Kesalah pahaman dua sahabat lama membuat putri salah satu di antara mereka harus menanggung derita. Ratia, putri dari keluarga Atmojo yang trus di kejar dan harus di habisi oleh keluarga Baskoro.
Ratia kecil terpaksa di sembunyikan di sebuah negara, di mana hanya kakeknya saja yang tau. Bertahun-tahun di cari, keberadaan Ratia tercium. Namun dengan cepat kakeknya menikahkan Ratia pada keluarga yang kaya dan berkuasa. Ternyata hal itu membuat Ratia semakin menderita, Aksara memiliki banyak wanita di hidupnya. Perlakuan tidak menyenangkan trus Ratia dapatkan dari suaminya itu. Dengan kecantikan dan kecerdasan yang dimiliki Ratia dia berhasil meluluhkan hati sang suami, namun Ratia terlanjur membenci suaminya Aksara. Rasa benci Ratia pada sang suami dan keluarganya membuat dia ingin mengakhiri hidup. Namun dengan segala cara Aksara mencegah hal itu, dan membuat Ratia luluh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rickaarsakha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Honey
Rintik hujan di siang ini, seolah benar-benar menundukkan sang mentari.Debaran di dada Ratia terus berdegup tanpa henti. Detakan jantung itu seolah akan memecahkan tempatnya. Hawa dingin yang menyusup, seolah menambah getaran seorang pria yang sudah menunggu sejak tadi.
Nafas panjang Ratia, menandakan mereka sudah memasuki kamar. Sesaat setelah tiba di kamar, Aksara langsung menuju meja. Menghidupkan dan membuka laptop, untuk beberap saat dia nampak begitu serius. Melihat hal itu, seorang gadis yang sudah ketakutan membenamkan diri di tempat tidur.
Sibuk la sepanjang hari Tuan, kalau perlu pergilah bekerja. Aku akan tidur lagi. Ratia
Namun cukup lama memejamkan mata, rasa ngantuk itu belum juga timbul dan membuatnya tetap terjaga. Tiba-tiba saat gadis itu bangun dan mencoba meraih telepon genggam miliknya, sang pria sudah berdiri di samping tempat tidur. Air mukanya sangat tenang, seolah tidak akan melakukan apapun.
Sepertinya dia tidak akan melakukannya sekarang, Syukurlah. Ratia
Beberapa saat berlalu, Ratia mulai merasa tenang dan sudah tidak terlalu memikirkan hal tadi. Kesibukan terhadap benda pipih ditangannya itu, membuat dia tidak menyadari sepasang mata sudah mengincarnya sejak tadi.
"Simpan Hp mu?" Apa, Ratia terlonjak. Kepanikan pun terjadi. "Ratia, bagaimana kehidupan Mu saat bersembunyi dulu?" pria itu mulai duduk mendekat, menggulung semua rambut panjangnya. Air mukanya masih tetap sama, datar.
Ada angin apa dia bertanya? Tapi baguslah, aku ajak saja dia bercerita.Ratia
Tapi di saat Ratia baru akan bercerita, tangan Aksara menarik dagunya membuat wajah mereka berhadapan. Bahkan tangan yang satu lagi, melingkar di pinggang Ratia.
"Ceritakanlah Sayang." bahkan suara itu terdengar berat.
Bagaimana mungkin aku bisa bercerita jika posisinya begini. Dasar tidak jelas.Ratia
"Kenapa diam? buka mulut mu." tangan pria itu menekan dengan kuat dagu Ratia, memaksanya untuk terbuka. Mengc*p lembut bibir itu beberapa kali. sementara tangannya mulai menyusuri dan membelai wajah sang istri.
Meski hatinya menjerit, dan tidak menginginkan hal ini terjadi. Namun entah bagaimana, tubuhnya tidak memberikan sinyal penolakan. Ratia merasa, bahwa tubuhnya telah berkhianat.
Ya tuhan, kenapa tubuh ku begini.
Tidak adanya perlawanan, membuat sang pria tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Bibir Aksara mulai beranjak turun, mengec*up setiap apa yang di laluinya. Menyingkap setiap helai kain, yang menutupi tubuh sang istri.
Tidak seperti kemarin yang di iringi oleh terikan dan isak tangis sang istri, tetapi kali ini suara leguhan sesekali keluar dari mulut istrinya. Perlakuan lembut yang di terima tubuhnya, membuat ceracau manja dari sang gadis mulai memenuhi langit-langit kamar. Mendengar hal itu, h*srat sang pria kian terbakar membara seiring bertambah derasnya laju hujan di siang ini.
Beberapa saat suasana kamar yang dingin mulai memanas, tetesan demi tetesan keringat membasahi tubuh ke dua insan ini. Entah untuk berapa lama, namun leguhan panjang dari keduanya menandakan berakhirnya aktivitas kedua insan di atas tempat tidur ini.
Untuk beberapa saat, kesunyian terjadi. Hanya suara nafas yang masih memburu. Ratia, bahkan tidak lagi bergerak, hanya terkapar menyesali atas apa yang telah tubuhnya lakukan. Embun di ujung mata gadis itu, perlahan mulai menetes.
Menyadari hal itu, Aksara menarik tubuh sang istri ke dalam pelukannya. Membelai lembut setiap helai rambut Ratia.
"Ratia, belajarlah untuk menerima semuanya. Kita menikah bukan hanya sebuah kebetulan, kau membutuhkan ku dan kau juga harus tau aku sangat membutuhkan mu untuk selalu berada di sisi ku. Berhentilah membebani diri mu sendiri, berjanjilah pada ku kau tidak akan melakukan hal bodoh lagi." mendengar apa yang di ucapkan sang suami, Ratia kian mengencangkan tangisannya. Tidak ada yang bisa ia bantah, benar semua sudah terjadi. Dia berusaha untuk menerima semuanya, namun sisi lain dari suaminya masih menciptakan keraguan. Ketakutan atas apa yang akan terjadi kedepan, membuatnya masih ingin menutup hatinya.
"Sayang, bicaralah apa yang ingin kau katakan. Aku tahu banyak hal yang kau pendam?" Ratia tetap mengunci mulutnya, membiarkan apa yang ada di pikirannya terus menjadi tanda tanya.
Hari pun berlalu, tadi malam Aksara memutuskan untuk benar-benar menemani sang istri di rumah. Memeluk tubuh Ratia sepanjang malam. Membiarkan dan mengabaikan beberapa hal tentang pekerjaan, yang belum terselesaikan.
Dan rencananya hari ini juga dia akan tetap berada di rumah. Namun dering Hp miliknya membuat Aksara mau tidak mau merespon panggilan itu.
"Hallo Hani." ucapnya, lalu berjalan sedikit menjauh. Mendengar hal itu, Ratia kembali memasang wajah muramnya. Ketidak sukaan jelas tergambar.
Hmz pacarnya lagi, bisa-bisanya dia masih memiliki pacar tapi ingin aku tetap berada di sisinya. Ratia
Tidak berapa lama, Aksara kembali mendekati sang istri. "Ratia, aku harus bekerja hari ini."
"Pergilah!'' Aksara pun terkejut, kenapa sang istri bersikap begitu, padahal sikapnya sudah sedikit melunak semalam.
"Sayang, ada apa?"
"Tidak ada apa-apa Mas. Aku juga akan bekerja hari ini." ucap Ratia dan langsung meninggalkan Aksara yang masih kebingungan.
Ada apa lagi, kenapa dia terlihat marah? Apa lagi kesalahan ku?
"Ratia tunggu, bukankah kita sudah sepakat kau akan di rumah beberapa hari lagi?" Aksara berusaha mengejar sang istri yang sudah mulai melangkah ke kamar mandi.
"Mas juga sudah sepakat akan di rumah beberapa hari. Tapi, Mas tetap pergi bukan?"
"Iya, tapi ini tidak lama cuma setengah hari Ratia. Apa kamu mau ikut?" ya sudah pikirnya, bawa saja biar cepat selesai urusan.
"Tidak mau, biarkan aku mati kesepian di rumah ini!" Aksara semakin bingung, cepat sekali istrinya berubah suasana hati.
"Ya sudah, cepatlah mandi." Ratia pun masuk ke kamar mandi dengan sedikit membanting pintu. Jika saja tidak sedang buru-buru, pasti Aksara sudah memaksa ikut masuk ke kamar mandi dan mengerjai gadis itu.
Tidak seperti biasa, kali ini Ratia mandi secepat kilat membuat Aksara tambah bingung. Namun dia
juga bergegas membersihkan diri. "Aku kerumah sakit kan Mas?" Setelah beberapa saat bersiap dan Ratia kembali memastikan, tidak sudi rasanya harus ikut serta suaminya bertemu dengan si Honey yang sering di telepon sang suami.
''Ikut aku dulu, kalau kau masih ingin ke rumah sakit nanti kita pergi sama-sama" ucap Aksara yang masih santai.
"Aku tidak mau ikut, kalian mau pacaran kenapa mengajak ku?"
"P-pacaran?" Aksara tambah bingung.
Pacaran apa maksudnya? Kapan aku bilang akan berpacaran? Apa istri ku ini terlalu lelah?
"Maksud Mu pacaran apa Ratia?" bukan lagi terlihat bingung, tapi Aksara sudah nampak frustasi.
"Ya Maslah yang ingin pacaran dengan honey mu itu!"
"Hani?" Aksara menatap tidak percaya pada istrinya itu.
Ya tuhan, masalah apa lagi ini?
double up