikkan pisau itu, Kaltaz memegang bagian mata pisau semantara pegangannya terarah ke Aesel.

"Maaf, tadi tampaknya saya merasakan sesuatu di dekat Anda. Tapi sekarang itu sudah tidak ada. Apa Anda tidak apa-apa?" ucap Kaltaz.

"Apa itu insting seorang master?" tanya Arasidion.

"Wah, itu mengejutkan saya," ucap Ivana.

"Kupikir akan melihat sesuatu yang seru." Alaster berdecak.

"Jika tuan Alaster yang diarahkan senjata seperti itu, Anda pasti akan gemetar atau mungkin pipis di celana," ledek Torah.

"Diam kau, bocah. Kau selalu menggangguku," kesal Alaster.

Aesel mengambil pisau itu, sementara Kaltaz mengulurkan tangannya, mengajak kembali Aesel supaya mereka segera menaiki kuda. Sementara perempuan itu agak kaku, masih cukup kaget tapi tetap menerima uluran tangan Kaltaz walau ragu. Di tatapnya punggung lelaki itu.

Sekujur tubuh Aesel tadi sampai merinding sebenarnya. Ia merasakan hawa membunuh yang sangat pekat dan tatapan yang begitu dingin dari lelaki itu meski sesaat.

Kemudian, mereka melanjutkan perjalanan di hutan roh. Aesel sesekali teralihkan dengan berbagai hal unik dan menarik baik tumbuhan atau makhluk-makhluk kecil yang tertangkap penglihatan di sana. Tapi bulu kuduknya akan kembali berdiri jika mengingat Kaltaz tadi, seolah itu bukan Kaltaz yang biasanya.

"Anda menjadi lebih pendiam. Apa Anda tidak ingin menanyakan sesuatu tentang apa yang Anda lihat? Anda selalu tampak penasaran," ucap Kaltaz.

"Tidak apa-apa. Saya hanya sedikit lelah dan ingin tidur. Sudah berapa lama kita di sini?"

"Benar, kita tidak tahu sudah berapa lama waktu berlalu."

Mengingat hutan roh tetap gelap meski siang, sulit untuk menerka waktu.

Meskipun kelelahan fisik mereka bisa diatasi dengan sihir. Namun sihir juga bisa berkurang dan harus beristirahat untuk memulihkan energi sihirnya. Belum lagi jika mental yang lelah, itu adalah suatu hal yang dapat dikatakan di luar kendali sihir sekali pun. Meski bisa dialihkan, bukan berarti sudah selesai.

Contoh umumnya, tidak mungkin sakit hati disembuhkan dengan sihir. Sumbernya bukan dari luka fisik, tapi luka batin yang bahkan sihir pun sampai saat ini tak bisa menyentuhnya.

"Kita sebaiknya beristirahat dulu."

Setelah beberapa saat, mereka menemukan tempat untuk beristirahat di dekat sebuah sungai. Lalu, membagi tugas untuk tidur dan berjaga. Aesel, Kaltaz, dan Alaster kebagian berjaga di awal. Sisanya tidur lebih dulu.

Rasanya Aesel ingin menyalakan api unggun, tapi Kaltaz bilang itu akan menarik perhatian monster berbahaya. Untuk mereka yang ingin istirahat, akan lebih baik tidak menarik perhatian.

Hal yang menarik perhatian Aesel adalah cara Torah tidur. Gadis muda itu duduk tegak, bersila di bawah pohon, seperti bertapa. Napasnya tampak teratur, seperti orang yang sudah tidur nyenyak.

Sementara Ivana membawa kasur lipat dari tas sihirnya. Lalu Arasidion tidur sambil duduk dan menyandar pada gadanya.

"Ini bukan tentang kenyamanan, mereka sudah terbiasa. Di alam, mereka harus tetap siaga bahkan saat tertidur sekali pun," ucap Kaltaz yang melihat Aesel sendiri memeluk mantel tampak kagum melihat para petualang itu.

Alaster menguap malas. "Oh, Anda harus melihat ini," ucapnya sambil mengambil busur dan anak panah.

"Apa yang Anda lakukan?"

"Perhatikan, ini lumayan menarik."

Ia membidik ke arah tiga orang yang sedang tidur itu. Lalu panah melesat berurutan ke arah Arasidion, ke arah Torah, lalu ke Ivana.

Panah pertama ditepis oleh Arasidion dengan tangan kosong, panah kedua ke arah Torah ia tangkap dengan tangannya sebelum mengenai wajah dan mematahkan itu, sementara panah ketiga di Ivana melebur entah kemana beberapa senti sebelum mengenai wanita itu. Padahal mereka semua masih tidur.

Aesel terlihat semakin kagum, matanya kembali berbinar-binar. "Apa saya boleh mencobanya?"

"Coba sa—"

"Tidak," Kaltaz memotong.

"Membosankan," ucap Alaster pelan, ia pura-pura tak menyadari Kaltaz menatapnya seolah ingin membunuhnya.

"Maaf, saya khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan," ucap Kaltaz pada Aesel.

"Oh, apakah Anda takut saya melihat teknik sihirnya? Ya, jika nona Aesel adalah ras iblis, berarti besar kemungkinan sihirnya adalah sihir kegelapan. Tapi apa tipenya? Apakah Anda bisa mengendalikan mayat? Necromancer? Atau anda bisa memanggil jiwa orang mati? Lalu, bagaimana dengan roh pendendam? Mantra kutukan?"

Lalu, sebuah sabit lewat tepat di depan wajah Alaster.

"Diamlah, kau sangat berisik," ucap Torah.

Kemudian sabit itu kembali ke sisinya.

Alaster mendecak, ia berdiri dan melangkah pergi.

"Anda mau ke mana?" tanya Kaltaz.

"Berkeliling."

"Tidak, kita berjaga di sini," tegas Kaltaz.

Pria itu menghela napas kasar. Tapi tak bisa membantah Kaltaz dan akhirnya berdiam diri, ia mengambil minuman dari tas sihirnya. Semacam minuman keras.

Sementara itu, Aesel menyandar pada pohon besar di belakangnya. Ia menengadah ke atas hanya untuk memekik terkejut karena ada sesuatu berwarna putih transparan di atas yang melayang dekat ranting pohon. Ia beringsut menjauh dan berlari ke arah Kaltaz yang berada paling dekat dengannya.

Di sisi lain, Kaltaz dan Alaster kompak bersiaga mengeluarkan senjata.

"Ada apa?" tanya Kaltaz.

"Ada sesuatu di atas pohon," ucap Aesel sambil berlindung di balik lelaki itu.

Kaltaz melihat ke arah yang dilihat Aesel. Keningnya mengernyit.

"Ah, itu hanya roh yang ada di hutan ini. Mereka bisa banyak ditemui di atas hutan ini, Anda mungkin juga melihatnya saat kita memasuki hutan."

"Apa-apaan kukira kenapa, ternyata hanya itu." Alaster tampak sebal dan menyembunyikan kembali senjatanya.

"Tapi ..., apakah mereka tidak akan menyerang?"

"Tidak tentu saja, jika kita tidak menyerang mereka lebih dulu. Pada dasarnya mereka bukan roh jahat. Dikatakan roh-roh seperti itu jarang melakukan kontak, tidak terlalu penasaran dengan makhluk hidup, terkadang mereka akan diam-diam memperhatikan kita tapi dari kejauhan, namun tak sampai mengganggu lebih dulu. Mungkin Anda menarik perhatian salah satunya."

Mendengar itu, Aesel tampak tak tenang. Sampai roh yang dilihatnya terbang pergi entah kemana, ia menghela napas lega.

Namun tiba-tiba, Kaltaz tertawa kecil.

"Apa yang lucu?" tanya Aesel.

"Ah ..., maaf, saya hanya ingat bahwa Anda pernah mengatakan dengan berani tidak masalah membunuh seseorang untuk melindungi diri, tapi melihat roh seperti itu saja Anda bersembunyi di belakang saya," katanya sirat mengejek.

Kedua alis Aesel menekuk. "Karena ... Itu, roh itu berbeda dengan manusia! Memangnya mereka bisa dilukai? Bukankah semua hal hanya akan menembus mereka? Mereka juga menakutkan!" belanya.

Kaltaz tak mendengarkan, ia masih tertawa membuat Aesel berdecak dan menjauh melangkah ke arah Alaster yang tak memedulikan mereka sama sekali.

"Kenapa Anda kemari?" tanya lelaki itu merasa terusik.

"Kenapa memangnya?"

"Hei, meskipun kita dalam perjalanan yang sama dan mengobrol. Bukan berarti saya ingin dekat dengan Anda. Tolong pergilah sebelum kesatria Kaltaz benar-benar memutuskan untuk membunuh saya."

"Bukankah Anda sangat penasaran dengan saya?" Aesel mengerjap.

"Itu kasus yang berbeda," ucap Alaster tak acuh.

"Apa yang berbeda?"

"Ternyata Anda juga sangat cerewet. Berbeda dengan saya, seseorang akan mengeluh jika saya cerewet."

"Saya bisa memberitahu apa yang ingin Anda ketahui tentang saya."

"Nah, sebaiknya Anda tidak kelewatan. Kita di sini bukan untuk piknik keluarga dan menikmati malam yang indah," ucap Kaltaz.

"Anda mendengarnya?" Alaster kemudian menguap lebar.

"Ya." Aesel menopang dagu.

Mereka sama-sama diam cukup lama. Aesel merasa pernah merasakan ini. Entah kapan, berkemah di luar dan menatap bintang, hanya saja di sini bahkan bintang tak terlihat, hanya roh seperti hantu berkeliaran di atas bahkan langit tertutup kabut tebal.

Tanpa sadar, gadis itu menggumamkan sebuah lagu sambil melamun. Sebuah lagu ..., yang biasa dinyanyikan saat berkemah di dunianya sebelumnya.

"Apakah itu semacam mantra yang membawa kematian?" ucap Alaster.

"Ya?"

Shhaaaaa!!!

Detik berikutnya, sesuatu terjadi begitu cepat, Aesel tak tahu apa yang ia lewatkan, ia sudah berada di tengah-tengah, dikelilingi petualang termasuk yang tadi tidur dan Kaltaz juga, seolah melindungi ia dari sesuatu.

Sebuah kubah putih yang agak berkilat dan transparan mengelilingi mereka. Itu dibuat oleh Ivana.

Hutan di sekeliling mereka sudah benar-benar tak terlihat, hanya kabut hitam yang memenuhi di luar kubah pelindung. Kemudian, terlihat sesuatu seperti mata merah yang besar dan mulut menyeringai dari kabut hitam pekat itu.

"Nightmare walker," ucap Kaltaz.

Monster itu mengetuk-ngetuk kubah.

Aesel melihat tepat mata merah yang tampak bersinar di kegelapan, monster mengetuk-ngetuk tepat di atas kepalanya. Mata merah perempuan itu berkilat, ia mengangkat tangan, membuat keduanya nyaris bersentuhan jika kubah itu tak ada.

Dua kali ketukan, lalu kubah pelindung retak.

"Berpencar!" teriak Kaltaz sebelum akhirnya kubah itu hancur saat monster mengetuk ketiga kali.

Lelaki itu membawa Aesel kabur dalam pangkuannya dan berpisah dengan yang lain.

🔮🪄🔮

1
Ind
suka heran sm penulis yema fantasi,.mereka dapat inspirasi dari mana sih,..bisa banget otaknya nyampe ke tahap itu,🥹🥹🥹..
salut sihhhh...🤩
and_waeyo: Aw makasih dah mampir sayang
total 1 replies
Dòng sông/suối đen
Jadi ingin jadi penulis.
and_waeyo: Ayoo gas nulis😖🪄
total 1 replies
AngelaG👁💜
Hati-hati, kalau terlalu sering baca cerita ini bisa jatuh cinta sama karakternya loh 😆
and_waeyo: Terima kasih, saya sumpahin pada jatuh cinta beneran deh🤍😂
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!