Terlahir cantik, kaya raya, cerdas, tapi selalu gagal jika berhubungan dengan percintaan, gadis baik-baik tapi selalu disakiti deretan pria yang pernah jadi pacarnya, dengan berbagai macam alasan, mulai dari yang masuk akal sampai yang paling menyakitkan.
Sampai akhirnya sesuatu yang rasanya tidak masuk akal pun terjadi, bagaimana bisa seorang wanita biasa, meskipun memang ia kaya, tapi tidak masuk akal dikejar-kejar oleh seorang selebriti papan atas.
Happy reading yeorobun 😂
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon timio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17
"Senja? Ini kan Kiara? Apa maksudnya?", postingan status yang sampai ke ponsel seseorang.
🌼🌼🌼
Dua jam kemudian, si nona pingsan pun bangun dari tidur dramatisnya. Kepalanya terasa berat dan pusing.
"Aduh... apa nih?", pekiknya kaget melihat ada jarum infus yang tertancap di punggung tangannya.
" Lex.... Alexa... Lex....", serunya setengah teriak.
"Udah bangun lu? Gimana? Ada yang sakit?."
"Ngga, gua ngga papa."
"Ngga papa pala lu, belum setengah jam sampe disini aja lu udah buat panik se hotel. Gua udah bilang dari awal lu kayak sakit, tapi lu bandel banget." bugh... Alexandra memukul lengan atas Kiara dengan keras.
"Aoh... sakit anjir."
"Tau ngga siapa yang gendong lu masuk? Lu pingsannya didepan hotel anjir...", ringis Alexandra.
" Hmm perasaan gua ngga enak nih kalau kita sepemikiran." jawab Kiara.
"Iya nyet dia, dia yang bawa lu masuk, pake gaya kalang kabut."
"Duh...", Kiara memijat pelipisnya.
"Gaya lu ngomong sok kuat, belum apa-apa udah meleyot duluan lu." ledek Kiara.
"Lex gimana caranya besok supaya gua ngga ikut rapat. Gua malu anjir, gengsi, mana dibantuin dia lagi, masa iya gua bilang 'Makasi yaa udah nolongin aku...', aduh....", rengek Kiara.
" Lex..."
"Lex..."
Tidak ada jawaban dari Alexandra, setelah diperhatikan rupanya dia streaming konsernya The Prince yang sedang berlangsung di Westminster, London.
Juan The Prince
Tommy The Prince
Shane The Prince
"Ahhh bener juga. Mereka lagi konser sekarang."ikut nimbrung menonton. Meski dari layar ponsel, ia bisa melihat Tommy perform, suarany merdu, visualnya spek dewa.
" Duh... cakep banget cowo gua ya ampun, apakah gua ini reinkarnasi pahlawan peyelamat dunia dulu apa gimana sih sampe sampe gua punya cowo spek unreal kayak gini. Jadi kangen....", ringisnya dalam hati, untuk sejenak ia lupa bagaimana ia akan menghadapi hari esok.
Pemilik mah bebas, Kiara berkeliaran di hotel pada malam harinya dengan piama dan tiang infus yang di dorongnya kesana kemari. Alexandra sudah melarangnya dan tetap diam di kamar sampai besok tiba, bukan Kiara jika tidak membangkang, orang yang tidak pernah ia bantah hanyalah ayahnya, Jimmy Levin, baru kemarin ia berani adu mulut dengan ayahnya itu.
Selain itu, ia yakin Senja sudah pulang bekerja jadi ia percaya diri untuk menyusuri sendiri hotel itu. Ia sibuk mendatangi dan menanyai staff dimanapun ia temui, ada yang ketus, ada yang welcome, ada yang hormat, ada yang bodo amat, tidak semua orang disana kenal siapa yang sedang berhadapan dengan mereka. Alexandra juga sibuk berbincang di resepsionis, ia berbagi tugas dengan Kiara.
Satu hal yang selalu diutamakan Levin resort, View dari hotel. Terlihat awan yang tidak terlalu banyak menghiasi langit, ada bulan bulat sempurna diantaranya, bintang bertabur meski tidak terlalu banyak. Suasana tenang, hanya deburan ombak yang lirih dari kejauhan. Seandainya ada Tommy disini pasti suasana akan lebih indah lagi.
"Kok kepikiran dia terus sih, menye amat gua jadi cewe, dia udah selesai manggung belum ya?." keluhnya melihat ponsel.
"Ya kali anjir gua face time begini?", keluhnya melihat pantulan dirinya di kaca pintu. Rambut yang dicepol tinggi, memar di dagu sebelah kiri, piama on, dan yang paling epic tiang infus yang ia seret kemana-mana, yang akan dicabut nanti setelah obatnya habis, sisa setengah lagi.
"Waduh... ini badan kok jompo amat ya, kenapa pake muter lagi? Jangan dong jangan, gua cuma sendiri disini...", lirihnya menatap bulan yang menjadi dua dan berputar lambat, otaknya berasa dicengkeram lagi, dan badannya sedikit terasa lemas tapi agak susah digerakkan, perlahan ia oleng.
Happ...
Terasa dua telapak tangan yang mendekap bahunya, menyeruak aroma yang sangat asing tapi menenangkan.
"Kiara? Kiara kan?", tanya suara berat itu.
"Anda siapa?", tanya Kiara berusaha menguasai tubuhnya kembali.
" Aku, Andre, Andreas Johansen."
"Andreas? Kayak pernah denger, tapi aku ngga kenal kamu mas. Andreas? Oh... baby breath?".
Orang itu tersenyum lebar menunjukkan deretan giginya.
" Iya, aku Andreas yang ngirim bunga itu, panggil aja Andre." sambil menyodorkan tangannya.
"Kia, Kiara Levin." Andre pun menyambut tangan kecil itu. "Kamu kok ada disini? Kebetulan banget."
"Oh ini bukan kebetulan, aku emang sengaja kesini, soalnya kata om Jimmy kamu survey disini, berhubung juga aku memang mau nemuin kamu, yaudah aku kesini aja, sekalian liburan kan. Hehehe...".
"Ini cowo ngga se aneh yang gua kira, ramah, nyambung, biasa biasa aja, ngga freak, ngga lebay, manis, bening lagi. Suuuttt... Kiara kampret, otaklu rusak ya, lu udah punya Tommy, dasar kunti bogel." umpatnya pada dirinya sendiri dalam hati.
"Kamu ngapain disini sendirian malem-malem lagi, kamu lagi cosplay ya? Kok pake tiang infus segala?", ledek Andre.
" Oh.. hahha, ini? Buat aku hal yang beginian udah biasa. Ayo masuk, kamu pasti mau istirahat, apalagi perjalanan kesini itu jauh banget."
"Maaf aku papah kamu ya." Andre menawarkan sebelum menyentuh kembali bahu Kiara.
"Oh iya makasih, aku memang perlu dibantu kali ini. Obatnya bikin ngantuk." keluh Kiara.
Sepanjang menyusuri jalan untuk masuk ke dalam hotel, mereka asik berbincang, hal yang ringan tapi sangat menarik bagi orang yang baru saling mengenal. Kesibukan seperti apa, bagaimana cara kerjanya, kamu mempekerjakan berapa orang, kamu berapa lama disini. Bla bla bla. Kelihatannya cukup asik.
"Bu direktur." seru Alexandra melambai dari arah meja resepsionis.
Deg
Ada Senja disana, wajahnya yang semua ceria menyambut ke arah Kiara seketika kembali datar dan sedih ads pria lain yang menempel padanya, memapah gadis yang pernah jadi miliknya itu, gadis yang menurutnya masih tetap cantik dan bersinar, hanya saja kali ini kelihatan agak pucat.
"Aku pernah salah, sampai hari ini pun aku tetap salah, tapi ngeliat yang begini hatiku kenapa lebih patah dari sebelumnya." batin pria tampan itu.
"Lexa, kenalin ini Andre yang..."
"Ohh... pak Andreas dari Johansen Corp kan? Yang ngirim bu Kia baby breath segede gaban kan pak??? Wahhh....", takjub Alexandra, dengan nada agak lantang.
" Mulai deh satu-satu setan di badannya bangkit."
batin Kiara, ia sangat paham visi dan misi Alexandra bertingkah seperti itu, karena ada Senja disana, baginya menyakiti Senja sekecil apapun itu sangat menyenangkan. Sebenci itu ia pada pria yang sudah melukai sahabatnya itu.
"Oh ini pak Senja, manager personalia cabang W." Alexandra akhirnya mengenalkan Senja.
"Andreas, panggil saja Andre." ramahnya sambil menjabat tangan kedua orang yang baru saja dikenalnya.
Tidak sekalipun Kiara menoleh ke arah Senja, tidak sekalipun. Ia membuat Senja seolah tembus pandang, Senja hanya menanggapi percakapan ringan seputar hotel yang ditanyakan Alexandra dan Andreas. Gadis itu malah hanya asik dengan Andre dan Alexa.
"Ki, aku mohon sekali aja liat aku." ringis Senja dalam hati.
"Lex, aku duluan balik ke kamar ya. Ndre aku duluan ya...", hendak melangkah.
"Tunggu, kamu yakin jalan sendiri." tanya Andre.
"Iya, udah gapapa kok. Kalian lanjut ngobrol aja."
"Pak Andre, bisa anterin bu Kiara ngga? Tadi dia pingsan, tuh infusnya masih nempel. Takutnya dia sempoyongan lagi, tumbang lagi.
Ini pak cardlocknya, kamarnya tepat disebelah kamarnya bu Kia. Selamat istirahat ya pak." senyum ramah Alexandra, disambut senang oleh Andre, tapi ditatap tajam oleh Kiara.
"Setaaang... lu ngapain...!", pekiknya dalam hati.
" Oh... yaudah kami permisi." Andre dan Kiara pun pergi melangkah.
Alexandra yang ramah itu berubah menjadi seram, dingin, dan datar, dihadapan Senja. Pria itu sendu sekali menatap menjauhnya punggung wanita yang ditatatpnya sejak tadi. Berbicara pun ia tidak sanggup.
"Itu calon suaminya, paham kan lu. Jangan coba-coba mendekat ke dia lagi, lu cukup diem dan liat gimana karma bekerja. Lu lebih setan dari setan Senja." sergahnya lalu pergi.
Jauh dari lubuk hatinya ia sangat menyesal, kekhilafannya dulu, terus menusuknya hingga hari ini. Ia sudah membuang berlian hanya demi kerikil. Bodoh tapi ini nyata. Ia akan terus menanggung sedih, dan malu itu selama hidupnya, karena memang begitulah harusnya.
.
.
.
Tbc... 💜