Dendam, cinta, dan kebohongan. Sebuah permainan yang berbahaya dan tak terduga. Amanda, seorang wanita yang memiliki tujuan yang jelas, mendekati suami Selena, Reagan, seorang pria tampan dan sukses.
Namun, Amanda tidak tahu bahwa Reagan memiliki rahasia yang tersembunyi di balik pernikahannya dengan Selena. Amanda terus beraksi tanpa menyadari bahwa dirinya sudah terlibat dalam permainan dan konflik yang besar.
Apa yang sebenarnya tersembunyi di balik pernikahan Reagan dan Selena yang terlihat sempurna itu? Dan apa yang akan terjadi ketika dendam dan cinta berbenturan?
Pleas yang baca dan gak suka skip aja🙏
Jangan tinggalkan jejak buruknya🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MCS 6. Terus Bekerja.
Amanda pasrah saat Maya dengan cepat membawanya menghilang dari ruangan bos mereka.
"Minum ini!" Maya menyerahkan segelas air ke hadapan Amanda yang bagi Maya pasti masih merasakan panik karena takut dipecat.
Amanda menerimanya dan langsung menegak sampai habis. Membuat Maya semakin prihatin dengan Amanda. Temannya pasti takut dan panik saat ini.
"Kamu jangan khawatir. Tuan Slade tidak akan memecatmu tanpa alasan yang jelas." Amanda meletakkan gelas kosong di atas meja yang ada di belakang tubuhnya. Wanita itu mengusap wajah, mencoba mengembalikan sepenuhnya kesadaran dirinya. "Tapi jangan ulangi lagi. Jangan tatap Tuan Reagan seperti tadi. Semua karyawan di sini tidak ada yang berani melakukannya, bahkan saat mobilnya melintas saja semuanya menunduk. Terutama karyawan wanita."
Mendengar perkataan Maya, Amanda mengangguk lemah. Pikirannya saat ini tengah riuh. Tidak hanya karena kejadian tadi, tapi juga karena ternyata perusahaan ini adalah milik suami Selena. Jangan sampai ia bertemu lagi dengan wanita berbisa itu. Amanda takut tidak bisa mengendalikan diri saat melihat Selena dan berakhir bergelut dengannya. Apa ia terhenti saja, tapi pasti akan sulit mencari pekerjaan lagi.
"Karena jika sampai itu terlihat oleh Nyonya Selena..." Amanda langsung mengangkat wajah menatap Maya ketika mendengar nama Selena. "Tamatlah riwayatmu. Detik itu juga kau bisa dipecat, Amanda."
Maya langsung teringat beberapa nasib temannya yang kehilangan pekerjaan karena Selena yang memecat mereka dari perusahaan suaminya itu.
"Selena sering ke sini? Maksudku, Nyonya Selena sering datang ke sini?"
Maya mengangguk. "Dia adalah jelmaan kunti. Bisa muncul secara tiba-tiba." Maya mengucapkannya dengan mendekat dan berbisik pelan pada Amanda. Maya masih menyayangi pekerjaannya. Jangan sampai ada yang mendengar saat ia mengatakan jika istri pemilik perusahaan mirip dengan makhluk astral itu.
"Sedang apa kalian?"
Suara bibi Luna membuat Maya segera menjauh dari Amanda.
"Kalian sudah membuatkan kopi Tuan Slade?"
"Sudah Bilun. Amanda yang membuatnya. Dan Tuan Slade menyukainya. Rasanya pas," ucap Maya tersenyum lebar membuat bibi Luna mengangguk puas.
Sedangkan Amanda, ia seperti orang bodoh. Wanita itu mengerjap bingung dan menatap pada Maya yang mengedipkan mata. Amanda tidak mengerti kenapa Maya berkata seperti itu. Bukankah mereka tadi hampir saja terkena masalah karena Amanda yang kedapatan memperhatikan bos mereka.
"Bagus kalau begitu. Aku jadi tidak perlu bolak balik ke atas untuk memastikan semuanya. "Bibi Luna duduk di sebuah kursi. Ia meraih gelas, mengisinya dengan air dan segera meminumnya.
Amanda yang berdiri di sisi Maya bisa melihat jika bibi Luna terlihat lelah. Padahal ini masih pagi. Seberapa banyak pekerjaan yang sudah wanita itu lakukan, mengingat usianya yang tidak lah muda lagi, bibi Luna pasti mudah kelelahan.
"Kau cukup turuti saja apa maunya Tuan Slade. Jika ia minta ruangannya kembali dibersihkan, maka bersihkan saja. Begitu juga dengan kopi, jika ia minta buat ulang, buatkan lagi."
Amanda mengangguk ragu. Setengah hatinya bahkan tadi sempat berniat ingin berhenti saja dari perusahaan ini. Ia sungguh malas jika harus kembali berurusan dengan Selena. Tapi saat mengingat kembali jika mencari pekerjaan sangat lah sulit, Amanda mau tak mau harus bertahan. Sebisa mungkin ia akan bekerja dengan baik.
"Sekarang kembalilah lakukan tugas kalian. Karyawan pasti sudah menunggu. Aku masih ingin mengistirahatkan kaki ku di sini sebentar lagi."
"Amanda ke lantai berapa, Bilun?" Maya yang bertanya.
"Terserah mu saja. Bagian oprasional sudah aku atasi. Mereka sedang rapat bersama Tuan Lucas."
Maya mengangguk. Ia menarik tangan Amanda untuk membawa wanita itu mendekat pada sebuah papan pengumuman yang ada di ruangan office. Maya menerangkan semua pekerjaan yang akan mereka lakukan selain membersihkan area kantor. Amanda menatap pada tulisan nama-nama yang tertera di sana beserta minuman dan makanan kesukaan mereka.
"Kamu foto saja pake ponselmu bagian yang ini." Maya menunjuk pada deretan kecil barisan beberapa nama karyawan. "Mereka wanita-wanita yang cerewet di bagian pemasaran. Tapi, hari ini aku yang akan ke lantai ini. Kamu pergi ke lantai delapan saja. Di sana lebih mudah."
Ini adalah hari pertama Amanda bekerja. Maya tidak ingin wanita itu kesulitan karena perkara-perkara kecil seperti salah memesan makanan dan minuman. Maya berbagi tugas dengan Amanda. Ia akan menuju lantai para karyawan pemasaran yang terkenal cerewet serta judes. Sedangkan Amanda pergi ke lantai delapan. Karyawan di sana lebih bersahabat.
Amanda segera melakukan tugasnya. Saat tiba di lantai delapan. Ia sedikit terperangah, ternyata benar apa yang dikatakan Maya, para karyawan langsung menyambutnya dengan baik. Bahkan tidak sedikit yang mengajaknya berkenalan. Amanda jadi merasa nyaman dan betah jika bekerja seperti ini.
Pekerjaan Amanda kali ini jauh berbeda dengan sebelumnya. Ia lebih sering dibuat menghadapi setumpukan berkas dan surat-surat. Membantu karyawan lain saat menata maupun memisahkan kertas-kertas yang Amanda tidak tahu apa isinya. Ia hanya terus bekerja sesuai arahan para karyawan yang meminta bantuan padanya.
"Amanda! Bisakah kau membantu ku membuat salinan berkas ini sebanyak 50 salinan. Kau bisa pergi ke lantai 15, di sana ada mesin fotocopy. Di sini mesin fotocopynya rusak."
"Baiklah. Aku akan melakukannya." Amanda meraih berkas tersebut dan langsung pergi menuju lift untuk menuju lantai 15.
"Apa dia bisa menggunakan mesin fotocopy?" tanya karyawan lain.
"Ahh aku lupa menanyakannya. Semoga saja ada karyawan baik yang mau mengajarinya."
"Jangan harap ada karyawan pemasaran yang akan berbaik hati mengajarinya."
Karyawan yang tadi meminta tolong pada Amanda pun jadi terdiam ketika mendengar ucapan rekannya. Ia lupa jika lantai 15 di isi oleh sekumpulan orang-orang yang sombong. Ia jadi kepikiran bagaimana nasib office girl baru itu.