Demi masa depan, Tania Terpaksa menjadi wanita simpanan dari seorang pria yang sudah beristri. Pernikahan Reyhan yang di dasari atas perjodohan, membuat Reyhan mencari kesenangan diluar. Namun, dia malah menjatuhkan hatinya pada gadis yang menjadi simpanannya. Lantas, bagaimana hubungannya dengan Kinan, dan rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nova Diana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjemput Tania Ke kampus.
POV REYHAN.
Ada apa denganku akhir-akhir ini, kenapa aku selalu kepikiran Tania. Apalagi hari ini, bahkan aku sampai tidak fokus bekerja, selalu wajah cemberut dan tawa riang Tania yang muncul di kepalaku.
"Aaaggrrhh. Sial!" Aku mengumpat kesal. Kuremas rambutku, frustrasi.
Sebelum jam makan siang kuputuskan keluar kantor, pergi ke apartemen Tania. Pikiranku selalu tertuju padanya, aku rindu Tania.
Sebelumnya, Reyhan sudah menugaskan Sekretarisnya, Kim untuk menggantikannya meting dan menghandel kantor saat Reyhan keluar.
"Tania, Tania, Tania. Sial, apa gadis itu mengguna-gunaku. Aaggghhh, Tania." berulang kali kupukul setir mobil yang tak salah itu.
Tak butuh waktu lama, aku sudah berada di gedung apartemennya, segera aku menaiki lift. Kubuka pintu kamar Tania.
"Sial, kenapa aku lupa kalau dia sedang kuliah."
Kuambil ponsel di saku celana, kuhubungi nomor yang tertulis 'Taniaku' dengan love biru.
Sudah tiga kali kuhubungi nomornya, namun, tak ada jawaban.
"Apa dia sedang dalam kelas? Tapi kenapa tak menjawab telfonku."
POV AUTHOR
Didalam kelas, Tania sedang fokus mendengarkan dosen yang sedang menjelaskan materi di depan. Mencatatan setiap materi yang menurut Tania penting, hingga tak sadar ponselnya berdering. Sepuluh panggilan tak terjawab, dan puluhan pesan teks yang masuk dalam ponselnya.
Jam mata kuliah pagi sudah selesai, Tania sibuk mempelajari materi yang dipikirannya masih ganjil, dan perlu di pelajari ulang dan lupa dengan ponselnya.
"Udah, Tan. Stres lu nanti." Bryan datang mendekati Tania.
Gadis itu hanya membalas senyum sekenannya. Bryan tak menyerah, cowok itu terus mengajaknya bicara dan hanya di jawan seadanya oleh Tania.
"Tan, kitakan satu kelompok. Gua boleh minta nomor, lu nggak?"
"Nggak perlu, ya, Bray kayaknya. Ntar kalo lu butuh apa-apa lu hubungi siska aja. Ntar dia pasti nyampe ke gua kok." Di akhiri dengan senyum.
"Oke, gua duluan, ya." Tania mengambil tasnya, dan langsung keluar dari kelas.
Bryan terlihat sangat kecewa, tapi dengan sikap Tania yang sperti itu, Bryan semakin dibuat penasaran olehnya dan semakin kagum akan diri Tania.
Tania berjalan dengan terus memandang buku di tangannya, berjalan kearah parkiran kampus.
"Nia!" Panggil seseorang yang sangat Tania kenal suaranya.
Tania mengedarkan pandangan, mencari asal suara tersebut. Tertangkap, sosok laki-laki tinggi dan tampan. Dan apa itu, dia mengunkan pakaian anak muda. Tania tak hentinya mengulas senyum.
Gadis itu mempercepat langkahnya menemui laki-laki yang ada di depan mobilnya.
"Mas! Ganteng banget. Eh bukan itu masalahnya, Mas Reyhan ngapain kesini. Pake baju keyak gini segala. Mau cari dede gemes lain?" Tania yang awalnya senyum, senang langsung berubah menjadi cemberut.
Bagaimana tidak, di usia Reyhan yang sudah kepala tiga, Reyhan terlihat seperti pemuda duapuluh tahunan dengan setelan kaus dan celana jin pensil dengan rambut disisir asal. Tampan sekali.
"Hey," merangkul pundak Tania, "kenapa kau tidak menjawab panggilanku. Sayang." Memberi tekanan di kata sayang, sekaligus meremas kuat bahu Tania.
"Aw, apa? Panggilan?" Tania bergegas mengambil ponselnya di tas.
Seketika mata Tania membulat, lalu tersenyum getir. Takut.
"Mas. Ma-maaf, Tania nggak tau." Melingkarkan tangannya di pinggang Reyhan. Masa bodo pandangan aneh dari teman-temannya. Yang penting Reyhan nggak marah.
"Masuk!" Melepaskan tangan Tenia, menyuruh gadis itu untuk masuk ke mobil.
Sepertinya Reyhan benar-benar marah kali ini. Terlihat dari wajahnya yang datar, ahh... bukankah wajahnya memang datar. Tapi tetap saja kali ini sikapnya lebih menakutkan.
"Mas ..." jurus andalan Tania, wajah di buat semelas mungkin.
Reyhan sudah hafal dengan wajah itu, jadi Reyhan memilih untuk tidak melihatnya, karena pasti dia tak akan kuat melihat wajah imut itu.
"Mas Reyhan!" menyentak tangan Reyhan yang sedang fokus menyetir.
Reyhan tetap bergeming, melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tania di buat binggung dengan sikap yang tak biasa dari Reyhan.
Tania menyerah, memilih membiarkan sikap yang bukan hanya dingin melainkan beku dari Reyhan.
Setelah beberapa menit perjalanan, mereka sampai di apartemen milik Reyhan. Reyhan sudah berjalan terlebih dulu, sedang Tania masih mematung di depan mobil.
"Apa kau mau aku seret!" Bentak Reyhan. Tania lari mendekat.
Tania takut, ia sudah berpikiran macam-macam melihat tingkah Reyhan yang sangat diluar dugaannya.
Apa ini hari terakhirku didunia? Tapi aku salah apa? Masa gara-gara nggak angkat telfon aku mau dihabisi. Lagian kan tadi aku lagi kuliah. Batin Tania.
Reyhan duduk di sofa, tunduk, menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Mengusap kasar.
Tania gemetaran berdiri di hadapan Reyhan. Menimbang-nimbang harus melakukan apa, takut jika Reyhan semakin marah.
"Duduk!" Lagi, Reyhan membentak Tania.
Wajah gadis itu sudah berubah pucat pasi, perlahan duduk agak jauh dari Reyhan. Takut kalau-kalau Reyhan melakukan hal gila. Tania duduk dengan perasaan gusar dan was-was.
Kini Reyhan menghadap Tania, wajah yang tadinya menyeramkan berubah menjadi sendu. Tania semakin binggung.
"Ma-mas. Apa, Mas sedang ada masalah. Ceritalah, pasti aku akan dengar."
Pesetan dengan kata-kataku kemarin yang akan mengabaikan, Mas Reyhan jika ingin curhat. Lebih baik aku mendengarkannya, itu lebih baik dari pada begini. Batin Tania.
Reyhan menatap lekat wajah Tania, gadis itu makin salah tingkah. Reyhan mendekatkan duduknya pada Tania, Tania beringsut mundur hingga tubuhnya lekat dengan dinding. Terkunci, Tania tak bisa kemana-mana dan Reyhan semakin mendekat.
Tania memejamkan matanya, "Eh, Mas...!" Reyhan mengecup lembut kening Tania. Membelai wajah gadis itu.
"Kamulah masalahku, Nia." lirih Reyhan berkata.
"A-aku?" menunjuk dirinya sendiri, "aku salah apa, Mas?"
Reyhan menarik diri, kemudian menggeleng.
"Mas kenapa, sih?" Tania sungguh binggung dengan sikap Reyhan.
"Kamu nggak ada jam kuliah lagi?" Reyhan mengalihkan pertanyaan Tania.
"Ada, Mas. Masih ada dua mata kuliah lagi."
"Em ... temani, Mas aja. Mas sedang ingin bersmamu."
"Mas. Masa Tania bolos lagi, sih. Nanti kalau Tania ngga dapet nilai gimana?" Kali ini Tania membantah perkataan Reyhan karena dia sudah banyak sekali membolos.
"kalau nggak dapet nilai, terus nanti Tania di DO, terus Tania nggak bisa kerja. Gimana?" Panjang lebar Tania meluapkan kekesalannya.
"Emang kamu kerja untuk apa?" Reyhan bertanya dengan santai.
"Ya biar bisa nyari duit dong, Mas."
"Terus kamu mau kerja apa?"
"Ya kerja sesuai jurusan aku, dong."
"Kuli bangunan?" Tersenyum mengejek.
"Iihh, Mas ih. Kok kuli. Arsitek lah." Sambil mengibaskan rambutnya.
"Yaudah, kerja sama, Mas aja."
Tania menyerngitkan dahinya, "apasih! Kan memang, Tania kerja sama, Mas."
"Terus, kenapa bilang mau kerja."
"Iiih, Mas nggak ngerti. Ini ya, gini lo, kalau kontrak kita selesai, otomatiskan uang dari Mas Reyhan juga selesai. Jadi Tania harus kerja buat melanjutkan hidup Tania, Ibu sama bapak juga adik-aduk Tania di masa depan. Gitu, loh."
Reyhan memandang Tania, "Mas, akan sama kami selamanya."
Fiks, kali ini Reyhan benar-benar aneh menurut Tania. Selamanya. Apa dia sedang mabuk.
"Mas, mabuk?"
"Enggak. Kan kamu bilang, Mas nggak boleh mabuk lagi."
Iya, sih. Eh benarkah Mas-Mas ini mendengarkanku? Masa sih. Batin Tania.
"Bohong!"
"Serius."
"Masa."
"Hemm." Oke, kalau udah gini berarti beneran.
"Ohya, tapi kenapa, Mas pake baju begini jemput aku. Dan inikan belum jam makan siang, Mas Reyhan," Tania memberondong pertanyaan pada Reyhan.
"Biar nggak disangka, Om-Om sama temenmu."
Tania tergelak mendengar jawaban Reyhan. Apa kaca dirumahnya sudah pada pecah, sampe nggak tau diri gitu. Pikir Tania.
"Terus kenapa, Mas bolos dari kantor."
"Nggak pa-pa. Bosen aja," ucap Reyhan, sudah pasti dia berbohong.
Cih, kalau bosen kenapa harus ajak-ajak sih. Kan aku masih ada mata kuliah.
"Tania," panggil lembut Reyhan.
"Hemm, iya, Mas."
"Mas pengen kita dinner yang romantis." ucap Reyhan sambil membelai Rambut Tania.
"Mau, Mas, mau. Kapan?"
"Gimana kalau nanti malam."
"Oke, Sayang."
"Gimana kalau kita ke butik dulu, cari baju yang pas untuk dinner kita nanti malam." Tania mengajak Reyhan.
"Ayok!"
Tania bersiap pergi mencari gaun untuk rencana makan malam romantis nanti malam.
Bersambung.