Mata kecil itu berpendar melawan rasa bosan di tengah hiruk pikuk orang dewasa, hingga matanya berbinar melihat seorang gadis cantik, terlihat anggun dengan raut keibuan. Ini dia yang di carinya.
Kaki kecilnya melangkah dengan tatapan tak lepas dari gadis bergaun bercorak bunga dengan bagian atas di balut jas berwarna senada dengan warna bunga di gaunnya.
Menarik rok gadis tersebut dan memiringkan wajah dengan mata mengerjap imut.
"Mom.. Kau.. Aku ingin kau menjadi Mommyku.."
"Anak kecil kau bicara apa.. Ayo aku bantu mencari Ibumu.."
"Tidak, Ibuku sudah tiada, dan aku ingin kau yang menjadi Mommy ku."
"Baiklah siapa namamu?."
"Namaku Daren, Daren Mikhael Wilson aku anak dari orang terkenal dan kaya di kota ini, jadi jika kau menikah dengan Daddyku kau tidak akan miskin dan akan hidup senang."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TW 16: Bagaimana Jika Kelak Aku Pergi?
Sekarang Willy tahu pentingnya seorang ibu untuk Daren, dan baru beberapa hari Isa bersamanya, satu persatu masalah Daren mulai terbuka.
Dia yang tak tahu jika Daren sering mendapat cibiran di sekolahnya kini jadi lebih tahu dan akan lebih protektif lagi menjaga Daren.
Willy berdiri di balik pagar balkon kamarnya, menatap ke depan dengan pandangan menerawang, melihat langit malam yang tak di hiasi bintang, entah kemana perginya bintang- bintang di langit,hingga tak menampakan dirinya malam ini, melihat langit tanpa bintang Willy seperti melihat dirinya sendiri, Gelap. "Apa aku sungguh harus mencari penggantimu.." Willy menatap sosok bayangan yang hanya menjadi khayalannya.
Joana, wanita itu tengah tersenyum ke arahnya seolah mengiyakan perkataan Willy "Apa aku bisa?" Willy takut tidak bisa mencintai wanita itu, meski Willy berjanji dia akan memperlakukan wanita itu dengan baik, asalkan bisa menyayangi Daren dengan tulus, tapi apakah itu cukup?.
"Kenapa kau meninggalkan kami, Honey." Jika saja Joana masih ada mungkin Daren tidak akan mengalami hal seperti ini, akan ada seorang ibu yang tanggap dengan apa yang terjadi pada Daren "Kau tahu dia benar- benar tumbuh jadi anak yang cerdas, melebihi kecerdasan anak seusianya." Willy terkekeh, dia sendiri merasa lucu, bagaimana mungkin dia tak menyadarinya dan tahu dari Isa.
Apa selama ini Willy terlalu sibuk hingga kurang memperhatikan Daren, dan tak tahu apa yang anaknya alami, dan malah mengetahuinya dari orang lain.
Apa wanita sepeka itu..?
Tidak, tidak semua wanita bisa sepeka Isa, yang bahkan tak memiliki hubungan apapun dengan Daren. Buktinya selama ini dia kesulitan mencari sosok ibu untuk Daren.
Willy menghela nafasnya, seraya mengusap wajah dengan kasar.
...
Keesokan harinya..
Baru saja Willy pergi ke kamar Daren tapi putranya itu sudah tidak ada di kamar, padahal ini hari libur, kemana Daren pergi sepagi ini.
Willy menuruni tangga dengan cepat saat mendengar suara riuh dan teriakan dari lantai bawah.
Langkah kakinya semakin cepat menuju belakang rumah saat teriakan Daren semakin terdengar. "Ada ap-?" ucapan Willy tertelan saat melihat Daren berlari di kejar oleh Isa, para pelayan juga tertawa dan menyoraki kedua manusia beda usia itu, beberapa pelayan juga ikut meramaikan dengan menjadi target Isa yang matanya di tutup kain hitam.
"Aaaaa.. Mom tidak akan bisa tangkap aku." Daren tertawa.
"Mom, akan menangkap mu!" Isa meraba sekelilingnya dan berhasil menangkap pelayan. Pelayan wanita itu mematung saat tangan Isa meraba wajahnya "Oh kau bibi, Danise." Orang yang di panggil bibi Danise akhirnya tertawa.
"Anda benar nona." Isa bertepuk tangan dan kembali mencari Daren.
Target utamanya adalah Daren, dan pelayan hanya ikut untuk menyamarkan keberadaan Daren.
Ise kembali berjalan mencari Daren dari suara yang di dengarnya.
"Mom, aku di sini.. " Daren kembali berlari.
"Aku menangkapmu.." Hampir saja Isa menangkapnya. Namun, Daren berlari ke arah Willy dan bersembunyi di belakang pria itu.
"Aku disini Mom."
Isa menggerakkan tangannya ke kanan dan ke kiri hingga dia menyentuh seseorang, Isa yang masih membungkuk menegakkan tubuhnya sambil meraba tubuh tinggi yang masih berdiri di depannya.
Kening Isa mengeryit saat meraba bagian sisi tubuh tersebut, tangannya terasa besar dan keras membuatnya semakin bingung siapa yang berdiri di depannya. Tangan Isa terus meraba hingga ke bahu dan berhenti di rahang yang terasa kasar dengan permukaan penuh bulu, seingatnya yang ikut permainan hanya pelayan wanita dan kenapa perawakan di depannya seperti seorang pria.
Jantung Isa berdebar kencang saat dia mencium aroma parfum menguar dari tubuh pria yang kini belum bersuara di depannya.
...
Willy tertegun saat merasakan sentuhan tangan Isa di tubuhnya, terasa lembut dan rapuh. Tangan kecil itu meraba rahang hingga ke pipinya membuatnya semakin menegang, jari Isa menelusuri wajahnya hidung, bibir, bahkan mata, membuat Willy memejamkan matanya merasakan kelembutan itu menelusuri wajahnya, hingga gerakan itu terhenti Willy segera membuka matanya kembali.
Isa membelalakan matanya saat kain penutup matanya terbuka, "Kau!!"
Willy dengan cepat merubah ekspresinya saat mata Isa terbuka "Kenapa berdiri di sini!" katanya kesal.
Willy mengangkat alisnya "Mau dimana pun aku berdiri, kenapa harus meminta izin darimu, ini adalah rumahku."
Isa meremas tangannya di udara, "Aku sedang mencari Daren dan kau menghalangiku, ck.." Isa berdecak.
"Kau kalah Mom," Daren melongokkan wajahnya dari balik punggung Willy, senyumnya mengembang terlihat menggemaskan sekaligus tampan.
"Kamu tahu kamu curang, tidak ada yang kalah, perjanjian batal." Senyum Daren menghilang saat Isa menampakkan wajah masam.
Isa berbalik dengan kesal. "Mom, sorry.." Daren berjalan ke arah Isa dan menghadangnya agar tidak pergi, kedua tangannya di rentangkan menghalangi langkah Isa, mata Daren berkaca- kaca ada ketakutan disana hingga membuat Isa tertegun. "Jangan marah Mom, jangan pergi.." Isa memejamkan matanya lalu berjongkok dan mengusap air mata Daren yang mulai mengalir.
"Siapa bilang mom akan pergi?."
"Tapi kau marah, bukankah jika orang marah dia akan pergi.." hati Isa berdenyut sakit, bagaimana jika dia sungguh pergi saat Willy sudah menemukan ibu sesungguhnya untuk Daren.
Apakah saat itu Daren akan menangis.
Isa rasa tidak, karena saat itu Daren sudah benar- benar akan menerima ibu yang sesungguhnya dan menyukainya.
Jadi sudah jelas Daren akan melupakannya, hati Isa semakin sakit mengingat Daren akan melupakannya kelak, tapi bukankah ini tujuannya, dan setelah Willy berhasil menemukan ibu sesungguhnya dia akan pergi.
Isa tersenyum, menyingkirkan rasa sakit di hatinya "Mom tidak akan pergi, dan siapa bilang Mom marah?."
"Tapi wajahmu terlihat marah." Isa menoleh dan melihat kepada Willy yang masih berdiri di belakangnya, tatapan pria itu nampak biasa saja, seolah tidak ada yang terjadi, bibirnya bahkan mengatup rapat tak menunjukan tanda- tanda dia akan bicara.
Isa tidak semarah itu hingga dia akan pergi meninggalkan Daren, tidak untuk sekarang sebelum Daren memiliki Ibu yang sesungguhnya, karena begitulah perjanjiannya. Isa hanya kesal, kesal pada dirinya sendiri, kenapa bisa dia berdebar- debar saat berada sedekat itu dengan Willy, saat tangannya meraba permukaan wajah Willy terasa kasar tapi hangat, hingga ada denyar tak nyaman di hatinya.
Tapi Isa tak menyangka wajah kesalnya malah membuat Daren menangis takut, takut ditinggalkan olehnya.
Sampai seperti itu ketakutan Daren.
Lain Isa, lain juga dengan Willy.. Pria itu meski menampakkan wajah datar tapi dalam hatinya merasa bersalah, mengingat kelak Isa akan sungguh- sungguh pergi meninggalkan Daren.
Apa yang harus dia lakukan, haruskah ia mengikat Isa agar tidak pergi meninggalkan Daren, karena sungguh sulit mencari ibu untuk Daren.
kau dtg kerana urusan bisnes bukan utk urusan hati.. teguh pendirian.. ingat perjanjian