"Papa sudah menjodohkanmu dengan Arion, putra dari sahabat Papa!"
Jedar, bak tersambar petir disiang bolong saat mendengar ucapan dari sang Papa. Seketika tubuh Zeva langsung menegang dengan mulut terbuka.
"tidak, ini tidak boleh terjadi!"
Niat hati ingin meminta restu untuk hubungannya dengan sang kekasih, malah berakhir dengan perjodohan yang dilakukan oleh kedua orangtuanya.
Bak buah simalakama, itulah ungkapan yang tepat untuk apa yang Zeva rasakan saat ini. Dia tidak bisa berpisah dengan laki-laki yang sangat dia cintai, tapi tidak juga bisa melawan kehendak kedua orangtuanya.
Apakah yang akan terjadi pada Zeva selanjutnya?
Bisakah dia membina rumah tangga sesuai dengan keinginan kedua orangtuanya?
Yuk, ikuti kisah mereka yang penuh dengan kegaduhan dan kejutan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Andila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 17. Rasa Malu yang Tidak Tertandingi.
Haris dan Dokter laki-laki yang ada di sampingnya terpaku di ambang pintu, mereka sangat terkejut dengan apa yang sedang Arion dan istrinya lakukan saat ini.
Zeva yang mendengar suara pintu terbuka langsung mendorong tubuh Arion dengan kuat, membuat pantat laki-laki itu mendarat sempurna di atas lantai.
"Apa, apa yang kau lakukan?" Zeva memegangi bibirnya yang tadi dicium oleh Arion, wajahnya sudah sangat merah karna menahan malu saat ini.
Arion segera bangun dan berdiri di hadapan wanita itu. "Apa kau sudah tidak apa-apa? Apa sudah tidak batuk?"
Zeva menganggukkan kepalanya dengan kepala tertunduk. "Aku, aku tidak apa-apa!"
"Hah!" Arion baru bisa bernapas lega saat ini, dadanya terasa sesak karna sangat khawatir dengan apa yang terjadi beberapa saat yang lalu.
Haris dan Dokter yang ada di sampingnya saling pandang, sepertinya keberadaan mereka tidak terlihat dimata sepasang suami istri itu.
"Sepertinya aku sudah tidak diperlukan lagi, ya?"
Arion dan Zeva langsung mengalihkan pandangan mereka ke arah pintu. "Kau sudah datang? Cepat periksa dia!" Arion menunjuk tepat ke arah sang istri.
"Untuk apa? Bukannya obatmu lebih mujarab dari pada obatku?" Dokter itu menaik turunkan alisnya untuk menggoda temannya itu.
"Jangan bercanda, Noah!" Arion menggeram marah membuat laki-laki bernama Noah itu tertawa lebar.
"Oke-oke, aku akan memeriksanya! Mari Nona, saya akan memeriksa tubuh anda luar dan dalam!"
Dasar Noah, kata-katanya itu terdengar sangat ambigu membuat Arion langsung menginjak kakinya hingga dia menjerit tanpa suara.
"Ti-tidak perlu memeriksaku, aku baik-baik saja!" Zeva harus menolak pemeriksaan itu karna memang dia baik-baik saja.
"kenapa? Kau tidak perlu takut, ada aku di sini!"
"Hah?" Zeva tercengang mendengar ucapan Arion, tetapi bukan itu masalahnya sekarang. "Tidak, aku benar-benar baik-baik sa-"
KREKUT!
Akhirnya suara keramat dari perut Zeva menggema di ruangan itu membuat semua orang terdiam sambil menatapnya, sungguh dia ingin mati saja saat ini juga.
Untuk beberapa saat suasana menjadi hening, tidak ada satu pun di antara mereka yang bersuara seolah-olah sedang meresapi suara keramat yang baru saja terdengar.
"Kau, kau benar-benar suami yang tidak berperikemanusiaan! Bagaimana mungkin kau bisa membiarkan istrimu kelaparan seperti itu?"
Noah menunjuk-nunjuk tepat di depan wajah Arion yang masih diam sambil menatap Zeva, sepertinya laki-laki itu masih terhipnotis dengan suara keramat yang baru saja terdengar.
Zeva sendiri masih menundukkan wajahnya dan tidak berani melihat ke arah mereka, seumur hidupnya baru kali ini dia merasa benar-benar malu sampai ke dalam-dalam.
"Arion, apa kau mendengarku? Hey-"
Arion langsung saja mendorong tubuh Noah untuk keluar dari ruangan itu. "Keluar kalian berdua dari sini!"
"Apa? Hey, kasi makan dulu itu istrimu!"
Arion terus mendorong tubuh mereka sampai keluar dari ruangannya, dengan cepat dia menutup pintu itu agar mereka tidak bisa kembali masuk.
Brak!
"Dasar!"
Setelah mengunci pintu ruangannya, Arion kembali berjalan ke arah meja kerjanya dan mengambil sesuatu dari dalam lemari. Dia lalu membawanya dan meletakkan kotak itu di atas meja.
"Makanlah, kasihan cacing-cacingmu itu!"
Blush. Wajah Zeva semakin memerah dengan apa yang Arion katakan, awas saja laki-laki itu. Suatu saat dia pasti akan membalasnya.
Dengan perlahan Zeva melihat apa yang baru saja Arion letakkan di atas meja, keningnya berkerut saat melihat menu makanan yang ada di hadapannya.
"Bukannya ini makanan yang tadi? Apa dia tidak memakannya?" Zeva tercengang melihat makanan yang tadi terhidang untuk Arion, dia lalu melirik ke arah laki-laki itu yang sedang melihat ke arah ponsel.
"makanannya masih enak walaupun sudah dingin, kau tidak akan mati jika memakannya!"
"Cih!" Zeva membuang muka sebal, dia lalu mulai menikmati makanan itu dengan lahap tanpa melihat ke arah Arion yang saat ini sedang tersenyum.
Beberapa jam kemudian, Arion dan Zeva memutuskan untuk pulang karna memang jam sudah menunjukkan pukul 7 malam.
Suasana kantor masih ramai membuat beberapa pasang mata memperhatikan mereka yang sedang berjalan beriringan, tetapi Zeva tidak peduli karna hari ini dia sudah merasa sangat lelah sekali.
Sesampainya di apartemen, Zeva langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang, dan tidak perlu waktu lama untuknya memasuki alam mimpi.
Arion yang baru masuk ke dalam kamar hanya menggelengkan kepalanya saja melihat Zeva, dia lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.
Setelah selesai, dia memutuskan untuk membuka kemeja yang masih dipakai oleh wanita itu. Tidak lupa membetulkan posisi tidur Zeva yang entah kenapa selalu saja berantakan.
Cup!
Kecupan singkat mendarat di kening Zeva membuat wanita itu menggeliatkan tubuhnya, samar-sanar dia melihat Arion yang sedang menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.
"Selamat malam, istriku!" Arion segera mematikan lampu dan merebahkan diri di samping wanita itu, dia ingin tidur sambil memeluk tubuh Zeva.
Pada saat yang sama, seorang lelaki tampak sedang sangat kacau di apartemennya. Botol-botol minuman beralkohol berserakan di mana-mana, dengan puntung rokok yang juga bertebaran di mana-mana.
"Aku merindukanmu, Zeva! Aku sangat merindukanmu!"
Lelaki itu lalu mengambil ponselnya dan menelpon Zeva, tetapi wanita itu tidak mengangkatnya walaupun sudah beberapa kali ditelpon.
"Si*al! Kau tidak bisa membuangku seperti ini, Zeva! Kau harus kembali padaku, aku sangat mencintaimu!"
Seluruh dinding yang ada di apartemen itu penuh dengan foto kebersamaannya dan Zeva, bahkan kamarnya saja dipenuhi dengan foto wanita itu.
"Aku mencintaimu, Zeva! Kau adalah milikku, sampai mati akan selalu menjadi milikku!"
Laki-laki itu mengecupi foto Zeva yang ada dalam genggaman tangannya, dia harus mendapatkan wanita itu kembali apapun caranya.
•
•
•
Tbc.
Sayang belum banyak peminat (diliht dr jumlah likers nya lo yaaa..)
Walau tokoh perempuannya di awal bikin Mak gereget, jengkel, dan kesel dg tingkahnya
Terimakasih atas karyamu yg menghibur ya Thor
Semoga makin bamyak yg minat utk baca karya2mu thor
Dan sukses selalu ya
Disatu sisi kasian, di sisi lain kamu bebal Ze..