Danisa seorang gadis cantik dan sederhana. Tidak tamat SMU karena kondisi perekonomian keluarganya yang sulit mengharuskannya bekerja dan merelakan cita-cita.
Demi membantu menyambung kehidupan ibu dan adik-adiknya, Danisa rela bekerja banting tulang menjadi SPG di toko sepatu di sebuah mall.
Suatu hari, pertemuannya dengan laki-laki berpenampilan compang-camping yang menurutnya seorang tuna wisma, Danisa memberikannya jatah makan siangnya.
Siapa sangka rupanya pertemuan itu mengubah alur takdir Danisa hampir keseluruhan karena ternyata pria yang dia kira miskin itu adalah pemilik perusahaan brand sepatu tempat dia bekerja.
Bagaimana kisah Danisa? Ayo kita berkelana di sini...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon De Shandivara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Biaya Perawatan Ibu
"Eugh ..." suara gulatan wanita terdengar di telinganya dan berhasil membawanya terbangun dari alam mimpi.
Pagi hari saat kedua mata itu terbuka, di pelukannya sudah ada seorang wanita yang tidak lain kekasihnya. Setelah hari lalu mereka menghabiskan waktu berdua di dalam apartemennya, menikmati sebotol anggur merah, lantas entah apa yang terjadi semalam, hanya Tuhan yang tahu.
Satu kecupan singkat dia berikan di dahi kekasihnya untuk mengakhiri aktivitas bermalas-malasan di atas ranjang itu.
"Mau kemana?" tanya wanita itu meraih tangan kekasihnya.
"I must go, aku harus kerja. Kamu ada rencana lain hari ini?"
"Ah, kenapa kamu suka sekali bekerja? Padahal sudah kaya." Arnetta, wanita itu mendengus kesal. Dia kembali menarik selimutnya, membelakangi pacarnya. Arnetta yang biasanya gesit bergerak, tapi berbeda dengan hari ini wanita itu terlihat malas-malasan.
"Bangunlah, Sayang. Bukankah hari ini ada jadwal ke tempat gym?" Dia mengelus puncak kepala pacarnya itu.
"Aku ingin berbelanja," kata wanita itu.
"Sure, apapun yang membuatmu bahagia lakukanlah. Ini card-nya," kata Herxi, ia memberikan kartu debetnya di atas nakas.
Cara dia membahagiakan pacarnya ialah dengan mengabulkan semua keinginannya. Terlebih soal kesenangan dunia, harta, dia tidak pernah perhitungan apalagi pelit karena memang sudah berlebih hartanya hingga tak tahu bagaimana cara menikmati kekayaannya. Tidak ada cara cepat untuk menghabiskannya, selain untuk memanjakan kekasihnya.
"Boleh kugunakan untuk bersenang-senang hari ini? Termasuk dengan teman-temanku?"
Herxi duduk di tepian ranjang. Dia mengangguk seraya mengusap puncak kepala kekasihnya itu. "Apapun itu yang membuatmu senang aku tidak keberatan, kalau pun mau kamu beli seluruh isi mall pun, of course. You can do it with the card," katanya.
Wanita mana yang tidak senang saat dicintai sebanyak itu. Bukan hanya dicinta, tetapi dimanja, diistimewakan, dan diratukan. Untuk itulah, Arnetta tak mau kehilangan dia walau keinginan bercinta tak pernah dia dapatkan.
Sebenarnya, Herxi tidak ada pekerjaan hari itu. Setelah sehari dia tidak menyamar menjadi Burhan, tapi rasanya ada yang kurang. Ia ingin kembali ke gerai cabang itu entah karena dorongan apa.
Demi menjadi Burhan, dia kembali berpenampilan seperti gembel menurutnya, hanya menggunakan kaus dan celana begie ala kadarnya. Akan tetapi, bagi mereka yang paham brand mesti akan terperangah saat tahu pakaian yang menempel di tubuhnya, bisa mencapai harga sehektar tanah.
Sayang, seribu sayang saat dia datang, tokonya terlihat sepi. Jumlah karyawan yang bekerja jauh lebih sedikit daripada sebelumnya.
"Kok sepi. Pada kemana?" tanya dia pada Anjas.
"Sesuai permintaan Anda, Bos, Dewi dan Sam sudah kupecat."
Laki-laki itu mengangguk. "Bagus," saut Herxi.
"Lalu?" tanya dia lagi.
"Lalu apa lagi, Bos? Tersisa para karyawan yang tidak dipecat."
"Iya, yang lain kemana?" tanya dia lagi sambil mencari ke sekeliling.
Anjas mengeryit, entah apa-apa yang coba bosnya itu tanyakan dia tak paham arah tujuan permbicaraan.
"Yang lain tidak ada, hanya mereka yang ada. Yang lain siapa, Bos?" tanya Anjas yang kebingungan siapa yang bosnya maksud.
"Danisa?" cetusnya seketika. Memang anak buahnya itu tidak peka sama sekali siapa yang dia maksud sejak tadi.
"Owalah, Danisa ta? Bilang napa dari tadi? Hari ini dia sedang izin, ibunya sakit," jawab Anjas.
"Sakit apa? Dimana sekarang dia?" tanya Herxi dengan nada cemas.
Inikah alasan dia ingin bergegas pulang dari rumah sakit karena ibunya sakit?
Di rumah sakit pusat kota.
"Apa? Bagaimana bisa, Bu?" tanya Danisa di depan meja bagian administrasi.
"Iya, itu disebabkan karena ibu Anda sudah tidak membayar premi asuransi sejak beberapa bulan terakhir sehingga pihak asuransi tidak bisa meng-cover biaya perawatan ibu Anda," jelas staf rumah sakit itu.
Danisa dibuat kebingungan, setelah hari lalu dia mendapati ibunya kejang dan suhu tubuhnya sangat tinggi karena hipertensinya kambuh sehingga harus dilarikan ke rumah sakit, tapi sekarang dia tidak bisa membayar biaya rumah sakit karena biaya perawatan dari asuransi yang selama ini diandalkan olehnya, sudah tidak mau lagi menanggung dengan alasan premi yang sudah tidak diangsur lagi.
"Bu, kita pulang ya? Danisa tak punya uang yang cukup kalau ibu lama-lama di sini. Maafkan Danisa, Ibu," ujar Danisa mengecup dahi ibunya yang masih membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit.
"Andai Danisa punya banyak uang, Bu. Danisa bawa ibu ke rumah sakit dengan perawatan terbaik demi kesembuhan ibu, maafkan Danisa ya bu. Danisa janji akan bekerja keras demi kesembuhan ibu," kata gadis cantik yang mandiri itu.
Dia mengecup tangan ibunya dan berusaha membantu ibunya bangkit dari ranjangnya dan memindahkannya ke kursi roda meski tampak sekali ibunya masih sangat lemah tak berdaya.
Namun, tidak disangka jika sedari tadi ada telinga yang mendengar ucapan Danisa dengan ibunya.
"Danisa!" panggil seseorang di depan pintu kamar rawat itu saat Danisa keluar dari dalamnya.
"Burhan? Sedang apa kamu di sini?" kejut Danisa akan sosoknya.
"Mau dibawa kemana ibumu?" tanya Burhan.
"Pulang, aku akan merawat ibu di rumah saja."
"Tapi ibumu membutuhkan obat dan perawatan intensif," kata laki-laki itu, terlihat wanita paruh baya itu bahkan tidak bisa membuka matanya dengan benar.
"Aku tak punya cukup uang untuk membiayai perawatan ibu, Han," jawab Danisa tenang dan apan adanya. Danisa tetap melangkah pergi mendorong kursi roda ibunya.
"Tunggu, Danisa. Tunggu sebentar," kata Herxi alias Burhan menghentikan langkah Danisa.
"Bawa kembali ibumu ke kamar itu, aku yang akan menanggung semua biaya pengobatan ibumu," kata laki-laki itu.
...----------------...
Ternyata kemarin gak update yaa? Maaf, lupa. Like dulu ya biar aku semangat.
lanjut LG