Kisah perjuangan hidup gadis bernama Cahaya yang terpaksa menjalani segala kepahitan hidup seorang diri, setelah ayah dan kakak tercintanya meninggal. Dia juga ditinggalkan begitu saja oleh wanita yang sudah melahirkannya ke dunia ini.
Dia berjuang sendirian melawan rasa sakit, trauma, depresi dan luka yang diberikan oleh orang orang yang di anggapnya bisa menjaganya dan menyayanginya. Namun, apalah daya nasibnya begitu malang. Dia disiksa, dihina dan dibuang begitu saja seperti sampah tak berguna.
Bagaimana kisah selanjutnya?
Akankah Cahaya menemukan kebahagiaan pada akhirnya, ataukah dia akan terus menjalani kehidupannya yang penuh dengan kepahitan dan kesakitan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYesi.614, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17 Manja
Jam menunjukkan pukul dua pagi, Kai terkejut karena Aya mengigau, dia bermimpi buruk lagi dan berteriak minta tolong.
"Aya, Ay..."
Kai mencoba membangunkannya tapi Aya malah bertambah menjerit ketakutan dalam tidurnya.
"Jangan sakiti aku, aku mohon... tolonggg!!"
"Aya, tenang ya. Aku disini memelukmu. Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakiti kamu, Ay."
"Jangan..."
"Aya, tenang ya. Tenang..." Kai memeluknya untuk menenangkannya yang pada akhirnya terbangun.
Matanya tidak terbuka penuh, tapi dia bisa melihat wajah Kai meski tidak begitu jelas.
"Mas Kai?!" ucapnya kurang yakin.
"Iya. Ini aku Kai. Kamu jangan takut ya, aku disini memelukmu."
"Mas Kai..." Aya memeluk Kai sangat erat yang dibalas oleh Kai dengan senang hati tentu saja.
"Jangan tinggalkan aku, mas Kai. Aku takut, mimpi itu menakutkan." rengeknya.
"Aku tidak akan pergi kemanapun. Aku akan menemani kamu, Aya. Tenang ya. Semuanya baik baik saja. Kamu hanya bermimpi." ucapnya sambil menepuk nepuk pelan punggung Aya agar dia merasa lebih tenang.
Kemudian, Aya kembali tidur dalam pelukan Kai dengan pelukannya yang sangat erat seakan takut Kai meninggalkannya.
"Bagaimana bisa aku meninggalkan kamu, Ay. Kamu sangat menggemaskan." bisiknya tersenyum senang dan ikut memejamkan matanya yang mulai terasa mengantuk.
Rasanya Kai baru saja menutup mata, tapi kini mata itu terbuka lagi saat cahaya matahari pagi masuk melalui jendela kaca kamar Aya.
"Hoaaammm..."
Kai tersenyum mendapati Aya berbaring di sampingnya.
"Panasnya sudah menurun." memeriksa dahi Aya lalu menempelkan handuk basah lagi sana.
Kai pergi ke kamar mandi, membasuh wajahnya dan menggosok gigi. Begitu keluar dari kamar mandi, dia segera menjawab panggilan masuk dari ayahnya.
"Halo, Ayah!"
"Kamu dimana? Kenapa kamu membatalkan makan malam dengan pihak Mitra Holding?"
"Ada urusan mendadak, Yah."
"Urusan apa yang sampai membuat kamu membatalkan janji dengan klien sepenting mereka? Kai, kamu tahu kan mereka mau menerima kerja sama dengan perusahaan kamu karena nama ayah. Lalu, kamu yang mendapat kesempatan besar malah menyia nyiakannya."
"Maaf Yah, tapi ini aku pikir jauh lebih penting dari apapun."
"Apa yang jauh lebih penting dari perkejaan? Wanita? Kamu tidur lagi dengan wanita wanita murahan itu!" Bendak Abian.
Ini kali pertamanya membentak putra sulungnya. Dia benar benar malu pada pihak Mitra holding akibat ulah Kai. Mereka bahkan memberi Kai kesempatan sampai empat kali dan Kai kembali membatalkan pertemuan hanya karena masalah nafsunya itu. Sungguh itu membuat Abian naik darah.
"Ayah, sebenarnya pacarku sakit. Dia demam dan tidak ada yang menjaganya. Pacarku membutuhkan aku, Yah. Aku bisa mencari klien lain, tapi aku tidak akan pernah menemukan yang seperti pacarku dimanapun. Karena itulah pacarku jauh lebih penting dari klien. Maafkan aku, Yah." ungkapnya menjelaskan.
Abian tidak bisa berkata kata kala mengetahui alasan Kai membatalkan janji dengan kliennya. Dulu, Abian juga sebucin itu pada Azizah. Dan dia menyadari, itu menurun pada Kai yang menjadi budak cinta bahkan jauh lebih parah darinya.
"Ya sudah, kalau begitu rawatlah pacarmu. Jangan lupa untuk mengenalkannya sama ayah dan bunda."
"Siap, Ayah." sahut Kai tersenyum lega.
Saat Kai sedang bicara dengan ayahnya, Aya terbangun. Dia menyadari handuk basah di dahinya. Matanya melihat Kai berdiri di depan pintu kamarnya seperti sedang menelpon seseorang.
"Mas Kai..."
"Mas..."
"Mas Kai!" Aya terus memanggil Kai dengan suara sangat pelan, saat itu juga Kai menoleh padanya.
Kai tersenyum, "Yah, udah dulu ya. Dia sudah bangun. Aku harus membeli makanan untuknya."
Pembicaraannya dengan ayahnya berakhir dan dia langsung menghampiri Aya.
"Sudah bangun? Apa masih pusing?" tanya Kai membantu Aya untuk duduk.
"Syukurlah panasnya sudah menurun."
Kai hendak menyentuh kening Aya, tapi langsung ditepisnya dan dia juga mendorong Kai menjauh darinya.
"Hmm, tega banget sih Ay. Padahal tadi malam kamu memelukku sangat erat, kamu merengek supaya aku gak pergi kemanapun. Apa kamu lupa?"
Aya terdiam mengingat kejadian tadi malam. Beberapa saat kemudia dia mengingat apa yang terjadi dan itu membuatnya kesal hingga bibirnya melengkung kebawah.
"Kamu sangat menggemaskan tadi malam. Aku bahkan kesulitan mengatasi diriku."
Aya menatap wajah Kai, tatapannya tidak terlihat tajam karena dia masih demam. Tapi, ekspresi wajahnya menunjukkan betapa dia kesal saat ini pada pria yang sudah merawatnya semalaman.
"Pergi sana, lagi pula aku mau ke kampus." Aya hendak turun dari tempat tidurnya.
"Aya, tenang ya. Kamu masih demam."
"Aku gak apa apa." kekeh hendak turun dari tempat tidurnya.
Kai tidak tinggal diam, dia menarik Aya hingga tubuh lemah itu kembali berbaring.
"Mentari bilang kamu istirahat di rumah saja. Tidak usah mengkhawatirkan urusan di kampus."
"Tapi aku ketua tim..."
"Iya tau, kamu ketua tim. Tapi sekarang kamu sakit, Aya. Jangan keras kepala, jadilah gadis yang patuh. Hmm." ucap Kai sambil membenarkan selimut Aya dan mengusap kepalanya dengan lembut.
"Tidurlah lagi. Aku akan membuatkan sarapan dulu."
Aya menatap punggung Kai yang menjauh hingga menghilang dibalik pintu kamarnya.
Begitu Kai menghilang, Aya menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya. Dia malu saat ini. Bersembunyi dibawah selimut dengan wajah merah merona menahan rasa malunya mengingat betapa manjanya dia tadi malam pada Kai.
Sedangkan Kai, dia tidak memasak sarapan tapi memesankan bubur untuk Aya dari kantin yang ada di bawah sana.
"Maaf Ay, aku tidak bisa masak." gumamnya menatap dapur yang begitu bersih dan rapi itu.
Sembari menunggu pesanan datang, Kai menelpon Anita untuk membawakan laptop dan berkas yang harus dia periksa ke alamat kontrakan Aya. Tapi, bukan Anita yang mengantarkan pesanan Kai, justru Kania yang datang langsung.
Saat ini Kania sudah tiba di lantai bawah kontrakan Aya.
"Ada yang bisa dibantu, dek?" tanya Yuni yang melihat Kania celingukan kebingungan.
"Eee, kontrakan Cayaha yang mana ya, buk?"
"Cahaya?!" ulang Yuni agak kaget karena wanita berkelas seperti ini mencari Aya, dan lagi Kai terdeteksi menginap di kontranan Aya.
"Jangan jangan si cantik ini kekasih nak Kai, atau malah istrinya?!" Bisik Yuni dalam hatinya.
"Buk, buk..." panggil Kania yang heran melihat Yuni diam saja.
"Eh iya. Eee, Cahaya ada di lantai empat nomor 204." jawab Yuni ragu.
"Terimakasih buk."
Kania langsung menuju lantai empat dengan langkah semangat, karena dia akan segera melihat orang yang telah membuat seorang Kai sebucin ini.
Sementara itu, saat ini Kai sedang membantu Aya makan bubur.
"Satu suap lagi ya. Setelah itu baru minum obat." bujuk Kai yang menyuapi Aya.
"Gak mau, pahit."
"Sekali lagi, Ay. Ayo buka mulutnya... aaakkk."
"Mmmph." tolak Aya dengan mengantapkan mulutnya dan mendorong tangan Kai menjauh darinya.
"Yaudah, kalau gitu minum obat ya."
"Hmm." angguk Aya pelan.
Kai tersenyum gemas melihat betapa manjannya Aya saat sedang demam seperti ini.
Semangat kakak Author, ditunggu kelanjutannya 💪
Author berhasil membuatku menangis 👍
Semangat kakak Author 💪