Pernikahan Kedua Suamiku

Happy Reading 🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Andre keluar dari mobilnya. Wajah pria itu tampak lelah sekali. Begitu banyak perkerjaan dikantor yang dia selesaikan hari ini.

Dia masuk kedalam rumah mewah itu. Rumah yang di didominasi dengan warna cat putih tulang dan perpaduan warna cream, terlihat begitu megah diantara yang lainnya.

"Baru pulang Nak?". Sapa Maddy. Ibu dari Andre.

"Iya Mom". Sahut nya duduk disofa "Mana Marco dan Marsha?". Walau sesibuk apapun dia masih sempat menanyakan kedua anaknya itu.

"Lagi belajar dikamar". Sahut Maddy "Kamu gak ada niat buat cari istri Ndre. Kasihan anak-anak kamu, mereka butuh figure seorang Ibu? Mom gak selamanya bisa ngurusin mereka". Ucap Maddy menatap putra sulungnya itu.

Andre menghela nafas panjang "Aku belum bisa lupain Fanny, Mom. Aku gak yakin bakal dapat istri yang bisa nerima Marsha dan Marco. Apalagi kondisi nya kayak gini". Sahut Andre menghela nafas

"Ya sampai kapan kamu akan mikirin istri kamu terus Ndre? Dia udah tenang disana. Harusnya kamu itu fokus sama masa depan kamu dan anak-anak kamu". Maddy geleng-geleng kepala.

Maddy warga negara Inggris. Suaminya orang Indonesia asli, tapi sudah meninggal beberapa puluh tahun yang lalu. Maddy memiliki dua putra kembar, Andre dan Andri. Andri sedang melanjutkan study diluar negeri dan pria itu belum berniat untuk menikah padahal usianya sudah 40 tahun. Sedangkan Andre, istrinya meninggal ketika melahirkan Marsha karena pendarahan hebat.

"Aku masuk kamar dulu Ma". Andre berdiri dari duduknya.

"Besok kamu temanin Marco check up ke dokter. Sementara adik kamu diluar negeri, kamu harus temanin Marco check setiap Minggu".

"Iya Mom".

Andre masuk kedalam kamarnya. Begitulah terus hari-hari yang dia lewati. Terasa sunyi. Setiap hari terasa mati. Tak ada gairah untuk hidup. Tak kala dia sama sekali tidak bertemu dengan kedua anaknya.

Putra pertama Andre, Marco Winata menderita leukemia stadiun lanjut. Putra nya yang berusia 10 tahun itu harus dicheck up rutin setiap minggunya. Cucu darah dan kemoterapi.

Andre merebahkan tubuhnya dikasur king size miliknya. Lima tahun kepergian Fanny, istri tercintanya begitu meninggalkan luka dihati Andre. Sampai hari ini, dia belum bisa melupakan istrinya itu. Apalagi membuka hati untuk wanita lain. Sering Maddy mengenalkan Andre dengan teman sosialita nya, tapi pria itu sama sekali tidak tertarik.

"Fanny".

Andre meraih foto pernikahan nya dengan sang istri. Foto pernikahan 11 tahun silam yang kini tinggal kenangan.

"Aku kangen sama kamu Fan". Lirih pria itu memeluk bingkai yang didalamnya terdapat fotonya dan istrinya

"Apa kabar kamu disana? Kenapa kamu ninggalin aku Fan? Tanpa kamu rasanya duniaku hancur. Apa yang harus aku lakukan untuk kesembuhan putra kita? Mommy mendesakku agar segera menikah, tapi sampai hari ini aku gak nemuin sosok kamu di wanita lain".

Andre menangis dikeheningan malam. Tangisnya terdengar begitu rintih. Setiap malam dia akan menangis merindukan istri tercintanya. Kenapa kematian begitu tega memisahkan nya dengan istrinya? Padahal dia sangat mencintai wanita yang sudah memberinya dua anak itu.

.

.

.

.

Andre terbangun dari tidurnya. Segera pria itu duduk dan mengumpulkan nyawanya. Dia bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Setiap pagi selalu begitu. Merasakan hampa. Jika dulu ada sang istri yang selalu menyiapkan semua kebutuhan nya. Maka sekarang Andre harus belajar untuk mempersiapkan semuanya sendiri. Dia harus belajar menerima kenyataan bahwa kini istrinya sudah tiada.

Andre turun kebawah dengan pakaian sudah lengkap sambil menenteng tas kerjanya.

"Marco, pagi ini sama Daddy ya kita check up ke Dokter". Ujar Andre duduk disamping putra nya itu.

Marco tak menjawab. Bocah tampan berusia 10 tahun itu, seperti tak mendengar. Sejak kepergian istrinya, hubungan Andre dan Marco merenggang. Akibat Andre yang terlalu asyik meratapi kepergian istrinya.

"Dad, Marsha mau ketemu Mommy Dad. Marsha lindu Mom". Gadis itu merenggek sambil meletakkan sendoknya

"Nak, Mommy kamu kan udah gak ada. Gimana mau ketemu Mommy?". Maddy mengelus kepala cucunya dengan sayang.

"Ihhhh bukan Mommy yang itu Grandma. Tapi Mommy Marsha yang ada dikantol, Mommy baik". Gadis itu mengerecut kan bibirnya kesal.

"Siapa yang dimaksud Marsha Ndre?". Tanya Maddy menatap putra nya yang tengah asyik menyantap makanan dalam piringnya.

Andre meminum air dalam gelasnya. Lalu menunggaknya hingga tandas.

"Office Girl dikantor Mom". Sahut Andre dia memperbaiki dasainya yang sedikit berantakan.

"Kenapa Marsha panggil dia Mommy?". Tanya Maddy heran "Dia udah nikah?". Jiwa kepo Maddy meronta-ronta. Dia ingin tahu wanita yang dipanggil Mommy oleh cucunya itu.

Andre menghela nafas pelan "Kemarin dia nganterin Marsha diruangan aku. Terus dia juga nemenin Marsha makan siang sambil menidurkan Marsha". Jelas Andre.

"Udah nikah belum dia Ndre?". Tanya Maddy tak sabar. Dia ingin tahu siapa wanita itu.

"Udah punya anak. Udah hamil lagi". Jawab Andre ketus "Ayo Marco". Ajak Andre.

"Marsha jangan nakal ya Nak. Jangan bikin Bibi pusing, sekolah yang baik". Andre mengecup ujung kepala putrinya.

"Mom aku berangkat". Dia juga mencium pipi Maddy.

"Titip salam sama Mommy Marsha ya". Goda Maddy. Andre tak menanggapi. Dia keluar sambil diikuti oleh Marco.

Andre membukakan pintu mobil untuk putra nya. Marco adalah cuplikan Andre kecil, wajah pria kecil itu selalu datar dan dingin. Dia terlihat berbeda dari bocah seusianya.

"Masih ada yang sakit?". Tanya Andre melirik putranya. Mereka memang jarang berbicara.

"Gak". Sahut Marco singkat padat dan jelas.

"Gak usah masuk sekolah hari ini. Setelah dari rumah sakit, Daddy ada meeting mendadak. Nanti kamu istirahat di kantor aja". Ucap Andre lagi mencoba membangun relasi.

"Iya".

Tak ada lagi obrolan antara Ayah dan anak itu. Keduanya mendadak dingin dan sibuk dengan pikiran masing-masing.

Marco memang dingin. Sifat Andre menurun pada putra sulungnya itu. Diam adalah ciri khasnya. Tidak tersenyum adalah wajah yang selalu dia tampilan setiap hari. Sering Marco dibully karena sifatnya itu, namun pria kecil itu sama sekali tidak terusik dengan guncingan orang lain padanya.

Bersambung......