Aku tidak pernah menginginkan semua musibah ini terjadi. Bagi ku semuanya terasa salah, pernikahan ini, hubungan kami, semuanya. Aku menikah dengan David karena berlandaskan perjodohan semata. Namun aku tahu kakak ku dan David memiliki hubungan khusus. Bagaimana bisa aku menjalani pernikahan ini setelah menikung cinta kakak ku sendiri?
Aku tidak bisa. Aku harap semua ini berakhir. Tapi aku tidak berharap kecelakaan ini terjadi. Semuanya menjadi serba salah sekarang... aku harap aku bisa mengubah dan menyusun ulang segalanya sekarang. Aku harap, aku sangat berharap... semuanya bisa terulang kembali...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Olive Oil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
“Jadi kakak pulang sore nanti?” aku menggerutu pelan. Di ujung telfon, kak Tasya tetap enggan memberiku izin untuk pulang sendiri ke kos kami. Aku menghela napas dan kemudian beranjak duduk di bawah pohon yang ada di taman fakultasku. Dikarenakan jarak kampus dan kos kami yang lumayan jauh, membuatku tidak diizinkan untuk pulang sendiri. Selalu pulang pergi dengan kak Tasya, maklum jalan yang dilintasi adalah jalan besar. Biasanya jika tidak bersama kak Tasya, aku berangkat bersama temanku. Intinya aku tidak diperbolehkan pergi atau pulang kampus seorang diri. Namun, akhir-akhir ini kak Tasya tengah sibuk dengan kegiatan organisasinya di kampus. Hari ini pun sama, dia lagi rapat sampai jam 5 sore nanti. Sekarang masih jam 3.
“Kenapa nggak pulang siang tadi? Yah…” aku menatap telapak tanganku yang sudah memerah, “aku ada urusan. Emang kakak aja yang sibuk organisasi? Aku juga tahu,” balasku mengebu-ngebu. Kak Tasya sontak tertawa di seberang telefon. Aku tahu dia tidak akan percaya dengan apa yang barusan aku katakan tapi dia bakal tetap percaya bila aku bilang sedang sibuk belajar.
“Kalau begitu, tunggu lah sebentar lagi, sebentar lagi rapat kakak sudah mau selesai,”
“Bohong, dua jam itu lama tahu,”
“Iya, iya... mohon bersabar ya...”
Aku merunduk. Sebenarnya aku tidak masalah juga kapan mau pulang, asal bersama dengan kak Tasya. Kak Tasya kembali berbicara, aku tertegun, refleks melotot, “kak Tasya aku udah gede! Nggak usah minta teman kakak untuk temani aku di sini. Aku nggak apa-apa kak... a, apa? Sudah datang?” aku mendongak. Dengan cepat aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling.
“Kakak juga mau ketemu dia nanti sore, makanya sekalian kakak minta buat temani kamu. Nggak apa-apa kan?"
Aku menghela napas kembali saat melihat sesosok cowok mulai mendekat ke arahku. Tidak perlu ditanya siapa dia, aku mengenalnya. “ya... mau bagaimana lagi, dia sudah datang. Oke deh, selesaikan saja rapat kakak, segera ya!” tiiit...
Dia sudah datang. Aku menatap David jengah. Kami jarang berbicara sebelumnya, tidak pernah aku bayangkan akan ditinggal berdua dengan cowok kaku ini. Ya sudahlah, mau bagaimana lagi? Tanpa mengatakan apa pun, aku kembali menyenderkan punggungku ke pohon kemudian menutup mataku di sana. Mencoba untuk mengistirahatkan tubuhku. David juga sama, ia ikut bersender di sebuah kursi taman lalu kembali membuka buku yang sudah seharian ini ia baca. Ia melanjutkan bacaannya, sudah hampir mencapai ending nya.
Beberapa menit berlalu dengan senyapnya, tidak ada yang memulai pembicaraan. David masih fokus membaca, perhatiannya terganggu ketika melihatku tengah membersihkan bibir dan telapak tanganku yang apabila di lihat seksama sedang terluka. Untunglah aku masih menyimpan kapas dan obat luka di dalam tasku. Dengan tertatih-tatih aku mengobati lukaku.
“Jangan katakan hal ini pada kak Tasya…” kataku tak berselang lama. David tidak membalas, ia tak lagi memberikan lirikan tajam ke arahku. Sepertinya ia sadar aku mengawasinya. “aku berkelahi dengan mantan kak Tasya tadi. Tuh cowok memang pantas diberi pelajaran sih, sudah dari lama aku ingin memukul mulut lemesnya itu! Hah... hari ini aku puas sekali. Mantan kak Tasya itu emang… huh. Dia memaksa kak Tasya untuk menjadi pacarnya lalu berselingkuh darinya. Aku masih sabar hari itu, tapi hari ini aku melihat dia mencak-mencak tidak terima karena melihat mu dan kak Tasya selalu bersama! Padahal dia laki-laki, tapi mulutnya itu melebihi Perempuan! Berani sekali dia membicarakan kak Tasya yang enggak-enggak. Jadi ku pukul saja dia pakai tas! Ia lalu menamparku dan memanggil teman-temannya! Pengecut! Padahal kalau tadi tidak ada dosen... sudah habis dia samaku! Argh!”