Ranum Nayra harus hidup menderita dengan sang ibu serta adiknya yang masih balita, setelah ayahnya memilih menikah lagi dengan wanita kaya raya yang baru dikenalnya.
Apakah Ranum akan tabah menerima setiap takdir yang sudah tertulis untuknya?
atau malah sebaliknya menyerah di tengah jalan?
Cus, di baca bastie supaya nggak penasaran😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayuza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Positif
"Lu kenapa sih, dari tadi gue perhatiin lu kayaknya lagi nahan sesuatu?" Vira yang sedang duduk berduaan dengan Ranum di taman kecil sekolahnya ketika jam istirahat tiba. Menjadi penasaran karena dari tadi Ranum meringis dan juga wajahnya terlihat begitu pucat, sehingga membuat Vira yang penasaran bertanya begitu kepada Ranum.
"Kepalaku terasa sangat pusing, dan juga rasanya aku mau muntah terus sejak dari rumah tadi." Ranum memijat pelipisnya berharap rasa pusingnya akan segera menghilang mengingat mata pelajarannya masih tinggal dua lagi.
"Apa lu sudah minum obat?"
"Iya, tadi pagi Bi Inem sempat memberikan aku obat, tapi entah mengapa obat itu sama sekali tidak bereaksi apa-apa, malah sekarang kepalaku terasa sangat pusing dan rasa mualku menjadi bertambah." Ranum menjawab pertanyaan Vira dengan jujur. Karena memang benar obat sakit kepala dan obat masuk angin yang diberikan Inem sama sekali tidak mempan dalam mengatasi rasa mual dan pusingnya.
"Kita periksa saja ke klinik nanti sepulang sekolah gimana, apa lu setuju?" Vira yang tidak tega melihat Ranum sakit seperti sekarang ini, makanya ia mengajak Ranum ke klinik supaya tahu apa penyakit yang dialami oleh teman baiknya itu. "Tapi lu bisa tahan, 'kan sampai kita pulang sekolah nanti?"
"InsyaAllah, aku bi–" Kalimat Ranum terputus di saat ia tiba-tiba saja muntah, dan terlihat ia hanya memuntahkan cairan bening saja. Sehingga membuat Vira langsung terlihat panik. "Perutku rasanya seperti sedang di aduk-aduk," kata Ranum dengan suara yang terdengar lirih.
"Sekarang saja kita pergi ke klinik berhubung jam istirahat kita masih lama, tapi sebelum itu lu tunggu gue di sini sebentar, karena gue mau ambil tas kita dulu di dalam kelas sekalian gue mau minta izin juga sama wali kelas kita." Vira terlihat begitu khawatir dengan keadaan Ranum yang terlihat semakin lemas setelah tadi gadis itu muntah.
"Jangan lama-lama, aku merasa kepalaku semakin pusing dan tatapan mataku menjadi sedikit berkunang-kunang."
"Oke! Lu tunggu gue disini jangan kemana-mana.
***
Tangan Ranum gemetaran saat gadis itu memegang test pack yang bergaris dua. "Ya Allah apa ini?" Ranum hampir saja jatuh ketika ia menyadari kalau dirinya saat ini sedang hamil. "Apa yang harus aku lakukan?" Tungkai kaki Ranum terasa sangat lemas sehingga untuk melangkahkan kaki keluar dari toilet itu terasa sangatlah berat.
Sedangkan Vira yang sedang menunggu Ranum di depan toilet dari tadi terus saja mondar-mandir sambil terus berdoa kalau hasilnya akan negatif. "Semoga saja Ranum tidak hamil seperti dugaan dokter tadi." Vira takut jika itu sampai terjadi maka harapan Ranum untuk mengejar cita-citanya yang akan menjadi dokter gigi tidak akan pernah terwujud. "Ranum pokoknya tidak boleh hamil." Saat Vira masih terus saja mondar-mandir tiba-tiba pintu toilet itu terbuka, dan terlihatlah raut wajah Ranum yang semakin pucat pasi yang sedang berdiri sambil menyerahkan test pack itu kepada Vira.
"A-aku, positif ha-hamil," gumam Ranum lirih dengan suara terbata-bata. Ketika memberitahu tentang kehamilannya kepada Vira.
Vira langsung membuka mulutnya lebar-lebar ketika mendengar itu, ia menggeleng dengan kuat. "Lu nggak boleh hamil, pokoknya lu harus menggugurkan kandungan lu ini sebelum semuanya terlambat," kata Vira yang menyuruh Ranum menggugurkan janin yang mungkin baru saja menjadi embrio itu. "Sekarang juga, kita mencari tempat dimana orang yang bersedia menggugurkan janin lu ini. Lu tidak usah memikirkan biayanya karena gue yang akan menanggung semua itu." Vira lalu memegang pergelangan tangan Ranum. "Lebih cepat lebih baik, sebelum orang terdekat lu tahu tentang masalah ini."
"Vir, aku takut, takut akan berdosa karena telah mau melenyapkan janin ini." Ranum menunjuk perutnya yang masih datar. "Ini semua salahku, bukan salah anak ini." Ranum mulai meneteskan air matanya karena ia merasa menyesal telah melakukan itu semua.
"Jadi, lu mau mempertahankan anak ini?"
Ranum menggeleng. "Bukan mau mempertahankan, aku cuma butuh waktu untuk melakukan apa yang tadi kamu katakan itu," Kata Ranum sambil terus saja meremas ujung baju sekolahnya.
"Kira-kira sampai kapan lu akan mempertahankannya?"
Lagi-lagi Ranum yang ditanya begitu hanya bisa menggeleng. "Aku juga tidak tahu," jawab Ranum dengan suara yang bergetar.
Vira menunjuk perut Ranum. "Apa lu mau menunggu sampai perut lu membesar, baru mau menggugurkannya? Jangan aneh-aneh Num, karena kalau perut lu sudah membesar otomatis janin yang ada di dalam sana ikut membesar juga, dan itu akan dapat menghambat proses pengab*rsian, gue mengatakan ini karena dulu tante Grace juga pernah mau mengaborsi janinnya tapi karena kandungannya sudah cukup besar maka bidan itu tidak berani mengambil resiko, makanya tante Grace terpaksa mempertahankan anak itu, sekarang anak itu sudah besar dan tante Grace taruh di panti asuhan."
Mendengar itu Ranum merasa semakin takut. Karena bayangan ayahnya yang akan marah menari-nari di pelupuk matanya untuk saat ini.
***
Ranum melamun memikirkan ucapan Vira ketika di klinik kemarin, ia tidak pernah menyangka karena tindakannya yang berlaku sangat bodoh pada malam itu akan bisa membuatnya mengandung anak laki-laki yang sama sekali tidak Ranum kenal.
"Non, kenapa dari tadi saya melihat Non Ranum melamun apa ada masalah di sekolah Anda?" Inem yang memang sering memperhatikan Ranum beberapa hari belakangan ini merasa sangat aneh dengan sifat anak majikannya itu. "Sini cerita saja sama saya Non, siapa tahu setelah Non Ranum curhat kepada Bibi, Non akan merasa jauh lebih lega dari sebelumnya."
"Aku hanya sedang memikirkan tugas sekolah saja Bi, karena entah mengapa belakangan ini aku merasa sangat sulit sekali menangkap apa saja yang sedang bapak atau ibu guru terangkan di depan kelas, lebih tetapnya aku tidak fokus dan sudah mulai bosan," jawab Ranum berbohong.
"Wah, itu memang hal wajar Non, pasti setiap anak SMA kls 3 akan merasakan hal yang sama. Dulu anak Bibi juga sering bercerita tentang keluhan seperti apa yang Non keluhkan saat ini," ujar Imem sambil terus mengepel lantai. "Nikmati dulu masa-masa ini Non, sebelum semua berlalu karena Non sudah tahu sekarang seiring berjalannya waktu sehari menjadi satu minggu, seminggu menjadi satu bulan, dan satu bulan akan menjadi satu tahun. Karena waktu sekarang sangatlah cepat berlalu maka dari itu Non nikmati saja masa-masa ini dulu."
"Ah, Bibi memang benar, aku hanya perlu menikmati masa-masa ini." Bibir Ranum tersenyum, tapi lagi-lagi rasa mualnya membuatnya tiba-tiba saja berlari menuju wastafel membiarkan Inem yang terlihat heranan.