Nasib malang dialami oleh gadis muda bernama Viona Rosalina. Karena terlilit hutang yang lumayan besar, Viona dijadikan jaminan hutang oleh orang tuanya. Dia terpaksa merelakan dirinya untuk menikah dengan Dirgantara, seorang pengusaha muda yang terkenal sombong dan juga kejam.
Mampukah Viona menjalani hari-harinya berdampingan dengan pria kejam nan sombong yang selalu menindasnya?
Atau mungkin Viona memilih untuk pergi dan mencari kebahagiaannya sendiri?
Nantikan kisahnya hanya ada di Noveltoon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17. Gengsi Gede-gedean
Dirga masuk ke dalam rumahnya dengan menenteng kresek dari supermarket.
Sania yang mengetahui kedatangannya hanya menyapa sekilas. "Baru pulang bang?"
Tak menjawab Dirga malah melemparkan kresek yang dibawanya itu pada adik perempuannya.
Sania terbengong dengan menangkap kresek tersebut dan berniat untuk membukanya.
"Bukan milikmu," sahut pria itu tak suka adiknya terlalu kepo ingin tau apa yang ada di dalam kresek itu.
Alis Sania tertaut, kalau bukan miliknya, lantas untuk apa diberikan padanya?
Aneh bukan? Apa abangnya cuma ingin memameri belanjaannya?
"Kalau bukan untukku, kenapa kau berikan padaku, dodol!"
Sania melangkahkan kakinya menuju meja dan meletakkan kresek itu di atas meja.
Sebenarnya ada rasa penasaran dengan isi dari kresek itu, tapi dia tak ada hak untuk membukanya.
"Ya kau berikan padanya lah!!"
"Maksudnya pada Kak Viona? Kenapa kau tak memberinya sendiri? Dia kan istrimu, kenapa harus nyuruh aku? Apakah selamanya kau akan bersikap jutek padanya? Ingat Bang! Kak Viona itu masih sangat muda, tentunya dia akan mencari pria yang bisa menghormatinya. Untuk apa mempertahankan orang yang tidak bisa menghormatinya sepertimu. Toh, di dunia ini orang ganteng bukan cuman kamu doang."
Dirga membuang nafas kasar dan meraih kembali kresek yang ada di atas meja.
Tak ingin semakin stres oleh ocehan adiknya, ia putuskan untuk menyerahkan langsung kresek itu pada pemiliknya.
Tiba di kamar tamu, Dirga ragu-ragu untuk membuka pintunya. Sebenarnya ia gengsi untuk menemui wanita yang menjadi penghuni kamar tamu.
Tanpa mengucap salam terlebih dahulu, Dirga langsung nyelonong masuk ke dalam.
"Aaaaaaaaa ......
Mendapati Dirgantara masuk tanpa permisi, refleks membuat Viona langsung berteriak.
Betapa tidak terkejut, tak disangka-sangka pria itu sudah ada di dalam kamarnya dengan kondisi dirinya yang hanya mengenakan handuk setelah selesai mandi.
Belum sempat mengganti pakaiannya, Dirgantara sudah terlanjur masuk dan mereka saling bertatapan.
"Dasar ceroboh! Kau ingin memamerkan tubuh kerempengmu itu padaku? Sorry, aku tak tergiur oleh tubuhmu yang tak ada bagus-bagusnya. Apa kau pikir melihat penampilanmu yang seperti ini membuat barangku bangun?"
Tatapan Viona langsung tertuju pada pusat milik Dirga yang katanya tidak bangun. Justru di situ ia merasakan keanehan. Ada sesuatu yang nampak begitu menonjol, tapi bukan pisang.
Viona merutuki dirinya yang begitu ceroboh karena melihat barang milik suaminya membuat otaknya seketika traveling. Ia membayangkan sesuatu yang sulit untuk bisa dijabarkan.
"Hei! Apa yang kau pikirkan? Jangan berpikir kotor kau ya! Awas kalau kau sampai menghayal tidur denganku, karena itu tidak akan terjadi!"
Dengan logat arogannya pria itu bersumpah untuk tidak menjamahnya, tapi yang namanya manusia hanya bisa berucap, tapi tak bisa memutuskan. Jika Tuhan berkehendak untuk menyatukan mereka, apalah artinya ucapan Dirgantara?
"Maaf Tuan, saya hanya ingin memastikan kalau barang anda beneran tidak bereaksi setelah mengetahui tubuh kerempeng saya. Tapi saya rasa ada yang aneh di bawah sana. Kalau misalnya barang anda mati, lantas yang berdiri kokoh itu apa? Apakah Tuan tadi memasukkan pisang Ambon ke dalam celana?"
Bluss!!
Seketika wajah Dirga bersemu merah. Dia menunduk menoleh ke bawah pusatnya. Benar saja, barangnya nampak begitu menonjol seperti buah pisang Ambon.
"Dasar mata kucing! Cepat tutup matamu! Aku hanya mengantarkan ini."
Dirga melemparkan kresek ke tempat tidur dan langsung bergegas keluar dari kamar tamu.
Viona buru-buru menutup pintunya dan menguncinya dari dalam.
Dia mengusap dada masih terngiang dibenaknya bayangan yang menonjol di bagian tubuh suaminya.
"Tidak! Aku tidak boleh mengingatnya! Apa itu tadi? Aku bahkan belum pernah mengenalinya. Buang jauh-jauh bayangan jorok itu dari pikiranmu Vi! Dia tak mungkin mau menyentuhmu, jadi jangan terlalu berharap banyak padanya."
Viona segera mengambil baju ganti sebelum membuka kresek yang dilemparkan Dirgantara ke atas ranjang.
Dia juga sudah sangat penasaran dengan isi dari kresek itu.
"Dia ngasih apa sih?"
Setelah berbenah diri, Viona menuju ranjang dan membuka kresek putih yang entah apa isinya.
"Astaga!!"
Viona melebarkan bola matanya saat menemui bungkus roti tawar yang bertuliskan charm safe night yang ada sayapnya dengan beberapa peralatan mandi seperti yang disebutkan pada Dirgantara.
Ia tak menyangka pria itu akan pergi sendiri untuk membelikannya. Melihatnya yang anti disentuh ia tak malu membelikan pembalut untuknya.
"Astaga! Aku benar-benar nggak percaya pria kejam itu memberikanku pembalut? Gimana tadi pas di supermarket? Apa dia memilihnya sendiri atau pegawai yang memilihkannya? Ini aku harus bilang terimakasih lewat chat atau langsung menemui di ruangannya? Tapi kalau menemui dia di ruangannya, aku yakin sekali dia bakalan marah, tapi kalau lewat chat, sopan nggak sih?"
Vania membawa peralatan mandi dan pembalutnya ke kamar mandi. Ia hanya ingin berjaga jaga sewaktu membutuhkannya.
***
Di ruang kerjanya, mendadak otak Dirgantara menjadi blank setelah melihat pemandangan yang begitu sempurna di kamar tamu. Betapa tidak, baru kali ini ia melihat yang putih bening sudah sah menjadi miliknya tapi masih dianggurin. Ia masih belum ada niatan untuk menjamahnya, tapi melihat gunung kembar yang nampak menonjol tak seberapa besar membuatnya berkali-kali meneguk ludah.
"Ck, sial! Dasar perempuan murahan! Bisa-bisanya dia hanya mengenakan handuk saja tanpa melapisinya dengan pakaian yang sopan. Kalau aku tiba-tiba khilaf bagaimana coba? Tapi tak mungkin juga aku menjamahnya. Di sini dia kubeli untuk kujadikan mainanku, atau sekedar temannya Sania, bukan untuk melayaniku di kasur?!"
Dirgantara sudah seperti orang gila saja. Berulang kali ia mengumpat mengingat bayangan-bayangan yang sebelumnya tidak pernah didapatkan.
Walaupun dia sering bermain ke klub malam dia selalu menghindari wanita-wanita murahan yang datang menghampiri dan memberikan kesenangan untuknya. Sejahat-jahatnya dia tidak ingin berbuat maksiat dengan orang yang bukan muhrimnya.
Di saat ia sedang bergelut dengan pemikirannya yang kacau, tiba-tiba saja pintunya diketuk dari luar.
Seketika pandangannya tertuju pada pintu yang masih tertutup. Dia meyakini Sania lah yang sudah datang ke ruang kerjanya.
"Siapa?" tanya Dirgantara dengan suaranya yang keras menggema di ruangannya.
"Saya Tuan. Bolehkah saya masuk?"
Dirgantara sangat mengenal, suara itu bukan adik ataupun pembantunya, tapi suara Viona.
Entah ada apa lagi gadis itu mencarinya. Padahal bayangan jorok yang bertebaran di otak kecilnya saja masih belum sirna.
Tak ingin membuat gadis itu tetap berdiri di depan pintu, ia pun memintanya untuk masuk ke ruang kerjanya.
"Masuklah!"
Viona berucap syukur setelah diizinkan masuk oleh pria bengis itu.
Niatannya datang menemui Dirgantara hanya ingin mengucapkan terima kasih karena sudah membelikan keperluannya.
"Maaf Tuan, saya mengganggu pekerjaan anda sebentar. Karena Tuan sudah membelikan keperluan saya, sebagai tanda minta maaf saya buatkan minuman hangat. Ini minuman jahe dicampur dengan susu, semoga Tuan suka."
Viona dengan tangannya yang gemetaran nervous ia menyodorkan secangkir susu jahe ke atas meja kerjanya Dirgantara.
Walaupun ia tak yakin Dirgantara akan menyukainya, tak ada salahnya jika ia ingin membalas sedikit kebaikannya.
"Apa kau pikir aku suka dengan makanan buatanmu? Jangan mimpi! Aku lebih baik puasa selamanya daripada kau yang membuatkan makanan."
Dengan arogannya pria itu menolak minuman buatan Viona.
Viona sedikit kecewa. Bukan karena penolakannya, tapi ucapannya yang pedas macam merica bubuk.
"Oh, okelah kalau begitu, saya akan membawanya keluar. Saya akan berikan pada pak satpam. Saya rasa pak satpam butuh minuman hangat."
Perlahan Viona mengambil cangkir yang ada di meja, namun dengan cepat Dirgantara menahan tangannya.
"Taruh kembali dan pergilah! Jangan mengganggu pekerjaanku, atau kau bakalan tahu akibatnya!"
Dengan melenggang pergi, Viona mengumpat dalam hati 'shit! Bilang aja kalau mau, sok-sokan gengsi gede-gedean'
Mantan author bilang cowok macam Dirga itu cuek bebek 😁, sok gak peduli tapi tak ingin kehilangan 😫 di depan mata pura-pura tak suka, di dalam hati siapa yang tau 😁🤭 eits itu cuma kata mantan, buktinya udah jadi mantan, apa bedanya dengan Dirga🙄