NovelToon NovelToon
Desa Terkutuk

Desa Terkutuk

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Rumahhantu / Kutukan / Kumpulan Cerita Horror / Hantu / Roh Supernatural
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: Ady Irawan

Ini adalah kisah nyata yang terjadi pada beberapa narasumber yang pernah cerita maupun yang aku alami sendiri.
cerita ini aku rangkum dan aku kasih bumbu sehingga menjadi sebuah cerita horor komedi.
tempat dimana riyono tinggal, bisa di cari di google map.
selamat membaca.
kritik dan saran di tunggu ya gaes. 🙂🙂

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ady Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Legenda Kereta Kencana

1

Siang itu suasana sangat panas, seharusnya kita ada janji untuk berkumpul ke sungai lanang. Akan tetapi, Mbah Di mengajak ke suatu tempat untuk meyakinkan cerita beliau.

“Kailian suka yang horor-horor ya?” tanya Mbah Di ke pada kami. “Mau mendengarkan kisah yang lebih horor ketimbang Glundung Pringis? Kalau mau, ayo ikuti aku. Akan kutunjukan tempat kejadian yang akan aku ceritakan kepada kalian.”

Dan disinilah kami, di bawah terik matahari yang sangat membakar ubun-ubun. Kami berjalan beriringan mengikuti langkah lunglai lelaki tua yang berperan sebagai kakeku ini. Ya, di depan rumah Mbah Di itu sendiri.

Awalnya, aku kira TKP yang di maksud Mbah Di adalah halaman depan. Akan tetapi tebakanku meleset. Kami menyebrangi jalan setapak yang ada di depan rumah bergaya belanda itu. Dan memasuki hutan kecil disana.

Tanpa di sangka juga, di balik semak belukar di seberang jalan tersebut. Ada sebuah jalan kecil yang menurun sangat curam, kami harus berhati-hati saat melangkah, salah langkah sedikit saja, kita bisa nyemplung ke saluran air yang terbuat secara alami di kanan kiri turunan tersebut.

Hutan kecil itu sangat lebat, sehingga cahaya matahari yang kala itu bersinar sangat terik itu, dia harus bersusah payah untuk menembus dedaunannya.

Di ujung turunan jalan itu, ada kelokan tajam dan masih menurun lagi. Di ujung tikungan itu, sudah mulai terlihat dasar jurang tersebut.

Di dasar jurang itu, berdiri rimbunan pohon bambu yang di sinari oleh cahaya matahri yang menerobos dari rindangnya dedaunan di atas.

Terlihat begitu ajaib pemandangan terseut, hingga aku tidak percaya bahwa tempat se indah itu berada sangat dekat dengan rumah yang aku inapi beberapa hari terakir ini.

Saat ini, kita sudah berada di dasar lembah tersebut. Aku melihat sekeliling, begitu lebatnya huntan bambu ini. Sehingga membuatku bergidik ngeri, dikarenakan, walau saat itu masih siang, tempat itu terkesan sangat gelap.

Ada jalan setapak yang mulai di tumbuhi semak belukar, kita menyusurinya hingga di ujung jalan itu terlihat seberkas cahaya terang.

Di ujung jalan itu, ternyata menuju luar hutan bambu itu. Dan juga, hutan bambu itu tumbuh melingkar, dan di luar hutan bambu itu ada padang rumput yang cukup luas. Banyak bunga liar warna warni tumbuh di sana sini yang menambah kesah ajaibnya tempat itu.

Tepat di tengah-tengah padang rumput, terdapat bangunan, atau rumah bergaya Belanda berdiri kokoh di sana. Di pagari tembok beton rendah mengelilinginya, dan gerbang masuk yang terdapat dua obor di setiap tiang gerbang itu.

Ada beberapa tanaman dan pohon yang sangat terawat di halaman tersebut. Salah satu pohon tersebut menarik perhatian kami. Pohon itu menjulang tinggi berbunga lebat warna merah muda, dan di batang dan dahanya terdapat duri-duri tajam.

“Nama pohon itu Bougenville.” Kata Mbah Di saat melihat kami melongo karena takjub akan keindahan pohon tersebut.

“Bogel bugil?” tanya ku.

“BOUGENVILLE” Mbah DI marah. Wkwkwkww

“Hooo.” Kami paduan suara.

“Lihat keatas sana.” Mbah Di menunjuk sekeliling. “Yang di atas sana bernama pohon Tabebuya, kalau pas berbunga pemandangan disini sangat indah. Kalau pas musimnya nanti kalian aku ajak kesini lagi.”

“Tape buaya?’

“TABEBUYAAAA, dari tadi kau ini yaa.”

“Hehee, habis namnya aneh-aneh sih mbah.”

“Sudahlah, ayo masuk. Pusing aku ngerasain kalian.”

Ruang tamu sangat bagus, dinding dengan motif aneh menghiasi sekelilingnya dan tak lupa lampu templek berjejer teratur di setiap sudut dinding.

Rumah itu hanya memiliki satu kamar, tapi juga tidak terlalu luas, namun di tata sedemikian rupa sehingga sangat sulit di ungkapkan engan kat-kata.

Dapurnya di bangunan terpisah, bersebelahan dengan kamar mandi. Kamar mandinya ada WC nya! Luar binasa.

Akan tetapi yang membut aku penasaran adalah tirai besar di dalam kamar, sehingga aku meminta ijin untuk membukanya.

Bukan maen Luar biasanya, pemandangan yang aku lihat dari jendela kamar tidur, adalah air terjun kecil namun sangat tinggi.

“Sungai yang di sebelah rumahnya Pak Ponijan menuju air terjun itu.” Mbah Di menjelaskan ketika aku tanya tentang air terjun itu.

“Terus, kejadiannya di mana Mbah?” tanya Efi.

“Kejadian apa?” jawab Mbah Di.

“Penampakan, katanya lebih nyeremin ketimbang Glundung Pringis.? Mbah ngajakin kesini buat nunjukin tempatnya kan? Dimana? Dimana?”

“Aah. Aku tadi bilang gitu ya?”

“Jelas banget.” Bogel yang menjawab.

“Sebenarnya disini. Aku mengajak kalian kesini. Untuk....”

“Untuk apa?”

“Membantu aku membersihkan rumah ini.”

“Haaa??” karena merasa di bohongi, ayu dan Bogel pun langsung berpamitan pulang. Mereka berdua tidak mau membantu. Kecuali Efi.

“Jadi memang Cuma kalian berdua ya.?” Kata Mbah Di.

“Habisnya Mbah sendiri mengerjain kami. Tentu saja yang lain pada kecewa.”

“Yah, ga apa-apa lah. Kalian mau menolong Mbah membersihkan rumah ini?”

“Ok,” aku dan Efi serempak.

2

“Dulu, saat masih bekerja untuk keluarga Jansen.” Mbah Di mulai bercerita saat kita membersihkan rumah itu. “Aku tinggal disini, rumah ini di kasih pinjam oleh mister Jansen.

Banyak yang ga suka beliau, terutama sesama orang Belanda nya. Mister Jansen di anggap sebagai penghianat bagi mereka. Dan juga di anggap sebagai mata-mata bagi para pribumi.”

“Tinggal sama Mbah Ti?” tanya Efi.

“Saat itu aku masih bujangan. Aku menolong keluarga Jansen saat dia tersesat di coban glotak. Karena itu, dia jadi sangat baik sama aku. Setelah itu, dia mulai berbaur dengan pribumi yang percaya sama mister Jansen”

“Coban Glotak? Dimana itu”

“Di barat, kapan-kapan aku ajak kalian kesana kalau mau. Itu pun kalau kalian kuat jalan kaki berkilo-kilo meter.” Mbah Di bercerita sambil tersenyum-senyum sendiri. Terlihat dia sangat merindukan masa-masa itu.

“Sampai suatu hari terjadi perang, jepang meringsek masuk ke tanah air kita. Merebut kendali akan Hindia-Belanda, dan memburu para orang-orang Belanda.

Mister Jansen pun tak luput. Dia dan keluarganya terbunuh. Tapi sebelum dia dan keluarganya terbunuh, dia mewariskan aset-asetnya kepadaku. Entah aku harus senang atau sedih saat itu. Aku bingung, delima antara sedih di tinggal majikan yang sangat baik dan merasa sangat senang mendapatkan warisan yang sangat banyak. Sudahlah, kita akhiri saja cerita menyediakan ini."

Kami teridam cukup lama.

Dikarenakan rumah ini tidak terlalu besar, kami menyelesaikan bersih-bersihnya sangat cepat.

Kami membuat teh, dan duduk di halaman depan di bawah pohon Bougenville. Waktu sudah sore. Karena Mbah Di Janji mau mengantarkan Efi pulang, dia jadi tenang.

Nex

Mbah Di kembali bercerita.

“Cring...cring.... Suara gemerincing terdengar di malam-malam tertentu.

Disini, dulu ada legenda, siapapun yang mendengar suara gemerincing terus mencoba mengintip sedikit saja. Dia pasti celaka.

Cring...cring..cring.. ya, itu suara dari lonceng kereta, bukan Dokar apalagi Cikar. Itu suara kereta kencana milik ratu Laut Selatan.

Legenda itu, mitos itu sudah bertahun-tahun menjadi momok bagi warga Tebo selatan.

Karena penasaran, saat jam dan malam tertentu. Suara itu terdengar.

Cring ..cring... Dekat dan semakin dekat. Hingga pas di depan rumah aku bukan hanya mengintip, tapi pintu rumah aku buka selebar-lebarnya.

Dan betapa terkejutnya aku saat itu, sosok itu, hitam, berkaki empat, berbulu hitam pekat, dan bermata menyala di kegelapan malam.”

Mbah Di diam melihat ekspresi kami berdua, kami menelan ludah. Tegang menunggu akhir ceritanya.

Dia Cuma tersenyum, senyum misterius dan mencurigakan.

Dia akhirnya melanjutkan ceritanya. “Sosok itu adalah.....” diam lagi.

“Adalaaah.??” Aku dan Efi serempak bagaikan paduan suara.

“Seekor anjing punya tetangga yang di lehernya ada kalung berbandul lonceng.”

“Halahhhh, tuas kita tegang.” Efi memprotes.

“Hehee. Maaf, habis aku ga tahan sama raut wajah kalian yang polos itu. Jadi ingin mengerjain kalian deh. Hehee”

1
Mursidahamien
itu Efa
Ady Irawan
Kritik dan saran di tunggu ya gaes.
silahkan komen, dan share. tengkyu ferimat. 😁😁
Neo Kun
ayu baru muncul langsung meninggal 😭
Neo Kun
bagus. ceritanya nyeremin, tapi lucu, apalagi saat riyon kecirit. 😂
Neo Kun
duh ga bisa bayangin jadi si Roy 😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!