NovelToon NovelToon
IDIOT BUT LUCKY

IDIOT BUT LUCKY

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Genius / Hamil di luar nikah / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Mata Batin / Kumpulan Cerita Horror
Popularitas:14.1k
Nilai: 5
Nama Author: diahps94

Tiga sejoli menghabiskan usia bersama, berguru mencari kekebalan tubuh, menjelajahi kuburan kala petang demi tercapainya angan. Sial datang pada malam ketujuh, malam puncak pencarian kesakitan. Diperdengarkan segala bentuk suara makhluk tak kasat mata, mereka tak gentar. Seonggok bayi merah berlumuran darah membuat lutut gemetar nyaris pingsan. Bayi yang merubah alur hidup ketiganya.

Mari ikuti kisah mereka 👻👻

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon diahps94, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

17. Maling Rupa

Berkah penculikan tempo hari, keluarga Djiwa punya mobil Inova keluaran terbaru. Di bagian belakang ada stiker wajah Djiwa serupa dengan yang ada di mobil Yanto. Maling rupa Djiwa untuk mengelabuhi si anak agar masuk dalam perangkat. Mobil tersebut kini dalam penyelidikan polisi. Proses dimudahkan dengan adanya kartu identitas penculik yang tertinggal di dalam mobil tersebut. Pemaparan pihak berwajib, pihaknya akan memproses kasus ini, dan hasil diperkirakan kurang dari satu minggu akan disampaikan kembali pada keluarga Djiwa.

Hembusan nafas Djiwa yang lelap bagai irama menenangkan. Yanto memandangi Djiwa yang masih lelap meski waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Beberapa hari Djiwa tak masuk sekolah. Menghindari trauma, dan penculikan ulang, keluarga meminta sekolah untuk memberi keringanan. Djiwa tak berontak, toh tanpa sekolah setiap hari pun kepintaran tak akan berpaling darinya. Gelar juara pasti di dapat, usai semester adalah ajang unjuk nilai.

"Bowan, eumhhhhh...." Melenguh saat pertama membuka mata.

"Sudah bangun?" Sapa Yanto, membenahi selimut Djiwa yang dengan tak berperasaan di campakan begitu saja oleh empunya, padahal sudah berbagi kehangatan semalam.

"Selimutnya jangan di buang." Yanto mendumal tapi dia cekatan melipat kembali selimut itu.

"Hoammmm, ngantuk Bowan, jam berapa mau sekolah." Kucek kedua mata, aman dari belek tapi masih terasa lengket.

"Kau masih libur, sampe polisi menangkap tersangka." Djiwa selalu begitu, setiap pagi latah ingin berangkat sekolah, padahal raganya bahagia bangun saja nyaris dzuhur.

Bincang sebentar, Djiwa bergegas ke kamar mandi, kali ini perutnya melilit, semalam terlalu banyak menyantap sambel seruit. Kerabat dari Lampung datang, segala makanan favorit Djiwa di bawakan. Rumah ramai, kerabat menginap karena dapat kabar tak mengenakan Djiwa di culik. Berjaga saling bergantian, rumah tak pernah sepi, mencegah berbagai kemungkinan.

"Mana Djiwa?" Dayat lari serampangan, terlihat dari nafasnya yang tak stabil.

"Ada apa bro?" Yanto bertanya tanpa menghentikan kegiatan merapikan kamar anak bujangnya.

"Maling nya, eh copet, haishh penculik nya ketangkap." Dayat salah ucap menerus.

"Hah, kok bisa?" Kaget Yanto.

"Si Yanto ya, bukannya ngucap hamdalah malah tanya kok bisa, bener dikit ngapa Cok." Dayat menoyor kepala sahabatnya.

"Alhamdulillah, saking senengnya sampe begoo." Tukas Yanto.

Djiwa buang hajat sekaligus mandi, waktu yang ia butuhkan nyaris satu jam. Menguras emosi segenap orang tua. Menunggu anak bujang tak jauh beda dengan anak gadis. Keluar kamar dengan ketampanan maksimal, tak bersambut indah dari kerabat. Neneknya mengomel tanpa henti, Djiwa mana tahu kalau semua menunggu. Salah sendiri tak ada burung berkabar ke kamar mandi. Toh kapan lagi dia bisa santai di kamar mandi seperti ini. Jika masa sekolah tiba, mandi secepat kilat sudah menjadi kebiasaan.

Memboyong tiga kepala keluarga, satu mobil menuju kantor polisi. Di panggil untuk di mintai keterangan, Djiwa yang tahu rupa si penculik. Berdasarkan ciri-ciri dan identitas yang ada, di pastikan itu penculik Djiwa. Meski demikian keterangan korban masih di butuhkan. Hingga Djiwa harus rela sarapan di dalam mobil, guna tepat waktu hadir atas panggilan polisi yang menangani kasusnya.

"Woahh, maling gelo, mikir kamu teh ini anak di besarin pake apa, sembarang di colong, si guoblookk kalian ya, sadar diri badan gede orakk kopong, sini gelut sama saya aja, kerempeng juga jawara kampung, sini maju, maju kamprett!" Berkata demikian, pasang kuda-kuda tapi sembari mundur waspada, Ujang memang luar biasa.

"Udah gak usah nantangin, biasa orang bada gede penuh tato taunya homo, berani banget ngambil anak kita. Rasain di penjara!" Yanto mengimbuhi cemooh.

"Jangan pada bikin mau, ini ruang interogasi Cok. Nggak usah bahas kejahatan mereka, cukup santet diam-diam." Dayat dengan dendam kesumatnya.

"Haduhh, bukan bapak saya kok pak polisi, udah jangan di hiraukan suruh pada keluar aja." Djiwa tepuk dahi.

"Bapak-bapak silahkan tunggu di luar, supaya tak menghambat proses penyidikan." Tutur satu petugas.

"Iya ayo keluar, ada kok jasa santet online, kalau online kan susah di lacak malaikat gak bakal catat." Dayat masih dengan kalimat santet menyantet.

"Cih, jangan di santet, ini kepala si botak ngeledek terus minta di tonjok, sekarang aja hajar." Ujang ingin sekali membuat botak tak lagi pelontos dengan benjol di kepala misalnya.

"Haduhh, keluar dulu sana, pusing kepala Djiwa."

Menunggu di luar, Djiwa juga ikut keluar. Mereka bisa semena-mena masuk ruang interogasi segala karena ada kerabat yang mengantar. Kebetulan petinggi kantor kepolisian disini dulu ikut di besarkan oleh orangtuanya Ujang. Jadi berbalas budi setiap ada tindakan kriminalitas pada keluarga Ujang. Tadi Ujang meminta untuk temu tersangka, ingin lihat rupa manusia yang menculik anaknya. Siapa sangka malah keinginan berduel dengan tersangka amat menggebu.

Kini tiga bapak dan satu anak sedang berada di ruang petinggi kepolisian setempat. Wahdi, sedang meminta ob menyeduh teh dan kopi untuk tamu spesial. Hari ini dia ada waktu bertemu dengan Ujang cs. Memanggil daripada manusia yang ia anggap adik itu membuat kericuhan. Wahdi cukup tahu tabiat sang adik jika sedang emosi, tak kenal tempat asal bertindak. Berdiskusi di dalam ruangannya adalah pilihan tapat.

Wahdi menyeruput kopi miliknya, baru dia berbicara dengan keempat manusia beda usia. "Sepertinya kasus ini tak mudah, bukan sekedar penculikan biasa, sudah di rencanakan dari lama, dan dalangnya belum dapat di pastikan, motif sedang di selidiki."

"Apa ini?" Ujang menyentuh map yang di berikan Wahdi.

"Lihatlah, kau akan terkejut saat tahu beberapa cctv yang kami telusuri, terutama cctv sekolah memperlihatkan penculik itu sering wara wiri bahkan sempat jadi penjual es dawet disana untuk mengintai."

"Kecurigaan kami di dukung dengan penelusuran lebih dalam, ditemukan di cctv sekolah SMP mereka juga sudah mengintai saat Djiwa duduk di bangku SMP. Mengejutkannya kami telusuri sampai TK, mereka memang berpindah tempat sesuai dengan letak sekolah Djiwa. Praduga kami, kasus ini tak sederhana." Papar Wahdi.

Dayat memegang map tersebut, membolak-balik halaman demi halaman, dia cukup terkejut melihat kebenaran ucapan Wahdi. "Astaghfirullah kang, mereka sangat dekat."

"Di rumah kita ada cctv di pohon jambu, beroperasi tapi tak pernah kami lihat, bisa di cek juga nggak kang?" Yanto ingat cctv rumah bukan untuk keamanan, dulu memasang karena sedang trend saja warga desa melakukan itu.

"Baiklah, nanti aku kirim petugas untuk kesana. Ngomong-ngomong apa kalian ada yang kenal salah satu dari mereka?" Wahdi mengamati, sepertinya Ujang cs sempat bertemu dengan tersangka.

"Si botak pernah melakukan tindakan mencurigakan saat Djiwa umur tiga tahun, kalau dua sisanya aku tak kenal." Ujang mengingat kejadian lampau.

"Dua orang ini pernah beli bibit ikan dengan ku." Dayat seketika lemas, selama ini berinteraksi dengan orang yang punya niat jahat.

"Yang bener?" Yanto syok mendengarnya.

"Coba geh tanya bapak mu, soalnya om Jarwo bilang mereka sebelumnya mampir ke rumah mu, tanya bakul benih ikan padanya saat itu, aku tahu karena om Jarwo konfirmasi mereka jadi beli apa nggak nya." Tutur Dayat.

"Gila, selama ini kita nggk sadar dalam bahaya." Ujang bingung, pikirannya jadi kemana-mana.

"Ekhmm, Djiwa tolong belikan om rokok ya, di dekat pos satpam ada." Wahdi harus membicarakan hal penting tanpa korban yang di bawah umur.

"Iya om." Djiwa tahu dia di usir halus.

"Eh, enak aja biar aku aja om, takutnya ada yang mau culik lagi." Ujang tak tanggap.

"Hadeuh, si Ujang udah biarin aja, ini kantor polisi. Kita tunggu sini aja, bahas ini belum selesai." Dayat bicara sambil menginjak kaki Ujang di bawah meja.

Djiwa menguping, menempelkan telinga di balik pintu ruang kerja Wahdi, tak ada yang bisa ia curi dengar. Djiwa pasrah, turun tangga menuju pos satpam. Sementara orang tua sibuk dengan praduga yang dicocokkan dengan fakta. Dayat sampai menelpon orang rumah, mengirimkan foto tersangka siapa tahu ada interaksi lainnya. Pelaku pernah ke rumah Dayat, menyamar sebagai pembeli, seharusnya bertemu dengan kedua orangtuanya juga karena sudah langganan.

"Apa kata mereka?" Ujang lebih dulu bertanya ketimbang Wahdi, usai Dayat menelpon.

"Mereka, bahkan pernah sarapan barang bapak ku di rumah, hah aku masih nggak percaya ini." Dayat lemas.

"Menurut ku kasus ini bersangkutan dengan orang di kehidupan almarhum ibunya Djiwa, dilihat dari rekam kriminal mereka yang rapi, tak ada cacat sama sekali, tiba-tiba jadi tersandung kasus penculikan, direncakan sudah dari jauh hari, tidaklah kalian menaruh curiga?" Wahdi berargumentasi.

"Benar kang, aku rasa semua ada hubungannya. Kematian Zalina janggal, dia juga bukan warga desa kami, tapi di kuburkan di desa, anehnya tak ada seorangpun yang tahu kapan dia di makamkan. Kuncen Supri bahkan sempat melaporkan ke kepala desa namun tak ada tanggapan." Dayat ingat betul apa yang di dengarnya saat pertama kali kasus penemuan Djiwa.

"Iya, meski di tanyakan terpisah dengan penemuan Djiwa karena tak ada yang tahu saat itu tentang kebohongan kami, tapi Zalina bukan warga desa. Mayat selundupan, anehnya kepolisian sama sekali tak bergerak untuk melakukan penyelidikan terhadap penemuan makam itu." Yanto tercengang dengan fakta itu.

"Orang di balik kematian Zalina orang berpengaruh, ku rasa akan sulit mengungkap semua. Aku tak dapat apapun dari koneksi yang ada, mungkin saja penjahatnya dari ibukota." Wahdi menerka.

"Pantas, dia mengelabuhi Djiwa. Anak ku yang cerdik sampai tertipu. Dia mencuri rupa lebih dulu, mengamati lebih lama, tahu titik kewaspadaan Djiwa dan kami menurun." Ucap Dayat.

"Mobil dan stiker wajah sama persis, Djiwa tak mungkin tersesat kalau sudah seperti itu." Komentar Ujang.

Brakkk

"Om aku ingat, mereka adalah orang yang ada dalam mimpi ku juga." Djiwa masuk tanpa permisi.

"Djiwa sejak kapan kau menguping?" Yanto panik.

"Heheheh, sebenarnya dari tadi."

Bersambung

1
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
aduhhhh djiwaaaaaa tolonginnnn
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
yaa alloh,,, knp jd kerasukan lagiiii...
mkny pakkkk dekatkan diri sama yg maha kuasa....
jd kasiannn sm C musdal🤭
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
djiwa dipercaya 👍👍👍👍
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
gelang ny sayang ma djiwa
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
ya salammmm galauuuuu😂😂😂
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
ngareppp yaaa🤭🤭
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
😱😱😱
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
waduh 😣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Memang kesurupan 🤣🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Setuju 🤫
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
klo tinggal di desa,,, bareng2...
koplak nyaa nularrr nnti😂😂😂
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
wajarrrrr
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
😂😂😂😂😂
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
diaa inget Zalina🤧
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
😂😂😂😂
lbh kyakkk yaaa,,,
bpk nyaa djiwa sultannn
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Itu ujian untukmu Djiwa, semoga kamu bisa menjaga amanah kiai 😁
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Ternyata Djiwa msh keturunan kiai 👍😍
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Alhamdulillah ternyata gelangnya bisa melindungi Djiwa lg 😉
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
🤣🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Wow apa gelangnya hidup lg 😱
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!