NovelToon NovelToon
Siapa Aku? (Cinta Ku Ada Di Alam Lain)

Siapa Aku? (Cinta Ku Ada Di Alam Lain)

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / Nikahmuda / Mafia / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: M.L.I

Dunia tak bisa di tebak. Tidak ada yang tau isi alam semesta.
Layak kehidupan unik seorang gadis. Dia hanyalah insan biasa, dengan ekonomi di bawah standar, dan wajah yg manis.
Kendati suatu hari, kehidupan gadis itu mendadak berubah. Ketika dia menghirup udara di alam lain, dan masuk ke dunia yang tidak pernah terbayangkan.
Detik-detik nafasnya mendadak berbeda, menjalani kehidupan aneh, dalam jiwa yang tak pernah terbayangkan.
Celaka, di tengah hiruk pikuk rasa bingung, benih-benih cinta muncul pada kehadiran insan lain. Yakni pemeran utama dari kisah dalam novel.
Gadis itu bergelimpangan kebingungan, atas rasa suka yang tidak seharusnya. Memunculkan tindakan-tindakan yang meruncing seperti tokoh antagonis dalam novel.
Di tengah kekacauan, kebenaran lain ikut mencuak ke atas kenyataan. Yang merubah drastis nasib hidup sang gadis, dan nasib cintanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M.L.I, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Entah sebagai alat untuk menyatukan helai pakaian. [1]

✨AGAR MEMUDAHKAN MEMAHAMI ALUR, BACA

   SETIAP TANGGAL, HARI, DAN  WAKTU DENGAN

   BAIK

✨PAHAMI POTONGAN-POTONGAN CERITA

✨BERTYPE ALUR CAMPURAN (MAJU DAN

   MUNDUR)

^^^Kamis, 23 Juni 2022 (10.12)^^^

Usai membereskan bekas kabu dari bantal sofa serta sisa dari makanan, Aslan hendak pergi ke luar apartemen untuk membuang sampah dan membeli beberapa perabotan lain di basement bawah.

Mereka telah puas bermain perang-perangan, menciptakan keadaan ruang tengah Aslan menjadi berantakan isi bantal sofa. Kesudahannya, berubah menjadi sebuah pekerjaan bagi mereka, karena harus mengemasi bekas sendiri.

Beruntung perabotan Aslan sangat mumpuni, berhasil menyedot kabu dan debu bahkan hingga ke partikel terkecil. Alhasil pekerjaan tersebut jadi lebih cepat selesai, apalagi di lakukan bersama-sama.

Olivia menyadari maksud pergi Aslan di tengah atensi selesai mereka, sedia cepat tanggap untuk mengambil kesempatan, dan langsung mengajukan diri guna ikut menemai Aslan.

Juga beralasan sekalian membeli sejumlah pakaian tidur wanita untuk dirinya dan Natha. Hal itu di setujui Aslan, mereka pergi keluar bersama.

Jelas karena tidak memungkinkan bagi Aslan untuk membeli perabotan bagi wanita, alhasil dia meng’iya’kan permintaan Olivia.

Apalagi apartemen itu komplit dan mewah dengan berbagai fasilitas termasuk swalayan, jadi aktivitas untuk berbelanja bahkan bisa di lakukan di lantai dasar bangunan, tanpa perlu jauh-jauh ke gedung dan tempat-tempat lain.

Tak hayal, infrastruktur seperti restaurant, laundry, café, tempat gym, dan beberapa area lainnya menjadi suguhan pemandangan ketika Natha dan ketiga anak Sekolahan tersebut datang lewat lantai dasar.

Kondisi ini, tersisa kehadiran dua insan lain yang telah kelelahan selepas beres-beres, yang rupanya malah ketiduran di dataran sofa ruang tengah apartemen Aslan, antara Natha dan Iefan.

Padahal saat itu keduanya sama-sama belum mandi dan berganti pakaian. Lengkap berbajukan seragam Sekolah Menengah Atas Jaya Pura. Natha di bagian sofa panjang, dekat arah jendela, merasa kedinginan di tengah aktivitas terlelap.

Penghujungnya terbangun setengah sadar, untuk mengapai selimut yang memang tersedia dekat sofa, dan lanjut tidur dengan lebih nyenyak dan nyaman.

Berbungkuskan kain tersebut untuk membaluti area tubuhnya yang cukup terbuka.

Berbeda pada Iefan yang tersulut sejuk udara, hingga akhirnya ikut tergugah dari tidur, dia setengah nyawa mencari suatu hal yang bisa menghangatkan raga.

Walhasil menemukan letak Natha, yang terlelap nyaman di sofa sebelah menggunakan selimut tebal.

Pikiran acak Iefan, mengerakkan tangan laki-laki itu, guna merampas dan mengambil selimut yang Natha miliki untuk sebaliknya dia gunakan.

Kendati, usaha di setengah kesadaran laki-laki itu tidak terlalu membuahkan hasil, karena Natha justru ikut terbawa bersama selimut yang Iefan tarik.

Membuat sang gadis tak bersalah pindah terjatuh, ke atas pelukan Iefan yang sigap menahan, akibat reaksi spontan nya pada gadis di depan.

Menciptakan rasa bungkam di wajah Iefan setelah terjadi dari kondisi setengah ngantuk nya. Sebagai konsekuensi setelah mendapati lekat wajah Natha di posisi lengkungan genggaman tangan.

Natha di kepungan selimut yang menggulung, dia terlalu lelap dan lelah, sampai-sampai tidak terlalu sadarkan diri dari pergerakan yang cukup kuat.

Sejenak angin malam bersemilir lewat pintu teras apartemen yang masih terbuka, menciptakan terpaan gelora ke wajah tidur Natha.

Hingga rambut yang menghalangi irasnya mendadak berhambur lari membersihkan tampilan. Berganti menjejerkan tampang tenteram dari iras terlelap milik seorang gadis.

Gleg!

Saliva Iefan di telan susah, dia terbelenggu pada lukisan wajah Natha yang teduh dan tenang di balik posisi tidurnya.

Kali ini gadis itu tidak terlihat sedang bercanda, dia sungguh terlelap dan begitu lelah, sangat jauh berbeda dari ekspresi yang biasanya Iefan dapatkan ketika berinteraksi di sekolah.

Kali ini seolah ada cahaya yang berbeda, dari wajah manis yang tidak pernah Iefan sadari sebelumnya.

Sedikit membuat alis Iefan mengkerut sesudah bergilir pandangan dan mendapati goresan luka di area pipi kiri si gadis.

Sejak kapan Natha mendapatkan luka tersebut. Beralih pengamatan Iefan bertahap-tahap pindah, ke tatanan muka Natha yang lain.

Alis Natha tidak terlalu lebat, normal untuk versi wanita, dengan hidung kecil dan dua pipi menangkup.

Kendati satu hal yang mencolok, ketika Iefan menelisik area bawah tempat bibir mungil namun berisi milik Natha tersimpan. Laki-laki itu tidak pernah mengetahui jika Natha memiliki bibir yang cantik.

Tinitt!

Pintu depan mendadak terbuka, berbunyi pertanda ada orang yang masuk, cepat membuat Iefan tersadar dan reflek melepas tangannya dari tubuh Natha.

Alhasil menciptakan penampakan Natha yang jatuh, lanjut terjerembab ke lantai ruang tengah.

Natha akhirnya terbangun, merasa sakit sambil melihat kedatangan Aslan bersama Olivia, matanya masih sayup-sayup belum tersadar penuh.

Sementara dua insan di area depan pintu merasa kebingungan, mendapatkan penampakan Natha serentak Iefan dengan posisi mereka yang aneh, terlebih Natha yang entah bagaimana bisa menjadi ulat berbalut selimut kawasan lantai.

Aslan meletakkan barang-barang yang di bawah atas meja ruang tengah, kemudian pindah bergerak gesit membantu Natha untuk naik ke atas sofa.

Siapa sangka dia malah mengangkat Natha ala bridal style dan membuat Natha sendiri kaget di gejolak setengah sadarnya.

Berbeda ke atensi lain pada tampilan wajah Olivia yang terlihat sedikit cemberut ketika ikut melangkah masuk, dia terdiam tak enak kala Aslan membantu Natha, tapi pandai menutupi dan lanjut ke aktivitasnya sendiri membawa kantong belanjaan menuju dapur.

Iefan sebagai pelaku di lantai bawah dekat area, juga ikut segera mengambil barang-barang dan mencoba tak acuh. Dia salah tingkah karena hampir ketahuan menatapi wajah tidur Natha.

Lalu barulah berpura-pura seakan tidak terjadi hal apa-apa sebelumnya. Lamun di sela operasi Iefan, dia sempat melirik curi pada garis arah tubuh Natha lewat sofa sebelah.

Ada getaran yang terjadi di antara sana, tanpa masing-masing sosok itu ketahui, entah antara siapa di antara ke empat orang siswa Sekolah Menengah Atas Jaya Pura malam itu.

^^^Jumat, 01 September 2023 (14.15)^^^

“ Iefan! “ Olivia bersuara, mengejutkan Iefan dari lamunannya.

Laki-laki itu menoleh menyadarkan diri ke arah Olivia. “ Kamu… mikirin apa? Kamu ngga ke tempat Natha lagi? Aku khawatir dia kenapa-kenapa tadi. “

Iefan mencoba sadar. “ Ah iya sorry, gue mau balik lagi nyari Natha. “ Laki-laki itu sudah berjalan pergi, kembali ke pikiran utama, tapi malah terjeda karena mengingat Olivia.

“ Eh tapi kaki lu? “ Iefan menoleh ke arah bagian tubuh untuk berjalan milik Olivia yang sudah terperban di lantai kasur. Kaget sejak kapan Olivia sudah di obati.

Olivia tersenyum sebagai respon. “ Kamu mikirin apa dari tadi? Kaki aku udah di obatin sama dokter. Kamu tenang aja. “ Dia menimpali ringan.

“ Natha! “ Tetapi Aslan tiba-tiba masuk dan menyela pembicaraan dia antara kedua insan tersebut.

Tampak wajah Aslan panik, mimiknya kacau memenuhi tatanan tampan sang lelaki. Mengejutkan Iefan Sekaligus Olivia.

Lantas dia menengok dan menghampiri keberadaan Olivia, sebagai pandangan pertama yang ditemukan. Aslan memperhatikan tubuh gadis tersebut dengan seksama.

“ Olivia, lu ngga papa? “ Nafasnya cukup berantakan.

Lagi Olivia hanya membalas mengeleng dan tersenyum, setelah menilik langkah kedatangan Aslan. Sangat tenang dan lembut, tapi terselubung rasa senang akibat perhatian yang Aslan berikan. “ Kamu ngga usah khawatir. Aku baik-baik aja kok. “

“ Hufftt…“ Aslan berhembus lega. “ Trus Natha? Dia dimana? Kalian berdua hampir di timpa pot di lapangan kan. Tapi pas gue ke sana, Natha ngga ada. Gue pikir dia udah ada di UKS sekarang. “

Iefan menggeleng membalas tatapan Aslan. Sudah menetralkan keterkejutan dari kehadiran sang teman sebelumnya. “ Terakhir dia suruh gue nganterin Olivai duluan. Katanya dia mau nyusul, tapi ngga muncul-muncul sama sekali. “

Olivia yang mendengar mulai merasa panik. Dia tersadar jika keadaan Natha saat ini rancu. “ Mendingan kalian pergi nyari Natha sekarang. Aku khawatir sama keadaan dia. Dia pasti trauma banget setelah kejadian tadi. “

Kerutan-kerutan di kening Olivia telah bermuncul dengan cemas, dia sangat peduli terhadap keadaan Natha. 

Kedua laki-laki itu lantas menurut, mereka mengangguk dan cepat pergi untuk mencari Natha. Menyisakan Olivia seorang diri di Unit Kesehatan Sekolah, yang hampir menangis karena merasa khawatir atas keadaan temannya itu.

Srekkk…

Tirai pasien yang berada di sebelah Olivia bagian luar dekat pintu, tiba-tiba bergerak, mengejutkan gadis itu dengan keberadaan seseorang di baliknya. Selepas kepergian Aslan serentak Iefan keluar ruangan.

“ Eh! “

“ Sutttt!!!! “ Natha berdesis sambil menaikan telunjuk tangannya di depan bibir. Meminta Olivia untuk diam, sambil melangkah mendekat dengan tangannya yang masih di penuhi bekas darah.

Rupanya gadis itu berada di sebelah ranjang Unit Kesehatan Sekolah yang semula tertutup tirai pembatas, dan baru memunculkan raga ketika dua laki-laki yang berbeda jenis kelamin dengan kedua gadis tersebut pergi.

Olivia cepat menggapai tangan Natha, setelah menyadari adanya noda yang berbahaya, ketika tangan Natha memegangi kain tirai warna putih.

Berupaya mengecek secara seksama. Tampak hampir menangis dan khawatir karena penemuan tersebut. 

“ Ini darah lu Olivia. Kenapa lu yang mau nangis. “ Natha tersenyum melihat tingkah Olivia.

Mau merasa lucu karena perhatian berlebihan dari gadis tersebut, tetapi memang inilah sifat lemah dan mudah terbawa suasana yang dimiliki oleh Olivia.

Sempat membuat Natha heran, jika rupanya ada orang yang begitu baik, perhatian, dan lemah lembut seperti Olivia.

Kendati di balas dengan pelukan dari Olivia, gadis itu menumpahkan tangisannya di kepungan tubuh ke sang teman.

“ Kamu kenapa bodoh banget si! Kenapa tiba-tiba ngilang! Aku panik banget mikirin keadaan kamu. “ Perlahan mulai melepas pelukan usai meluapkan emosinya sejenak.

Natha lagi-lagi menyeringai kecil menerima omelan Olivia, baru kali ini dia mendengar gadis itu berkata kasar. Tampak jika Oliviai saat ini pasti sangat kesal karena hilangnya keberadaan Natha tadi.

“ I’m so sorry. “ Natha duduk di tempat tidur sisi Olivia. Memperhatikan gulungan perban di kaki Olivia.

“ Lu kenapa selalu mikirin gue? Kenapa selalu peduli sama gue? “ Pertanyaan itu keluar begitu saja dari pikiran acak Natha.

Olivia tersedu-sedu menghentikan tangis, ada tatapan bingung dari rautnya mendengar tuturan Natha. “ Kamu? Kenapa bisa tiba-tiba nanya kaya gitu? “

“ Ah enggak. “ Natha tertawa bohong. “ A-aku cuma, ya… penasaran aja. “ Padahal di otak Natha terus bertanya heran, merasa bersalah karena telah membalas buruk dari semua perbuatan baik yang siswa Sekolah Menengah Atas itu lakukan kepada dirinya waktu lalu.

Olivia menarik tangan Natha, dia mengambil sebuah tisu basah yang ada di dekat meja terdekat, tampak mengelap bercak darah yang sudah mengering di tangan Natha.

“ Kita teman, kamu yang duluan ngenalin ke aku apa artinya seorang teman. Ngga mungkin kamu lupa semua itu kan. Kamu yang udah menjadi satu-satunya orang yang datang pada ku di hari itu. “

Alis Natha mengkerut heran, tapi dia diam dengan tindakan Olivia yang mengelap susunan jemarinya.

Sejurus terus berfikir ketika bertatapan pada bola penglihatan Olivia yang berair dan merah. Mencoba mencerna baik-baik kata dari bibir gadis yang berada di hadapannya itu.

“ A-eum… iya! Lu bener, kita itu temenan. “ Natha tersadar. “ Ya kali gue lupa, haha. “ Dia tertawa kecil.

Berbohong untuk menutupi dirinya agar tidak ketahuan jika sebenarnya dia tidak tahu dan mengerti apa yang di maksudkan oleh gadis cantik yang sudah menjadi penyelamat nyawanya tadi.

“ Eum… kayanya gue bakal balik ke kelas, bentar lagi jam pulang. Lu gimana? Mau ikut atau tunggu di sini sampe Aslan dan Iefan balik. “ Dia mencoba mengalihkan pembicaraan.

“ Natha! “ Olivia tidak terhanyut perpindahan topik Natha, dia bersuara tiba-tiba secara lebih serius. Mengejutkan Natha dan membuat gadis itu menoleh ke arah Olivia. “ Kamu… juga ngga lupakan. Kalau aku… “

Dia menatap lekat mata Natha. “ – juga mencintai Aslan. “

Deg!

Gejolak di batin Natha melunjak seketika, kedua pandangan matanya melebar. Kalimat Olivia begitu mengejutkan sukma gadis tersebut.

Dia hanya terdiam di keheningan waktu, kedua gadis itu saling memandangi, di bawah hempasan angin yang menerpa tirai jendela Unit Kesehatan Sekolah.

Dengan putaran detik yang menjadi satu-satunya pengisi kekosongan suasana ruangan sana.

^^^Jumat, 21 Mei 2021 (09.02)^^^

Sruekk!

Bunyi pilahan buku menjadi pengisi kekosongan hari siang jumat, keadaan di sana cukup lenggang, nyaman, dan sepi dari penghuni-penghuni manusia.

Menyisa sebiji insan yang mengasikan diri, guna membaca pilahan buku novel warna hitam polos. Kedua kakinya terselunjur di bangku taman, mengoyang kosong, dalam pilinan angin di bawah.

Dia asik meneliti tiap bagian alinea, merasa ada suatu hal yang ganjal, sampai mengakibatkan garis-garis kening di gelimpangan wajah gadis itu mengerucut berlipat-lipat.

“ Hahh! Panas… “

Seorang insan menghenyak kesadaran Natha, takala membaringkan kepalanya di dataran pangku gadis tersebut.

Berasal dari Iefan yang mendadak datang dan menumpahkan tubuh untuk terbaring mengisi kekosongan bantaran bangku samping yang Natha duduki.

Memang nyatanya Natha yang sedang membaca buku di halaman taman Sekolah Menengah Atas Jaya Pura siang jumat, mengisi waktu luang, dengan kegemarannya terhadap cerita-cerita fiksi.

Kendati dia tidak menyadari hadirnya sosok lain, yang berpangkal oleh Iefan, dengan buku yang juga laki-laki itu bawa, tapi di malah digunakan untuk sekedar menutup muka ketika sudah membaringkan kepala di pangku Natha. Insan itu berniat untuk tidur siang.

Natha kesal, dia berupaya untuk membangunkan kepala Iefan dari pangkuannya.

“ Ck, ngapain sih lu. Bangun ngga, kemarin lu bilang masih kesal ya sama gue dan ngga terima dengan sikap gue yang selalu marahi tinggi badan lu waktu di keals. Tapi sekarang kenapa malah enak-enakan tidur di pangkuan gue. “

Bukannya bereaksi, Iefan kekeh meletakkan kepalanya, pura-pura bodoh atas omelan gadis yang ada di atas wajahnya.

Sebenarnya laki-laki itu memang belum bisa menerima kehadiran Natha yang mendadak, terlebih dalam keseharian mereka dan seolah menjadi teman mereka.

Akibat alibi keduanya yang terus bertengkar di kelas, jarang akur, dan bahkan tidak bisa di pertemukan dalam satu dunia agar tidak saling berkelahi.

Kendati semakin waktu berlalu, perasaan kesal Iefan mulai berubah, dia pindah untuk senang menjahili Natha.

Tampaknya membuat gadis itu marah dengan mengerjainya lebih menyenangkan dari pada saling bertengkar, karena Natha jelas tidak akan mau kalah ketika berdebat, dan alhasil bentuk pengacauan inilah yang menjadi balas dendam Iefan kepada sikap Natha sebelumnya.

Pria itu menjadi lebih sering menghabiskan waktu dan berinteraksi dengan Natha akhir-akhir ini semenjak perjanjian mereka untuk berbisnis foto.

“ Ck, diamlah. Gue mau tidur siang. “

Natha ingin naik pitam mendengar sahutan Iefan, begitu santainya laki-laki itu bilang ingin tidur siang tapi di pangkuan Natha.

Tidak bisakah dia terlelap di tempat lain dan tidak menganggu keseharian Natha yang sedang serius saat ini. “ Tidur di tempat lain woi, pangku gue bukan bantal untuk tidur siang. “

Masih gadis itu melayangkan protes keras, dia perlu membaca lanjut isi novelnya kendati kenapa harus Iefan muncul dan menganggu ketenangan.

Iefan pura-pura tidak dengar, dia membenarkan letak buku, dan bahkan semakin membetulkan posisi agar lebih nyaman. Tidak berniat untuk bangung, seperti yang gadis tersebut minta.

“ Cih, jangan dekat-dekat. Ntar lu suka sama gue, baru tau rasa. “

“ Mustahil! “ Bibir Iefan menjawab dari balik timpaan buku, kedua tangannya sudah bersedekat di dada. Bersiap untuk memulai tidur siang yang nyaman.

Natha menyibak cepat buku Iefan, menariknya ke atas dan membuat gelimpangan wajah Iefan terbuka penuh dari bawah timpaan mukanya. “ Hati-hati! Seseorang bisa suka kalau terlalu berdekatan. “

Angin bergelayut lewat, menerpa anak-anak rambut di sekitaran poni belah bagian pipi milik Natha, yang sudah terletak dekat dari atas wajah Iefan yang menengadah.

Laki-laki itu terdiam bisu, saat menerima tatanan muka Natha, seiring senyuman sang gadis yang terukir jahil. Kendati ini adalah kali pertama Iefan menatap intens wajah Natha secara dekat, setelah pertemanan mereka yang tidak pernah akur dari dulu.

^^^Jumat, 01 September 2023 (13.39)^^^

Angin sore berhembus laju menerpa, dedaunan luar ikut bergoyang. Jatuh di terpa angin yang kuat dan berhamburan di lantai bumi. Mata Natha melebar sontak, setelah menemukan wajah sesosok yang di gapai.

Buah hasil pengejaran dari lapangan tempat perkara, dan lautan tumpuan siswa saat ini. Laki-laki itu tersenyum membalas gapaian tangan Natha, menampakkan raut yang sama dengan pria yang telah membantu Natha di dekat ruang cctv lalu.

Menghadiahkan penglihatan gadis itu untuk berpindah ke papan tulisan sang lelaki di saku kanan seragam insan tersebut, karena sebelumnya dia tidak mengetahui nama laki-laki itu.

Dan perlahan naik kembali, pada tampilan bibir yang sama dengan bibir laki-laki di malam kejadian depan Aslan pada area gedung gelap tempo lalu.

Sekelibat membuat alis Natha menyatu paham, jika dia adalah pria yang berkelahi dengan Aslan di malam peristiwa.

Ramainya kerumunan orang membuat Natha tiba-tiba terdorong ke depan, termaju di tengah keheningan tadi antara keduannya.

Hingga dengan lembut laki-laki yang bernama Baron itu malah tersenyum simpul menghadiahkan ke wajah Natha, usai sigap menangkap tubuh gadis itu yang terjerembab ke teluk depan tubuhnya.

Natha cepat membenarkan posisi raga, dia hendak menjauh kembali, tapi Baron sudah menarik tangan gadis itu untuk keluar dari tumpahan kerumunan siswa secara bersama.

“ Lepasin! “ Natha berseru. Mereka sudah tiba di sebuah tempat, tapi cukup hening di sekitaran sana, dan terlepas dari bangunan sekolah.

Baron tersenyum sambil menoleh ke belakang arah Natha. Mereka sama-sama menderukan nafas, setelah setengah berlari menuju tempat. “ Lu ngga papa kan? “

“ Cih, udah cukup semua sandiwara lu. Gue udah tau siapa lu sebenarnya. Masih kurang-kah tindakan lu yang coba buat ngecelakain gue tadi! “ Natha berbicara muak, rautnya menahan kesal. Menatap tajam pria yang tinggi di hadapannya itu.

Baron merespon kecil menggunakan senyuman, masih tenang mendengar makian Natha, dia diam sambil membuka jaket yang dikenakan.

“ Lu kan! Yang udah ngejebak gue, dan nyuri serta membuang semua barang-barang gue ke gedung itu. Karena gue juga ingat, di sore terakhir orang yang gue lihat berpakaian seragam SMA Jaya Pura adalah lu, gue ingat lewat tampilan tubuh lu dari belakang tadi. Dan juga lu-kan yang udah ngeneror Olivia! Lu yang udah berantem sama Aslan di malam itu. Trus hari ini, lu juga kan yang udah ngejatuhin pot dari atas! “

Semua kekesalan Natha tumpah,

Mata gadis itu berair mengingat kejadian yang terjadi. Penuh amarah dan rasa emosi akan tindakan laki-laki yang berada di depannya sekarang.

Merasa apa salah dia sampai laki-laki itu begitu membenci dirinya, tega melakukan begitu banyak perbuatan jahat padanya.

Bahkan kalau memang Aslan tidak datang di malam itu, maka entah masih tidakkah Natha bisa berdiri di sini sambil menghirup nafas secara tenang. “ Jadi mau lu apa si! “

Baron tiba-tiba melempar jaket dengan becak darah yang dia kenakan ke arah Natha. Reflek langsung di tangkap oleh Natha menggunakan raut bingung.

“ Cuci! Jaket gue kotor karena tangan lu. “ Laki-laki itu merespon lugas, akhirnya bersuara meski hanya perintah sejenak.

“ Tunggu! “ Natha berseru, menghentikan langkah Baron yang hendak meninggalkan dirinya, merasa lelah bersandiwara lagi karena Natha sudah mengenali dirinya.

“ Lu ngga jawab omongan gue sama sekali. Kalau lu emang benci sama gue. Gue terima itu! Tapi harus gue tekankan satu hal, jangan pernah lu coba buat ngelukain orang-orang yang ada di sekitar gue, seperti yang lu perbuat ke Aslan dan Olivia seperti waktu lalu. “

Di tengah insiden, gadis itu masih saja memikirkan orang lain. Takut jika Aslan, Iefan, atau bahkan Olivia mendapat kejadian yang begitu parah sebagimana Natha alami ketika di gedung.

Baron menyeringai tanpa menoleh ke arah Natha, dia mendengarkan tanpa berbalik. Merasa lucu setelah mendapatkan sebuah ide gila.

“ Bulan ini bakal di adain lomba olahraga. Lu tau kan sebenarnya tujuan dari lomba ini. Jadi kalau lu menang gue bakal ngejauhin Olivia atau orang-orang yang ada di sekitaran lu. “

Dia menjeda sejenak, ada lengkungan kecil di sebelah sudut bibir Baron sebelum lanjut bicara. Seolah menertawai keputusan idenya ini. “ Tapi kalau lu kalah, lu sendiri yang bakal jadi budak gue. “

Natha terdiam mendengar ucapan Baron, tukai tangannya perlahan menurun jatuh dari tubuh sang lelaki, menatap punggung laki-laki itu yang kini kian menjauh pergi usai selesai berbicara.

Sekilas lanjut menengok ke jaket yang ada di genggaman tangannya, jaket kulit warna hitam dan sudah terkena noda merah dari darah Olivia pada tangan Natha.

^^^Jumat, 24 Juni 2023 (07.57)^^^

Setelah kejadian di malam itu, Iefan mengantar Natha dan Olivia pulang ke rumah masing-masing di pagi hari. Alasannya karena Aslan masih tertidur, makanya Iefan seorang yang mengantar kedua gadis tersebut.

Aslan dan Natha juga tak bersuara apa-apa saat bertemu dengan kedua temannya pagi itu, mereka saling bungkam.

Terutama Aslan yang sebenarnya hanya pura-pura tidur untuk menghindari kekhawatiran dari Olivia juga Iefan jika harus melihat wajah luka-lukanya

Termasuklah Natha yang sebenarnya tahu jika Aslan hanya berekting. Tapi dia paham jika Aslan sedang mencoba menutupi lukanya dari kedua teman.

Naasnya di pagi saat di sekolah tetap tak bisa menyembunyikan, Olivia langsung panik ketika melihat Aslan yang datang di waktu dekat jam masuk.

Membuntuti langkah laki-laki yang mencoba menutupi wajahnya dengan mengenakan hoodie tersebut sampai di tempat duduknya.

“ Muka kamu kenapa? “ Olivia bertanya, sekilas melirik plester merah muda yang terpampang di pipi kanan Aslan. Rautnya panik bercampur khawatir.

Iefan reflek menoleh ke arah Aslan ketika mendengar omongan Olivia. Tampak memperhatikan luka yang ada di wajah laki-laki itu.

Ada perasaan ganjal di pikiran Iefan ketika dia menatap sekilas bagaimana sikap acuh yang Natha lakukan. Gadis itu diam saja tanpa ekspresi, berpura-pura membaca novel padahal mendengar.

Luka-luka yang Aslan dapatkan juga jelas bukan karena hal biasa, dia kenal betul bagaimana perilaku Aslan selama ini.

Pasti ada perkelahian yang mereka sembunyikan di belakang Iefan dan Olivia, dengan Natha dan Aslan sebagai pelaku yang tahu hal apa yang sebenarnya terjadi.

Dulu waktu Sekolah Menengah Pertama, Aslan juga pernah menantang seorang siswa di sekolahan karena suatu permasalahan.

Padahal jumlah siswa itu terbilang banyak di bandingkan dirinya yang seorang diri. Tapi Aslan yang keras kepala tak peduli, dia bersikukuh untuk berkelahi dengan siswa tersebut, beruntung Aslah masih mempunyai kemampuan bela diri dari les karate yang di tempuh.

Ditambah kemampuan berkelahi yang seakan berbakat sejak lahir. Saat itu Aslan sempat babak belur karena teman-teman dari siswa tertuju, tapi hebatnya, sesuai dengan apa yang dia tuju sejak awal.

Siswa yang memiliki masalah dengan Aslan juga habis babak belur di tangan sang laki-laki. Memberikan senyuman puas bagi Aslan, walau dia juga harus penuh luka dan lebam dibuatnya.

Alhasil dalam bentuk imbang antara Aslan yang babak belur, dan si orang tertuju yang juga babak belur.

Tak berselang lama dari hari kejadian, siswa itu datang lagi bersama jumlah yang lebih banyak.

Dia masih tidak terima saat wajahnya bisa babak belur karena Aslan yang padahal hanya seorang diri. Aslan yang pemberani tak gentar, dia tersenyum santai berhadapkan anak-anak tersebut.

Saat itu Iefan hanya menontoni bagiamana perkelahian Aslan yang pertama secara kebetulan, tapi entah bagaimana perkelahian yang kedua juga bisa secara acak terjadi di jalan saat Iefan mau pulang.

Lagi-lagi Iefan menjadi penonton setia bagaimana perkelahian antara Aslan dan siswa itu, tapi Iefan yang tak tahan sejak awal, akhirnya ikut menyerang di akhir-akhir Aslan yang babak belur.

Iefan juga mempunyai kemampuan bela diri, jelas karena setiap anak dari pengusaha kaya pasti akan di bekali kemampuan bela diri.

Tentu awalnya bertujuan untuk mewaspadai adanya pihak-pihak yang tidak menyukai bisnis orang tua mereka, hingga tega mencoba melukai anak dari pebisnis tersebut.

Tapi siapa sangka kemampuan yang Aslan dan Iefan dapatkan, malah digunakan untuk berkelahi dengan siswa-siswi sekolahnya. Mereka berhasil mengalahkan siswa tersebut, dan mulai menjadi teman sejak kejadian itu.

Aslan melirik Iefan sekilas, tak berniat menyahut omongan lelaki itu jika dia juga ikut bertanya. Aslan tahu jika Iefan juga akan langsung mengerti dengan luka-luka yang ada di sekitaran wajahnya masa kini.

Makanya sengaja Aslan memilih fokus untuk menyakinkan Olivia tentang keadaan dia yang baik-baik saja.

Sementara Natha di sisi jendela masih pura-pura diam dan tak peduli, padahal dia dengar jelas semua omongan di sebelah, kendati tidak sedikitpun berniat mau menyahut atau membantu menjelaskannya kepada Olivia atau Iefan yang berada di kursi depan.

Rasanya dia tidak perlu turut adil dalam debat antara tiga sahabat itu, terlebih Natha juga bukan teman asli mereka.

Dia hanya kebetulan berwajah sama dengan Natha teman terdahulu, dan secara tak sengaja terbangun tadi malam, juga kebetulan menjadi penyelamat Aslan malam itu.

Jika dia buka suara pasti akan semakin memperumit suasana, karena dari yang Natha dengar Aslan hanya mencoba mengatakan bahwa dia tak sengaja jatuh di kamar mandi kepada Olivia.

Terdengar tak masuk akal, tapi hanya itu satu-satunya alasan yang bisa Aslan berikan. Laki-laki itu tak hebat dalam hal berbohong.

Di kesibukan itu, Natha sempat membaca beberapa bagian di novel.

Ada paragraf tentang si pemeran utama wanita, yang memberikan gelang persahabatan kepada seorang gadis lain.

Dia mengajak gadis tersebut untuk ikut menjadi teman mereka, kendati gadis yang di ajak berubah menjadi seorang teman yang berkeinginan lain, punya maksud terselubung untuk mendekati dua teman pria si gadis tokoh utama.

Tiba-tiba di tengah membaca Natha merasakan sakit luar biasa di kepalanya, telinganya ribut, berdenging mendengar sesuatu hal berbicara dalam otak.

Buku Natha terjatuh dari meja, dia menutup mata dan kedua telinganya, tak sanggup mendengar suara yang kalut di telinga. Ada suara tawa, teriakan, juga dentuman buku yang jatuh.

Bersamaan angin berhembus dari jendela luar, menggoyangkan tirai-tirai dan meluluh lantahnya kain di sekitaran bibir lobang persegi samping Natha karena gejolak mendadak.

Wuss.......

Kebisingan itu berakhir, dengan suara percikan air yang tumpah. Tak ada keributan dari telinga, atau bahkan sekedar dari teman-teman kelas setelahnya.

Natha yang merasakan kesunyian, perlahan mulai membuka kelopak mata. Dia bingung untuk sesaat, sampai keadaan di sekitar membuat Natha membelalak. Bola mata gadis itu bergerak cepat memperhatikan seisi kelas.

Di sana tiba-tiba sunyi, berubah 180 derajat dari sebelumnya. Semua siswa duduk dan sibuk dengan kegiatan masing-masing.

Tidak ada yang heboh atau memperhatikan Aslan seperti tadi.

Bahkan Olivia sudah duduk manis di kursi depan dengan beberapa tugas-tugas yang dia kerjakan. Natha kaget saat Iefan tertawa karena asik membaca komik sambil mengunyah makanan ringan depannya.

Padahal Natha ingat betul, bagaimana posisi Iefan yang masih menghadap belakang, juga Olivia yang berdiri di samping meja Aslan untuk memeriksa wajah lelaki itu.

Sempat dia melirik Aslan di sampingnya, lelaki itu tengah tidur pulas, menjadikan tangan sebagai bantal ke arah Natha. Juga keberadaan plaster merah muda di pipi Aslan membuat Natha membelalak hebat.

Wajah lelaki itu mulus, tanpa luka atau lebab, juga tanpa plester yang Natha tempelkan tadi malam. Dia tertidur seakan tak terjadi apa-apa di beberapa menit sebelum saat ini. Bahkan orang-orang di sana seperti sedang mengerjai Natha dan berekting.

Natha hendak bangkit dan bertanya kepada Iefan, tapi tangannya kaku, sekedar untuk menepuk punggung Iefan dari belakang.

Ia malah bangkit dalam keadaan tidak sadar, dan berjalan melewati Iefan begitu saja. Natha mencoba berteriak kepada Iefan, berharap dia bisa membantu Natha untuk sadar dan lepas dari gerakan yang diluar kendalinya.

Banyak pertanyaan yang harus di ajukan tentang bagaimana keadaan kelasnya tiba-tiba berubah. Tapi kaki Natha tak berpihak pada pikirannya kala itu, dia terus berjalan maju, sampai singgah tepat di hadapan meja Olivia.

Mata Natha melirik buku-buku yang gadis itu kerjakan. “ Eumm Olivia. Maaf ya, aku mau izin nganterin tugas aku yang belum selesai ke bu Yanna. “ 

Natha menjulurkan buku yang dia genggam di perut. Dan bertanya-tanya sendiri sejak kapan buku itu bisa berada di gengamannya.

Olivia mendongak menatap Natha, dia sedikit kaget karena terlalu asik belajar. “ Eh, Natha? Oh... oke-oke. Ntar gue kabarin sama bu Zasnia kalau dia masuk nanti. “

Saat itu mata Natha tak sengaja melirik sebuah gelang berwarna putih dengan buah kupu-kupu di tengah, di padukan beberapa bulatan kecil pada talinya yang menjadi pemanis dalam lingkaran pergelangan Olivia.

Natha tersadar bahwa gelang itu terasa sama persis seperti yang di gambarkan di novel tadi. “ Makasih Olivia. Aku pergi dulu ya. “ Bibir Natha berbicara menyahut sang ketua kelas.

Tak sesuai dengan kehendak pikirannya, mati-matian Natha menahan diri, dia tak seharusnya pergi sekarang. Karena Natha ingin mempertanyakan tentang gelang tersebut kepada Olivia.

Tapi apa boleh buat, setelah berupaya kaki gadis itu tetap melangkah mulus ke luar kelas, dia seakan patung hidup yang dikendalikan.

Koridor yang Natha lewati sepi, tidak banyak siswa-siswi yang berlalu lalang karena masih berada di jam belajar.

Hanya siswa yang memang memiliki mata pelajaran di luar seperti jam olahraga saja yang akan berada di luar saat itu, tapi mata pelajaran itu juga bergilir.

Jadi kemungkinan hanya kecil bagi Natha untuk berjumpa dengan siswa lainnya selain siswa yang mendapat mata pelajaran olaharaga di hari ini.

Natha sendiri heran, mengapa dia harus mengumpulkan tugas yang entah kapan dia kerjakan di jam sekarang.

Bukankah seharusnya Natha mengumpulkan tugas itu di jam istirahat atau jam yang memang seharusnya memberi kebebasan untuk keluar, tidak seharusnya dia keluyuran bebas seperti saat ini.

Namun seperti sudah ditentukan, takdir Natha malah mempertemukan dia dengan keberadaan ketiga siswi berpakaian olahraga di selasar depan ujung.

Mereka tampak asik bercanda, tertawa dan memerhatikan teman-teman kelas mereka di lapangan, awalnya tidak menyadari kehadiran Natha.

Gadis itu ingat betul wajah ketiga siswi tersebut yang merupakan siswi yang hendak membully Natha di hari pertama dia masuk.

Salah seorang siswi dari ketiganya menyadari keberadaan Natha. Mereka lantas menunjuk Natha dari kejauhan untuk mengabarkan dua temannya di sebelah.

Seharusnya melihat hal itu Natha sudah berlari menyelamatkan diri, paham kalau dia akan di bully lagi oleh mereka, tapi lagi-lagi kaki Natha kaku, dia sempat diam sejenak selama beberapa menit untuk menjatuhkan buku yang dia genggam.

Barulah setelah itu berlari kalang kabut, membuat Natha ingin memaki dirinya sendiri karena melakukan hal tak berguna seperti itu.

Gadis dengan tinggi 151 cm itu merasa seakan dirinya sedang melakukan hal-hal yang ada di sinetron atau novel untuk menambah dramatis cerita.

Sangat menyebalkan untuk orang yang melihat atau menonton, apalagi Natha yang melakukannya sekarang.

Pelarian diri itu memang tak membuahkan hasil, mereka yang juga berlari untuk menangkap Natha berhasil mengapai ujung rambut Natha dan menarik kumpulan rambut bentuk ujung ekor kuda gadis tersebut ke belakang.

Alhasil Natha terjungkal balik, dia terlempar ke samping dinding, mengeluh menahan sakit kepala dan tubuhnya yang terbentur hamparan.

Sonia si pelaku penarikan terjenggal. Dia setengah berdiri sambil bertumpu pada lutut karena kewalahan usai mengejar Nahta.

“ Cih sialan! Pake lari segala lagi lu. “ Mati-matian gadis itu mengatur nafasnya, karena dia yang paling cepat berlari untuk menggapai Natha.

Ruby dan Sekar datang setelahnya. Ruby yang kewalahan ikut kesal mendorong tubuh Natha yang hendak bangkit, melampiaskan rasa kelelahannya.

Nafasnya tak beraturan, berbeda dengan Sekar yang terlihat sangat tenang waktu tiba. Dia juga terjenggal, tapi tampak lebih tenang dan malah tersenyum lebar ketika melihat Natha yang kesakitan dan kewalahan di lantai.

Tanpa aba-aba Sekar langsung berjalan menghampiri Natha, berjongkok untuk membantu Natha bangun. Membuat Natha bingung dan kaget menerima perlakuan.

“ Lu ngga papa kan? Ada yang perlu di bantuin? Sorry ya… Sania udah narikin rambut lu. “

Natha bangkit dengan raut bingung, begitu juga kedua teman Sekar yang saling memandangi satu sama lain.

“ Soalnya gua kangen banget sama lu. Eh, lu malah lari gitu aja. Lu ngga maukah ketemu sama gue? “ Raut Sekar terlihat khawatir penuh perhatian, dia tersenyum, tapi terselubung dan penuh tipu daya.

Air muka Natha hanya diam ketakutan di tanyakan, dia geleng-geleng dengan kaku, penuh keringat tegang tanpa berani mengeluarkan kata-kata. Tercampur tubuh gemetar hebat seolah tidak berani melirik netra Sekar.

“ Eh, lu! Kalau Sekar tanyain jawab! Bisu apa lu! “ Sonia mendorong tubuh Natha dengan kesal, emosinya memuncak melihat raut ketakutan Natha.

Gadis malang itu begitu terpukul hawa takut dan trauma, rintik-rintik ingatan bekas perlakuan Sekar ketika di gedung bermunculan. Seolah memberi simulasi kembali bagaimana keadaan mencekam di kala itu.

Tapi Sekar malah menepis tangan Sonia, temannya sendiri. Dia berlagak sok peduli dan perhatian. “ Ya ampun! Udah Sania. Lu ngga usah maksa Natha buat ngomong. Mungkin dia syok aja abis lu jambak. “

Sania terdiam heran. Bibir-bibirnya beku tak berkutik, usai di marahi oleh Sekar.

“ Ya udah gini aja, biar lu-nya bisa nenangin diri, mending kita ngobrol aja di tempat lain. Ya kan? “ Sekar menepuk bahu Natha sebelum pergi, tapi sempat melirik Sania dan Ruby penuh arti. “ Yuk kita ke wc aja. “

Akal jahat gadis berambut lurus panjang itu begitu tidak terduga, dia sengaja tidak mau bertindak kasar di tengah hamparan luar. Apa lagi di lorong itu pasti ada cctv dan kemungkinan insan lain untuk menemukan mereka.

Makanya akal sehatnya memberi inisiatif lain, yakni toilet khusus wanita. Dengan begitu kemungkinan Aslan untuk datang menemui mereka juga sangat kecil, tidak mungkin para lelaki itu sampai masuk ke wc khusus wanita.

Sekar berjalan mendahului, sempat Ruby dan Sania saling memandangi, mereka mencerna maksud dari Sekar dan akhirnya mengerti.

Natha yang juga paham sontak menjadi kaget, dia mencoba memberontak, tapi perlawanan yang di lakukan begitu lemah.

Di tambah tak ada orang yang melihat atau mengetahui apa yang mereka lakukan terhadap gadis itu saat ini. Sehingga tangisan Natha menjadi tak berguna untuk dilakukan.

Natha asli memaki di dalam batinnya, mengapa dia tidak melawan dan berteriak saat itu. Dia merasa Natha yang bertindak di luar kendali saat ini begitu lemah dan tak berdaya.

Kedua teman Sekar berhasil menyeret Natha ke wc khusus wanita, dua siswi di sana yang sedang berkaca terkejut, mereka di usir Sania dan lekas keluar dengan ketakutan.

Tidak peduli terhadap keadaan gadis lain yang di bawa paksa masuk. Natha memberontak hebat.

Dia terus melawan, menangis dan tak bisa diam, sampai Sekar yang tadinya tengah asik berkaca tiba mendekati Natha dengan kesabaran yang habis dan terganggu oleh teriakan.

Spontan menampar gadis itu keras seiring jepit rambut Sekar yang masih berada di tangannya.

Natha terjatuh menghantam lantai, dia melemah kesakitan, dengan luka beset yang mulai memunculkan darah di pipinya.

Ruby dan Sania ikut terkejut, mereka saling pandang, sambil melepas genggaman dari lengan Natha. Usai tindakan tidak terduga dari teman mereka.

Secarcah di otak keduanya juga mengatakan bahwa tindakan Sekar barusan sudah termasuk kelewatan. Tapi mereka ikut tidak bisa bertindak melawan atau mencoba menasehati Sekar.

Gadis berwajah cantik dan riasan yang cukup mencolok itu akan bertindak di luar batas, terlebih jiwa di lawan dan sudah naik pitam. Menjadikan kedua gadis berambut pendek dan bungkam dan memilih diam Natha di pukuli.

Sekar mengatup dua pipi Natha dengan kasar, mengunakan sebilah telapak tangannya. Tak memberi sela untuk Natha bernafas sedikitpun.

Bahkan gadis malang itu masih meringgus di lantai, menahan tamparan dan hantaman mengenai lantai WC sebelumnya.

“ Sakit? Ha! Sakit! Sakit!!! “ Sekar bertanya berulang dan terus menaikan nada, sampai di kata terakhir dia benar-benar teriak puas. Memekik kuat di depan wajah Natha dalam jarak dekat.

Natha hanya menangis memegangi tangan Sekar, merasakan cengkraman gadis itu semakin kuat. Menunjukan raut untuk meminta belas kasihan.

“ Ini ngga seberapa sama apa yang lu perbuat, Natha. “ Sekar tersenyum, jepit rambutnya dia buang.

“ Lu udah ngerebut Aslan dari gue, lu udah membuat citra gue jelek di mata Aslan. Lu tau kaya gimana tatapan Aslan waktu kita di gedung belakang? “ Sekar menjeda di sela pembicaraanya, dengan wajah seolah yang tersakiti.

“ Dia natap gue dengan amarah Natha! Dia marah! Dia benci! Dia seakan ngga suka kalau gue udah ngelakuin hal itu sama lu. Padahal lu siapa! Lu bukan orang yang berarti bagi dia! “ Mata gadis itu ikut memerah penuh emosi dan rasa kesal.

Mati-matian Natha menangis, memberontak lemah dari genggaman Sekar, rahangnya beringsut mulai merasakan sakit dari tancapan-tancapan kuku.

Malang kini mata berair Natha malah di paksa menatap wajah Sekar yang mencekam. Di tarik kuat oleh Sekar untuk mendekat ke wajahnya yang penuh gejolak amarah.

Natha hanya bisa mencoba melepas tangan Sekar dengan lemah dari tulang pipinya yang memerah.

“ A-aku mohon sekar, lepasin aku.... Aku ngga tau apa yang kamu maksud Sekar.... “ Natha bersuara serak dan tertatih-taih. Semua tenaga lemas dan rasa sakit telah bercampur satu.

Sekar tersenyum mendengar perkataan Natha. Wajahnya fokus memandangi raut sang gadis tak berdaya. Menelisik tiap inci dan tatanan muka bulat gadis itu.

“ Cih, Gue benci muka ini. “ Bukannya merasa kasian, Sekar malah merasa jijik dan meludah ke samping.

Dia muak dan semakin kuat meremas pipi Natha, lantas menoleh di sela seakan mencari sesuatu. Hingga dia teringat dan mengambil sebuah benda dari rambutnya.

Benda itu adalah jepit rambut yang dia pegang saat menampar dan membuat luka beset di pipi Natha.

Sania dan Ruby kaget melihat tindakan Sekar, mereka panik jika gadis itu akan melakukan hal yang di luar batas.

Tapi Sekar sudah lebih dahulu tersenyuman dan mengayun cepat jepitan tersebut seperti mengenggam tombak, yang di ancang dari udara di atas wajah Natha.

Gadis itu gila karena berniat untuk membeset wajah Natha dengan jepitan rambutnya. Jauh di batin Natha tak sengaja memperhatikan, di sela terlihat pergerakan tangan Sekar yang terlihat gemetar, juga tatapan mata gadis itu yang seakan berbeda jauh dengan ekspresi yang ada di wajahnya.

Sampai raga luar Natha reflek memejamkan mata, laksana siap untuk mendapatkan luka di wajahnya.

Sreett!!!

Siapa sangka, seakan kisah di novel, seseorang datang tepat waktu di detik-detik terakhir untuk menahan tangan Sekar. Terlihat jika tangan itu bukan milik seorang pria ketika Natha membuka kembali kelopak matanya.

Sekar terperanjat hebat, kedua pemilik tangan itu saling beradu tatapan, antara pelaku penghujaman dan insan yang menahan.

Sampai wajah amarah di raut Olivia yang menjelaskan siapa orang yang datang untuk menolong Natha kala itu. Sekar mulai kesal, menghempas tangan Olivia di udara, dia segera bangkit di ikuti Olivia yang tak kalah menatap tajam wajah Sekar.

Siapa sangka memilih membully Natha di toilet wanita untuk menghindari keberadaan Aslan dan Iefan, malah mengundang Oliva yang datang. Ruby dan Sania juga tak menyangka jika Olivia bisa muncul dengan tiba-tiba, juga menemukan keberadaan mereka.

“ Gue nemuin buku ini di selasar. Dan dugaan gue benar, kalau lu dalang di balik kejadian ini. “ Olivia mengangkat buku Natha yang sempat dia jatuhkan di lorong.

Ketika itu rasa khawatir Olivia bermula karena Natha yang tidak kunjung kembali dari kelas, padahal sekarang sudah hampir waktunya untuk istirahat.

Alhasil membawa raga Olivia untuk menelusuri koridor yang mungkin di lewati Natha, lalu menemukan buku itu sebagai bukti rasa curiga dan khawatir semakin mencuak.

Beruntung tebakan gadis ketua kelas itu tepat, dia sudah menemukan Natha dan Sekar, beserta para pengikutnya di dalam toilet khusus wanita. Natha yang melihat terduduk lemas di lantai, merasa jika buku itu ternyata ada gunanya.

Sukma Sekar tidak merasa marah, dia malah bertepuk tangan, dan tertawa terbahak-bahak, sampai membuat matanya berair sendiri.

“ Ahahaha! Wah-wah liat siapa lagi yang datang untuk menjadi pahlawan bagi Natha. Ternyata lu lumayan hoki ya. ” Dia mengelap santai matanya yang bergenang, padahal semua orang yang ada di sana dalam keadaan tegang dan tidak merespon tawa gadis itu.

“ Olivia? Gadis cantik, yang menjadi sahabat dari Iefan dan Aslan. Siapa yang ngga kenal sama lu Olivia. Banyak cewek di luar sana yang mau berada di posisi lu. “ Dia mengelilingi Olivia, sambil memainkan ujung rambut gadis tersebut.

“ Dari awal masuk kelas 10, lu udah jadi gadis beruntung yang di kelilingi dua pria tampan di sekolah. Dengan kedok sebagai sahabat, lu selalu bertingkah bodoh dan tertawa bahagia sama mereka. Dan liciknya lu bahkan ngebeliin banyak makanan murahan dan sampahan untuk mereka. Makanan khusus kalangan orang miskin, tapi tapi malah lu kasi sama Aslannya gue. Lalu dengan naifnya dia juga mau makan makanan murahan kaya gitu. Sampai sakit perut, tapi tetap terima semua pemberian pangan sampah kaya begitu. Dia sayang banget sama semua barang murah pembelian lu, dibandingkan barang mahal yang gue kasi ke dia. “

Bibir Sekar naik dengan begis, air mukanya tampak begitu kesal dan mendendam, bercampur tatapan sedih, yang entah bagaimana bisa terekspresikan di satu wajah dalam keadaan yang bersaman.

Perlahan kaki Sekar terus berjalan mengelilingi Olivia, bermain-main terhadap gadis itu, padahal sudah berkali-kali di tangkis dan di balas tatapan tajam dari Olivia.

Sang ketua kelas itu terlihat tidak mau ikut dalam permainan Sekar yang tidak jelas. Berbeda dengan Natha yang masih terpaku menonton percakapan kedua wanita itu di lantai.

Tubuhnya kaku, tapi pikiran Natha masih bisa menangkap jernih bagaimana percakapan antara Sekar dan Olivia.

Dia baru tahu jika Olivia adalah sahabat Iefan dan Aslan kelas 10 Sekolah Menengah Atas, juga makanan yang sering Olivia belikan sebagaimana yang diceritakan, dia juga sempat membaca bagian itu di novel.

Entah bisikan dari mana, setelah mencerna cukup lama, Natha mulai membuat kesimpulan. Dia mengulas semua kejadian, cerita, perilaku, dan alur yang sama persis dengan yang di ceritakan di novel.

Pantas saja Natha merasa cukup dejavu selama beberapa hari ini bersama ketiga siswa Sekolah Menengah Atas tersebut, ternyata hal-hal itu sama seperti yang ada di novel yang Natha baca.

Apakah saat ini dia sedang berada di novel, apakah dia juga sedang melakonkan adegan sekarang, wajar beberapa kali termasuk sekarang Natha merasa seakan dirinya sedang di kendalikan seseorang, sampai tak bisa melangkah atau berbicara sesuai kehendak dirinya sendiri.

Termasuk untuk membela dirinya sendiri, seakan Natha memang tengah memerankan tokoh yang lemah tak berdaya, untuk di tindas para tokoh jahat lain.

“ Terserah lu Sekar. Lu berhak buat menyimpulkan suatu hal dari apa yang lu lihat terhadap gue. “ Senyuman di bibir Olivia naik sebelah di sudutnya, seakan sedang tertawa dengan ironis. Dia mulai membalas perkataan.

Natha yang di bawah masih diam, hanya bisa mengkerutkan kening menatap sikap dan perkataan Oliva yang jauh berbeda dengan apa yang ada di keseharian.

Oliva yang sekarang, sangat mirip dengan gaya dan tingkah laku dari pemeran utama wanita di novel. Semakin menambah porsi keyakinan Natha bahwa mereka sedang berada di dunia novel dan sedang melakukan adegan.

“ Lu juga berhak buat ngatain gue sebagai gadis yang memanfaatkan keadaan dengan keberadaan Iefan dan Aslan. Lu bebas Sekar, semua opini lu ngga dipermasalahkan di sini. Lu juga bebas mau bertindak seperti apa ke gue, tapi kali ini ada satu hal yang ngga bisa gue terima dari lu. “

Oliva melirik Natha di lantai, di ikuti dengan tatapan Sekar yang sudah memanas sejak tadi. “ Kalau gue gadis yang memanfaatkan keadaan, maka gadis seperti lu pantes di sebutin apa? “

Badan Olivia maju, condong mendekat ke telinga Sekar, dia memiringkan kepala, berbicara dengan senyuman. “ Aslan ngga suka sama gadis psikopat kaya lu. “

Detik itu juga, amarah Sekar membeludak, dia menjambak rambut Olivia, mencoba menampar, dan memukuli gadis itu dengan sekuat tenaganya. Tapi Olivia tak kalah gesit, dia melawan, dan bertarung dengan Sekar.

Mereka saling memukuli, mendorong ke sudut dinding, berlawanan menggunakan batang pengepel yang ada, dengan perolehan yang sama persis.

Sialnya kedua teman Sekar tentu tak tinggal diam, mereka ikut mengkeroyoki Olivia, memukulinya dari belakang hingga gadis itu tersungkur di lantai.

Olivia mengeluh menahan sakit, tapi Sekar yang sudah naik pitam tak membiarkan gadis itu memiliki jeda, dia menendangi Olivia dengan babi buta, tertawa histeris dengan puas.

Sementara tokoh yang Natha perankan sekarang, hanya bisa menangis ketakutan di sudut wc.

Olivia sudah melemah saat itu, tubuhnya lemas menggulung perut yang di pukuli di lantai, dengan beberapa luka yang juga muncul di pipinya akibat batang pengepel yang patah dan tajam.

“ Hakkk!!! Hidung lu Sekar! “ Sania yang sempat memperhatikan Sekar panik, baru sadar ketika melihat darah mulai menetes dari hidung Sekar, termasuk orang yang memiliki tubuhnya sendiri.

Cepat Sekar yang baru merasakan buliran air di sekitara hidung mancungnya, mencoba mendongak untuk menahan, baru tahu kalau hidungnya sempat patah akibat pukulan Olivia.

Tringggg…!!! Tringgg….!!

Bel istirahat berbunyi menyahut. Menyadarkan setiap insan yang ada di sana. Membuat Sekar tersenyum kecut saat itu.

“ Hari ini keberuntungan lu Olivia. “ Dia lekas berjalan keluar sambil mendongak menutup lubang hidungnya.

Diikuti Ruby dan Sania yang di buntut, sempat menendang batang pengepel yang patah ke arah Natha di sudut. Bagai tengah mengertak gadis itu.

Bel yang sudah berbunyi juga hidung Sekar yang patah, memberikan pertimbangan kepada Sekar untuk memilih meninggalkan Natha dan Olivia begitu saja, padahal amarahnya masih belum tertuntaskan.

Dia perlu mengobati hidungnya, dan akan semakin repot jika banyak siswi yang datang ke wc lalu melihat dia sedang melakukan pemukulan terhadap Natha juga Olivia.

Salah satu dari mereka pasti tetap akan melapor. Terlebih Aslan dan Iefan juga sudah keluar kelas, karena ini jam istirahat, sedikit banyak mereka tetap akan mencari keberadaan Olivia.

Sekar tidak mau membuat citranya semakin buruk secara langsung di hadapan Aslan. Jadi terpaksan meninggalkan Natha dan Olivia di tengah perkelahian.

Wusss…

Seakan lelucon setelah kepergian ketiga siswa itu, Natha mendapatkan kembali kuasa atas tubuhnya, dia segera mendekat ke Olivia, untuk memeriksa dan melihat keadaan gadis tersebut.

Siapa sangka Olivia sudah tak sadarkan diri di sana, membuat Natha yang tak punya pilihan, bertindak dengan mengendong Olivia di pundaknya.

Tubuh Natha yang sudah melemah, dipaksa untuk mengendong tubuh Olivia yang tak jauh beda beratnya dengan dia, seakan membawa beban dua kali dalam satu langkah, sekilas Natha juga merasakan nyeri di perutkan.

Tapi Natha tak gentar, dia setengah berlari membawa Olivia ke Unit Kesehatan Sekolah. Tidak begitu menyadari dengan buliran merah yang mulai bertumpah dari hidungnya kala itu.

Banyak orang yang sempat memperhatikan kedua gadis itu ketika Natha membawa Olivia. Termasuk Baron yang ikut kaget dengan kondisi Olivia. Mata Baron mengecil, membidik mengikuti wajah Natha yang terkena luka beset.

Gubrakk!!

...~Bersambung~...

✨MOHON SARAN DAN KOMENNYA YA

✨SATU MASUKAN DARI KAMU ADALAH SEJUTA

   ILMU BAGI AKU

1
psyche
Terasa begitu hidup
Axelle Farandzio
Aku nunggu update terbaru setiap harinya, semangat terus author!
print: (Hello World)
Gak sabar buat lanjut!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!