NovelToon NovelToon
Jingga Swastamita

Jingga Swastamita

Status: tamat
Genre:Tamat / Konflik etika / Angst / Enemy to Lovers
Popularitas:8.1k
Nilai: 5
Nama Author: CHIBEL

Namanya Jingga Swastamita, seorang gadis yang hidup selama 19 tahun di panti asuhan.

Jingga, nama yang di berikan oleh ibu kandungnya, serta Swastamita yang memiliki arti senja. Nama yang di berikan oleh Ibu panti, karena ia ditemukan saat matahari akan kembali ke peraduannya.

Tanpa ia duga, seorang pria yang mengaku sebagai ayahnya datang menemuinya setelah bertahun-tahun lamanya dan membawanya tinggal bersama.

Dia akan hidup bersama ayah dan juga ketiga saudara laki-lakinya. Saudara yang pada kenyataannya sangat membenci kehadirannya.

Penderitannya di mulai sejak hari pertama ia menginjakkan kaki di sana. Mampukah Jingga melewati semua perlakuan buruk ketiga saudaranya? Apalagi salah satu dari mereka ternyata menginginkannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CHIBEL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15 - Jio si bungsu

"Kamu kenapa bisa luka-luka gini?!"

Jingga baru saja pulang selepas mengerjakan tugas dari kafe, awalnya ia berniat masuk ke dalam kamarnya, tetapi ia mendengar suara ringisan dari kamar sang adik yang pintunya terbuka.

Keadaan adik tirinya tidak bisa di katakan baik-baik saja. Celana jeans panjang yang sudah sobek di bagian lututnya, serta siku kanannya yang juga terdapat luka lecet yang cukup parah.

Jio tersentak ketika mengenali suara orang yang baru saja masuk ke dalam kamarnya, "Siapa yang ngijinin lo masuk kamar gue!" sentaknya.

Jingga sama sekali tidak memperdulikan ucapan adik tirinya, ia justru semakin mendekati pemuda itu yang tengah kesusahan mengobati lukanya.

Tanpa peringatan, Jingga merebut obat merah yang di pegang Jio. "Sini, Kakak aja yang obatin," ucapnya. Tatapan matanya menyiratkan rasa khawatir yang begitu dalam.

"Gak usah bertingkah seolah-olah lo peduli sama gue!" ucap Jio dengan ketus.

"Kamu ganti celana aja dulu, biar aku gampang obatin lukanya," kata Jingga. Ia tidak ingin menanggapi ucapan adiknya.

"Gak perlu. Gue gak mau diobatin sama lo!"

Jingga memutar bola matanya malas, ia meletakkan obat merah tersebut di atas meja. Gadis itu menarik napas panjang sebelum akhirnya:

Happ!!

Ia menarik adiknya agar berdiri dari duduknya, Jio yang pada dasarnya tidak ada persiapan sama sekali hampir saja limbung. Apalagi luka di lututnya yang terasa nyeri.

"Apa-apaan sih lo!!" marahnya sembari menyentak tangan Jingga yang memegang tangannya.

"Kamu itu di kasih tau yang lebih tua susah banget!" marah Jingga balik. Tangannya terulur ke arah resleting celana adiknya.

"MAU APA KAMU!!"

Teriakan Jio melengking di dalam kamar, kedua tangannya menyilang di depan resleting celananya. "Aku udah nyuruh buat ganti celana kamu nolak. Ya udah aku bantuin!" jawab Jingga dengan santai.

Jangan berpkir macam-macam, Jingga melakukan itu hanya untuk menggertak adiknya agar segera berganti celana. Tidak ada maksud lain.

Pemuda itu menatap nyalang Jingga, "Udah gue bilang, gue gak butuh bantuan lo! KELUAR DARI KAMAR GUE SEKARANG!"

Apakah Jingga menyerah? Tentu saja tidak! Adik tirinya itu membutuhkan bantuan, hanya saja rasa gengsinya lebih tinggi.

Gadis itu berjalan ke arah lemari pakaian milik Jio yang berada di samping ranjang. Dia membuka lemari itu dan mengambil satu celana pendek. "Heh! Mau apa lagi lo!" ucap Jio lalu berjalan mendekati Jingga.

Jingga menutup pintu dengan kasar dan langsung berhadapan dengan sang adik yang sudah berada di belakangnya. "Ganti sekarang di kamar mandi, atau aku lepas celana kamu secara paksa di sini!" ancamnya.

Tatapan Jio menjadi horor. Jingga yang menyadari adik tirinya ingin menyemburkan sumpah serapah, dengan cepat menarik pemuda itu ke arah kamar mandi.

"Kalau mau marah nanti aja, setelah aku obatin luka kamu!" kata Jingga sembari melemparkan celana itu kepada adiknya.

Jio mendengus kasar, pada akhirnya ia tetap menuruti perintah Jingga.

"Gitu aja harus ngurat dulu," gumam Jingga dan menghembuskan napas panjang. Dia kembali berjalan ke arah sofa untuk menyiapkan keperluannya untuk mengobati Jio.

Tak lama kemudian, Jio keluar dari kamar mandi dan sudah berganti celana. Tatapan matanya masih terlihat tidak suka, tetapi kakinya tetap ia langkahkan menuju sofa yang tadi ia tempati.

"Kenapa gak telpon Kakak-kakak kamu tadi?" tanya Jingga. Melihat luka-luka ini, ia tau jika adik tirinya baru saja terjatuh dari motor.

"Gak usah banyak tanya!" sentak Jio.

Jingga menuangkan obat merah di atas kapas. "Kamu juga bisa telpon aku kalau butuh bantuan. Gak semua hal bisa kamu lakuin sendiri," ucapnya.

"Awshh... Sakit bodoh!" teriak Jio ketika Jingga sudah menempelkan kapas tersebut di atas luka pemuda itu.

Jingga tidak menghiraukan ucapan adiknya dan terus mengobati luka-luka yang ada di tubuh Jio dengan telaten.

Jio yang sedari tadi mengumpat tiba-tiba terdiam. Ia menatap dalam Jingga yang masih sibuk mengobatinya.

"Selesai."

Jingga berdiri dari duduknya dan membereskan kotak obat yang berceceran akibat ulah adik tirinya. "Kamu udah makan malam belum?" tanyanya di sela-sela kegiatannya.

"Bukan urusan lo!"

Huh!

"Kalau gitu kamu istirahat dulu, nanti kalau kamu lapar langsung kabari aku. Jangan turun tangga dulu."

"Mungkin kamu merasa kalau aku lagi cari muka atau sok peduli sama kamu. Tapi aku beneran khawatir sama kamu. Mau bagaimanapun, kita berbagi darah yang sama," pungkas Jingga di iringi senyum teduh.

Setelah mengatakan itu, Jingga keluar dari kamar Jio. Sedangkan si pemilik kamar menatap nanar pintu kamarnya. Saat ia menghubungi kedua kakaknya, tidak ada satupun yang mengangkat panggilannya.

Tapi Jingga? Tanpa di suruh gadis itu membantunya mengobati lukanya, meskipun di iringi dengan makian darinya. Hati dan pikirannya berkecamuk, apakah ini semcam karma untuknya?

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Pagi-pagi sekali Jingga sudah berkutat dengan peralatan masak. Setelah memasak ia harus menyicil membersikan rumah sebelum berangkat ke kampus.

Sarapan sudah tertata rapi di atas meja, hanya tinggal menunggu saudara-saudaranya yang lain turun. Semalam Jio juga tidak mengabarinya, jadi ia tidak tau bagaimana kondisi adiknya lebih lanjut.

Setengah jam kemudian, Jason sudah datang ke ruang makan. Jingga tidak terlalu menghiraukannya, ia menyibukkan dirinya untuk menyapu lantai.

Tak lama kemudian, Jean juga ikut bergabung dengan Kakaknya. "Jio habis jatuh dari motor kemarin, lo tau Kak?" tanyanya.

Jason menggeleng, "Dia kemarin telpon aku, tapi aku lagi sibuk rapat sama anak-anak," jawabnya.

"Sekarang demam tuh anak," kata Jean.

Jingga yang tak sengaja mendengar percakapan keduanya menghentikan pekerjaannya. Pasti luka-luka itu yang membuat Jio sampai demam, pikirnya.

Dia menaruh sapunya dan pergi ke dapur. Jio harus minum obat, jadi dia akan membuatkan bubur untuk adiknya terlebih dahulu.

Entah kenapa pagi ini, Jason dan juga Jean tidak mengusiknya. Dia bisa bernapas lega kali ini.

Saat dia sudah kembali ke ruang makan dengan membawa nampan berisi bubur, obat, dan segelas air, kedua saudaranya sudah tidak ada di sana.

Ia langsung saja naik ke lantai atas untuk menuju kamar adiknya. Syukurlah kamar itu tidak terkunci dari dalam.

"Ji?" panggilnya. Dia bisa melihat sang adik yang terbaring lemas dengan wajah pucat serta desisan kecil yang keluar dari bibirnya.

Jingga mendekat dan menaruh nampan yang ia bawa di atas nakas. Dia menempelkan telapak tangannya di atas dahi Jio. Panas.

"Ji! Bangun. Aku udah buatin bubur buat kamu. Ayo makan dulu terus minum obat," ucapnya dengan lembut.

Jio yang memang sedari tadi tidak benar-benar tertidur, membuka matanya perlahan. "Aku suapin ya?" ujar Jingga.

Jio berusaha menyandarkan tubuhnya di atas headboard, tubuhnya seperti di bakar bara api, sedangkan kepalanya serasa di hantam batu besar.

Jingga duduk di pinggir kasur dengan mangkuk bubur yang berada di tangannya. Dia menyendok bubur tesebut dan meniupnya beberapa kali. "Buka mulutnya," perintahnya.

Hingga beberapa saat, Jio masih tidak membuka mulutnya. Perutnya terasa lapar, semalam ia belum makan malam, tetapi lagi-lagi rasa gengsinya lebih besar.

"Buka, Ji!" ucap Jingga masih berusaha lembut, mengingat jika Jio sedang sakit dan pastinya membutuhkan perhatian lebih, apalagi dia adalah anak bungsu.

Jio akhirnya membuka mulutnya dan menerima suapan Jingga. Suapan demi suapan dia terima tanpa protes. Hingga pada suapan ke 7, pemuda itu menggelengkan kepalanya.

Jingga yang paham maksudnya, menaruh kembai sendok itu ke dalam mangkok. Ia berdiri dan mengambil segelas air yang ia bawa tadi.

Dia juga membantu Jio untuk minum, setelahnya ia mengambil obat agar segera di minum oleh adik tirinya.

"Sekarang kamu istirahat lagi. Aku bersih-bersih di bawah, kalau perlu sesuatu, langsung telpon aja. Kak Jason sama Jean kayaknya udah berangkat ke kampus."

Jingga membantu adiknya berbaring kembali dan membenarkan letak selimutnya, "Lo gak kuliah?" tanya Jio dengan suara lemah.

Jingga menggeleng pelan. "Aku izin hari ini. Gak mungkin aku ninggalin kamu sendiri," jawabnya.

Tanpa menunggu lama, Jingga keluar dari kamar Jio. Dia harus menghubungi Reana untuk menitipkan absen.

Lagi-lagi Jio menatap nanar kepergian Kakak tirinya. "Ibu... Jio rindu," gumamnya dengan mata berkaca-kaca. Melihat perlakuan lembut Jingga padanya, membuatnya langsung teringat pada ibunya.

Bersambung

1
HiLo
ceritanya menarik
WiLsania
jalan ceritanya kek naik rollercoaster
Fatma Kodja
malang benar nasib jingga, ayo Paman Yudha bawa jingga sejauh-jauhnya agar tidak ditemukan oleh ayahnya dan juga kakak tirinya, biarkan mereka menerima karma karena akibat kesalahan ayahnya yang memperkosa ibunya hingga menghasilkan jingga dan sekarang jingga juga korban dari perkosaan saudara tiri dan juga Mario
Fatma Kodja
jahat sekali Jason sama Jean kenapa mereka tega sama jingga padahal jingga juga korban karena terlahir dari anak yang tanpa status nikah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!