(Revisi)
Merasa akhirnya bebas dari ikatan pernikahan dengan Elsa, wanita pilihan orangtuanya, Edward, berniat menata ulang hidupnya dan membangun rumah tangga bersama Lily, sang kekasih.
Namun tanpa disadari saat tangannya menggoreskan tandatangan di atas surat cerai, bukan sekedar perpisahan dengan Elsa yang harus dihadapi Edward tapi sederetan nasib sial yang tidak berhenti merudungnya.
Tidak hanya kehilangan pekerjaan sebagai dokter dan dicabut dari wasiat orangtuanya, Edward mendadak jadi pria impoten padahal hasil pemeriksaan dokter, dirinya baik-baik saja.
Ternyata hanya Elsa yang mampu mengembalikan Edward menjadi pria sejati tapi sayangnya wanita yang sudah terlanjur sakit hati dengan Edward, memutuskan untuk menikah kembali dengan Erwin, adik iparnya.
Apakah Edward akan memaksa Elsa kembali padanya atau memutuskan tetap menjadi pria mandul dan menikahi Lily ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bareta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengakuan Lily
Sudah tiga kali Edward bolak balik ingin bertemu Lily yang hilang kabar selama 5 hari hingga akhirnya ia memutuskan untuk menunggu di mobil usai makan malam.
Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Baru saja Edward menekan nomor Lily, sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti persis di depan rumah kost sementara Edward parkir di sisi seberangnya.
Alis Edward menaut saat melihat seorang pria muda yang kira-kira seumur dengan kekasihnya itu turun dari mobil dan menghampiri Lily yang berdiri persis di depan gerbang.
Keduanya tampak akrab berbincang sambil tertawa bahkan tidak lama wajah pria itu mendekati muka Lily seperti sedang menciumnya.
Edward buru-buru mematikan mesin mobil dan segera turun tapi pria itu sudah lebih dulu pergi dengan mobilnya.
“Lily !”
Tidak ada wajah terkejut apalagi bersalah saat Lily melihat Edward sudah berdiri di dekatnya. Lily mengedarkan pandangannya mencoba mencari mobil mewah Edward tapi yang ada hanya sebuah sedan biasa yang parkir di seberang jalan.
“Siapa laki-laki tadi ?”
“Teman kerjaku yang baru.”
“Kamu sudah kerja ? Dimana ? Kenapa tidak memberitahuku ? Sudah 5 hari ini kamu hanya membaca pesanku tanpa membalas, panggilan teleponku tidak diangkat bahkan hari ini semua pesan yang aku kirim hanya centang satu.”
“Bukan cuma kamu yang membutuhkan waktu tenang, aku juga sama. Aku harus berpikir bagaimana menghidupi diriku karena kamu sudah tidak bisa dijadikan tempat bergantung.”
“Aku sudah berjanji kalau semua ini hanya sementara.” Lili tersenyum miring, seolah mengejek ucapan Edward.
“Kalau dia hanya teman kerja, kenapa harus mencium pipimu segala ?” Lily menautkan alisnya seolah tidak paham maksud pertanyaan Edward.
“Aku yakin pengelihatanku tidak salah.”
“Kalau iya, kamu cemburu ?”
“Tentu saja ! Kamu kekasihku dan sebentar lagi kita akan menikah.”
“Oh ya ? Kapan ? Kamu selalu bilang sebentar lagi tapi tidak bisa memberikan aku kepastian kapannya,” sinis Lily.
“Kenapa kamu jadi tidak sabaran akhir-akhir ini ? Aku sedang mengalami banyak masalah tapi tidak akan pernah melupakan janjiku padamu. Apa pria tadi…”
“Tidak usah sok suci di hadapanku !” desis Lily sambil mendekati Edward dan menatap pria itu dengan mata melotot.
“Apa maksudmu ? Kamu bukan sekedar kekasihku tapi calon istri, bukankah tidak pantas kalau ada pria lain yang kamu bilang teman menciummu meski hanya di pipi ?” Lily kembali tersenyum sinis.
“Tidak usah pura-pura polos dan jujur ! Aku tahu kalau kamu sudah tidur dengan perempuan lain !”
Edward menghela nafas. Tidak ingin menjadi pusat perhatian orang-orang apalagi hari sudah malam, Edward menarik Lily masuk ke dalam mobilnya.
“Kita bicara di tempat lain.” Edward membukakan pintu tapi Lily menggeleng.
“Tidak bisa ! Besok aku harus berangkat pagi lagi.”
“Kemana ? Kenapa tidak memberitahuku kalau kamu sudah bekerja, paling tidak bisa mengirimku pesan.”
“Untuk apa aku jujur pada laki-laki yang sudah berbohong padaku,” ketus Lily.
Dengan sedikit mendorong, Edward memaksa Lily masuk dan memakaikan sabuk pengaman, berharap Lily tidak akan melompat turun sebelum Edward ikut masuk ke dalam mobil.
“Masalah noda lipstik dan tanda merah…”
“Aku tahu itu bukan yang pertama !” pekik Lily dengan mata melotot.
“Apa maksudmu bukan yang pertama ?”
“Aku tahu dan yakin kamu sudah tidur dengan perempuan lain. Siapa ? Gadis kampung itu ? Seharusnya malam itu kamu jadi milikku tapi seseorang mengacaukannya dan membawamu pergi !”
Edward mengerutkan dahi berusaha mencerna dan memahami maksud perkataan Lily.
“Siapa yang menjadi tempat pelampiasanmu ? Begitu pintarnya kamu berbohong dengan mengatakan ada panggilan operasi mendadak di rumah sakit. Aku sudah memastikan kamu tidak pulang ke apartemen malam itu. Masih berani kamu bilang tidak pernah bersetubuh dengan wanita manapun ?”
“Maksudmu malam itu kamu memasukkan obat perangsang dalam minumanku ?” Mata Edward membola, tidak menyangka kalau semuanya bersumber dari Lily.
“Ya, aku sampai nekad melakukan semacam itu karena tidak tahan dengan rasa khawatir kamu akan jatuh cinta dengan gadis kampung itu. Aku yakin dia tidak sepolos yang orang-orang lihat dan sebagai laki-laki normal mana mungkin kamu bisa bertahan melawan godaannya.”
“Aku tidak pernah membohongimu dan selama setahun tidak pernah sekalipun aku tergoda padanya.”
“Lalu siapa wanita yang kamu tiduri malam itu ?”
Edward tidak langsung menjawab, sambil menghela nafas ia menatap Lily dengan wajah kecewa.
“Kenapa kamu melakukan hal kotor semacam itu ? Kalau tidak ada kejadian malam itu; aku tidak akan dipenuhi rasa bersalah dan tanpa beban menikahimu.”
“Jadi selama ini kamu menganggap aku beban ?”
“Bukan begitu Lily, kamu segalanya bagiku bahkan dirimu adalah separuh nafasku. Dan malam itu aku tidak tahu tidur dengan siapa, apakah dia wanita baik-baik atau memang perempuan bayaran. Dia sudah pergi saat aku bangun.”
“Jangan bohong dan pura-pura bodoh ! Aku yakin kalau dokter Robert yang membawamu pergi dari restoran dan menyuruh gadis kampung itu melayanimu !”
“Jangan bicara sembarangan !” suara Edward mulai meninggi. “Daddy bukan orangtua semacam itu ! Tidak mungkin daddy seenaknya menyuruh Elsa hanya karena aku membutuhkan tempat pelampiasan.”
“Kamu benar-benar naif, Ed,” sinis Lily dengan senyuman mengejek.
“Maafkan aku karena sudah tidur dengan seorang perempuan yang sampai detik ini tidak aku ketahui identitasnya. Kejadian malam itu tidak akan pernah ada kalau kamu tidak memberiku obat yang membuatku tidak sadar dengan perbuatanku sendiri.”
“Jadi kamu menyalahkan aku ? Semuanya akan berjalan dengan baik seandainya orang-orang suruhan daddy-mu tidak mengacaukannya.”
Mata Lily melotot dan suaranya kembali meninggi membuat Edward menghela nafas, berusaha meredam emosi.
“Aku benar-benar minta maaf padamu, Lily, semua itu terjadi tanpa aku sadari dan di luar kehendakku.”
“Kalau begitu jangan pernah menuntut apapun dariku !”
“Aku memang tidak bisa menghapus apa yang sudah terjadi tapi jangan biarkan dirimu melakukan kebodohan hanya untuk membalas dendam padaku. Tolong jangan cemari dirimu dengan noda yang mungkin akan kamu sesali.”
“Maksudmu akan batal menikah kalau aku sudah tidak perawan sementara kamu sendiri sudah bukan perjaka ?”
“Aku tidak akan pernah membatalkan rencana pernikahan kita tapi menundanya karena…..”
Edward tidak sanggup menyelesaikan kalimatnya bahkan menghela nafas sambil membuang pandangan ke jendela samping.
“Karena apa ? Wanita yang kamu tiduri malam itu hamil ? Iya begitu ?”
“Ly, sampai detik ini aku sungguh-sungguh tidak tahu siapa wanita itu dan iya aku khawatir kalau dia hamil karena yakin kalau malam itu aku tidak menggunakan pengaman.”
“Lantas kalau dia datang meminta pertanggungjawaban, kamu akan memilihnya dan meninggalkan aku ?”
“Aku akan bertanggungjawab atas anak yang dikandungnya tapi tidak akan melepaskanmu.”
“Dasar egois ! Kenapa kamu selalu menempatkan aku sebagai perempuan kedua ?”
“Aku tidak akan menikahinya Lily, hanya menafkahi anak itu. Berdoa saja semoga semua itu tidak akan pernah terjadi.”
Lily melepaskan sabuk pengamannya. Edward hanya menyalakan mesin mobil tapi tidak jalan kemana-mana.
“Membayangkan kamu tidur dengan wanita lain hatiku benar-benar sakit apalagi kamu bilang mungkin punya anak dengannya dan ingin bertanggungjawab.”
“Maafkan aku Lily.”
“Sebaiknya kita menjaga jarak dulu, aku butuh waktu untuk menenangkan diri dan memikirkan apakah sanggup mengikuti rencanamu itu.”
“Lily, berikan aku kesempatan kedua dan jangan mencari ketenangan bersama pria tadi.”
“Jangan coba-coba mengatur hidupku, Ed ! Aku menunggumu bercerita padaku tapi sikapmu seolah tidak terjadi apa-apa. Hati ini rasanya sakit bukan hanya karena kamu tidak jujur padaku tapi kamu tidak pernah mau berbagi masalah denganku. Aku merasa tidak berharga di matamu, Ed.”
Lily membuka pintu namun sempat ditahan oleh Edward.
“Aku tidak akan pernah bosan minta maaf sampai hatimu mau memaafkan dan aku mohon jangan mengulangi apa yang kamu lakukan padaku untuk mendapatkan laki-laki lain.”
Lily menghentakkan tangannya dengan kasar hingga pegangan Edward terlelpas.
“Sudah kubilang tidak usahmengatur hidupku !”
Edward menghela nafas sambil menatap Lily yang berlari kembali ke tempat kostnya tanpa berpaling, menunggu kepergian Edward seperti biasa.
Mungkin lebkalau rencana Lily bisa berjalan dengan baik malam itu dan Edward akan bahagia melihat kekasihnya saat membuka mata daripada wanita yang sampai detik ini tidak diketahui identitasnya.
Tidak tahan dengan kepalanya yang kembali berdenyut, Edward memutuskan untuk kembal ke aparteman.
dasar sundel bolong