Sebuah kisah seorang ibu rumah tangga bernama Diana,iya berjuang keras untuk keluar dari jerat kemiskinan.suaminya,
Budi,tak mampu berbuat banyak karena upah yang ia peroleh dari bekerja tidak cukup untuk menutup hutang ya.
Hingga akhirnya takdir mempertemukan Diana dengan Kevin, Seorang lelaki misterius yang menawarkan sebuah kerja sama tak biasa,dimana Diana harus menjadi pemuas hasratnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon elfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33
mah Mama bangun!'
itu bukan harus dari Dina terkesiap, ya berusaha membuka kedua matanya yang terasa berat.
"intan kenapa nak?"
"Mama suruh cepat ganti baju. hari ini ayah ngajakin jalan-jalan"
"jalan-jalan? kemana?'
"ayo ma, ayah udah di depan pinjam mobilnya pak RT"
intan menarik lengan ibu dan anak itu sudah berpakaian rapi. dan wangi membuat sudut bibir Dina terangkat. tak lama seseorang menimbulkan kepalanya di balik pintu, laki-laki yang memiliki lesung pipih itu tersenyum kepadanya.
"anak-anak sudah siap. ayo!"
"mau ke mana mas?"
intan berdecak,"masih nanya aja sih Mama ini, orang kita mau jalan-jalan" ucapnya seraya mengerucutkan bibir. Dina pun sangat gemes, hingga akhirnya menang kok wajah cantik Putri sulungnya itu.
"cepatlah, kita menunggu di depan takut kemalaman"
"mas panggil Dina.
sebelum keluar, Budi menulis surat tersenyum kembali kepada Dina. ada pesan haru, mungkinkah suaminya benar memaafkannya, jika tidak mengapa ia masih bersikap manis kepadanya.
awalnya ini nampak ragu, iya takut suaminya itu mengajaknya pulang ke Sukabumi, di mana kedua orang tuanya tinggal. namun, tak ada persiapan apapun, jika ia mengajaknya pulang kampung paling tidak Budi menyarankan membawa pakaian ganti, begitupun dengan anak-anaknya. secara jarak rumahnya dengan kediaman sang orang tua memakan waktu cukup lama.
jam menunjukkan pukul 07.00 malam, Dina bergegas membersihkan diri kemudian mencari pakaian terbaik. di dalam lemari ada satu setelan baju yang belum pernah IA pakai. ya, baju pemberian Kevin, seketika hatinya kembali ngilu mengingatkan sosok laki-laki itu. dari sekian baju yang ia miliki, memang baju pemberian Kevin adalah yang terbaik.
sengaja mengikat rambutnya, ya tampil dengan tulisan make up tipis. baju yang ia kenakan adalah dress rumahan berwarna hijau botol. nampak kontras dengan kulit yang putih sehingga membuat denah tampil anggun malam itu. karena udara malam semakin menusuk ia pun melapisi dress itu dengan sweater.
tin tin tin.
suara klakson mobil membuatnya terhenyak, disusul teriakan intan dan hijrah yang memanggil namanya.
"kita pulang lagi kan mas?"
tanya Dina, sesaat sudah berdiri dan bang Pitung tidak menguncinya. nampaknya Budi Tengah berceloteh ria dengan kedua anaknya hingga kedatangan Dina membuat aktivitas itu terhenti seketika.
senyum Budi langsung memudar saat melihat Dina, entah mengapa adanya kembali terkoyak koyak ,, tercabik-cabik, sakit. perih, ngilu datang bersamaan. Budi hanya mampu menarik nafas dalam dalam kemudian membuang muka menatap kedua anaknya. Budi tahu, dress yang satunya istri kenakan adalah dress mahal yang bukan pemberiannya.
"kunci aja pintunya"ucap Budi tanpa menoleh ke arahnya.
"cepat ma cepat!"
Dina dengan mantap melangkahkan kaki ke arah mobil, dan duduk di samping kemudi. iya sangat percaya diri dengan penampilannya, meskipun kedua matanya masih menyisakan sebab, namun senyum di bibir Dina terus mengembang., hati kecilnya meyakinkan bahwa suaminya itu mau memaafkan kesalahannya. dan aktivitas ini adalah salah satu cara untuk memulihkan keadaan rumah tangganya. keinginan dinas sejak dulu adalah bertamasya dengan keluarga, dan Budi mengabulkannya hari ini.
sepanjang perjalanan, keluarga kecil itu larut dalam sukacita. Dina pun sejenak melupakan insiden tadi siang, kali ini ia larut dalam kebahagiaan kedua putrinya yang sangat antusias menatap indahnya kota di saat malam tiba. tak ada sedikitpun kecanggungan, meskipun Budi lebih banyak berinteraksi dengan anak-anak dibandingkan dengannya. namun Dina tetap berusaha mencairkan suasana. sok sekali ia melayangkan tebakan kepada intan dan hijrah yang berujung dengan gelak tawa.
hatinya bergumam, inilah arti bahagia yang sesungguhnya. keharuan pun berlanjut saat Budi menepikan kendaraannya di depan warung makan lesehan. Budi pun langsung mengajak kedua putrinya untuk turun yang diikuti oleh Dina. Budi memasang beberapa menu yang jarang mereka santap.
"kamu tahu aja ya, kalau aku pengen makan seafood dari dulu"Dina mengusap bulan punggung tangan Budi yang berada di depannya. Dina sengaja memanggil kembali budi dengan sebutan ayah.
"makanlah yang banyak, pesan yang kamu suka!"
"serius?"pakai Dina dengan wajah berbinar, Budi pun menanggapi dengan angkutan disertai senyuman, sontak hal itu membuat dinas makin haru dan bangga.
"tuh kan, isra bilang juga apa, ayah itu terbaik. beda sama om tampan banyak uang juga pelit sama kita"
ucapan hijrah dan intan langsung membuat Dina tersedak. selera makanya langsung menguar begitu saja. Iqbal sendiri nampak tak terpengaruh dengan ucapan kedua anaknya, iya nampak tenang makanan tersaji di atas meja sesekali bahkan ia menyapih intan dan hijrah bergantian.
"ayah Suapin Mama dong"tita hijrah. Budi tersenyum kemudian menuruti perintah sang anak, tangannya menjulur kehadapan Dina, namun orang yang dituju malah menundukkan kepala. perlakuan manis suaminya yang membuat rasa nyeri di hatinya, kembali menganga, ada penyesalan dan rasa malu yang membuat Dina merasa sungkan.
"mah mah, ayah nyuapin!"ucap intan seraya menjadi tangan Dina yang berada di atas meja. perlahan kepalanya mendongak, hingga akhirnya ia menerima suapan dari Budi. kedua netranya kembali memanas, namun Dina suka mungkin tak ingin merusak momen kebersamaan dengan keluarga kecilnya.
selesai makan malam, mereka semua kembali memasuki mobil. Budi melanjutkan kendaraan naik ke arah jalan raya, sedangkan intan dan hijrah seperti kekenyangan selepas makan, keduanya nampak mulai menguap hingga berakhir dengan dengkuran halus.
"kita mau ke mana mas? ini kok bukan arah pulang ya?"
"tidur saja kalau lelah, nanti kalau sampai aku bangunkan"kita Budi bahkan lagi itu menyempatkan melempar senyum kepada dirinya, senyum yang membuat Dina semakin merasa kecil.
...****************...
"bangun Din, udah sampai"
Dina menggeliat, merasakan seseorang mengusap lampu lembut kepalanya.
"Dina bangun, kamu ini kalau tidur kayak kebo. Dina...."
kini, yang Nina rasakan bukan usapan lagi, melainkan tepukan cukup keras yang mengenai wajahnya. perlahan ia membuka kelopak matanya, saat terbuka ia terkejut wajah yang pertama kali ia lihat adalah wajah ranta sang ibu.
"ibu?"
"iya cepat turun, suami dan anak-anakmu sudah di dalam. ayo!"
Dina tak menyadari bahwa Budi membawanya ke kediaman orang tuanya, pagi menjelang itu artinya semalaman dia tidur sangat pulas. bukannya senang bisa bertemu kedua orang tuanya, Dina malah ketakutan hingga ia tak jua turun dari mobilnya. wanita bernama Ningsih, yang tak lain adalah ibunya saja heran, melihat wajah anak yang nampak ketakutan.
"kunaon Ari maneh, mabuk?"
(Kamu kenapa mabuk perjalanan)
hening, tak ada jawaban sama sekali dari Dina, yang ada keringat mulai bercucuran dengan tatapan kosong. Ningsih panik, akhirnya ia kembali ke dalam rumah, memanggil suaminya juga sang menantu.
kok lama mereka semua keluar menghampiri denah yang masih duduk di tempat yang sama. karta sang ayah, lantas mengguncang tubuh sang anak,"Din, Dina eling kamu kenapa?"
"permisi pak, biar saya aja"pinta Budi, akhirnya Karta mundur, membiarkan sang menantu yang mendekati anaknya.
"ayo turun, ibu sudah siapin sarapan di dalam"
"mas kenapa ke sini?"
"kenapa? ini kan rumah ibu sama bapak'
"kamu mau...."
"hustttt... jangan mulai deh, orang tua kamu kebingungan kamu kayak gini. ayo turun"
Dina meraih uluran tangan dari Budi, sedikitpun ia tak melihat gelagat aneh dari suaminya, meskipun demikian rasa sesak masih rasakan hingga saat ini.
Ningsih dan kata kembali beranjak ke dalam rumah, mereka larut dalam momen kebersamaan yang sudah lama dirindukannya, yakni berkumpul dengan keluarga anaknya yang sudah lama tak berjumpa.
rumah orang tua sangat sederhana, alam tanya saja tidak berkeramik, di ruang tamu hanya ada tempat duduk yang terbuat dari rotan, serta bale (tempat duduk dari bambu)
yang saat ini menjadi tempat intan dan hijrah bermain bersama kakeknya.
kedua orang dina menyambut mereka dengan penuh sukacita, Ningsih menyempatkan memasak berbagai panganan serta lauk. bahkan kedua anaknya begitulah memakan masakan sang nenek, Budi pun sama, masakan Ningsih tidak ada duanya. semua ulangan yang ngisi sajikan selalu disukai semua orang, namun kali ini tidak untuk Dina.
setengah cara sarapan pagi yang begitu hikmat, perasaan Dina malah makin tak karuan, semua makanan yang masuk ke dalam mulutnya terasa hambar, hatinya belum tenang jika Budi belum menjawab semua ketakutannya, meskipun sikap suaminya itu nampak seperti biasa, namun tetap saja pikiran Dina kalut, jika hal yang tak diinginkan terjadi yaitu sebuah perpisahan.
waktu terus bergulir, harian Budi dan anak-anaknya bermain di kolam ikan milik karta, meski tak besar di sana banyak ikan-ikan yang sengaja karta pelihara. udara sejuk pedesaan membuat mereka betah berlama-lama, apalagi tak jauh dari rumah Karta ada pesawahan yang membentang luas. sejauh mata memandang hanya terlihat rumput padi yang hijau.
"kamu tuh kenapa Din? ibu perhatian semenjak sampai wajah kamu cemberut gitu. kamu sakit? atau sedang ada masalah?"Ningsih mendudukkan diri di samping anaknya yang tengah termenung sendirian, seperti paham bahwa putrinya tidak baik-baik saja.
"Bu, aku punya salah sama mas Budi"
"ya minta maaf lah... suamimu itu baik, penyayang pastinya dia memaklumi kesalahan kamu, asal kamu jangan mengulanginya lagi"
"sudah Bu, tapi masalahnya, aku melakukan itu lagi"
"emangnya kamu bikin salah apa?"
Dina menunduk tak berani menatap wajah sang ibu,"Dina kamu bikin salah apa?"tanya Ningsih lagi, kali ini ia meraih jemari anaknya, membuat Dina kembali merasakan kesedihan. matanya mulai memanas ingin rasanya ia menjerit, meraung Karena rasa penyesalan akibat kecerobohan.
seandainya saja saat itu ia langsung pulang, kemungkinan rumah tangganya akan baik-baik saja.
tempat Dina bercerita, teriakan hijrah membuat pandangan keduanya beralih. garis kecil itu membawa ikan yang cukup besar sehingga membuatnya terlihat kepayahan.
"mama..... Nini... ini ikannya suruh dimasak"
"oalah, besar sekali nak!"Bagas Ningsih menghampiri cucunya. sedangkan Dina sendiri kembali meredam sesak karena bukan hanya hijrah saja yang terlihat, Budi, intan serta ayahnya pun ikut menyusul.
malam pun tiba, tanpa Dina sadari Iqbal sudah membawa pakaian ganti, kemungkinan mereka semua menginap malam ini. hingga detik itu, iya dan Budi belum terlibat obrolan serius, dengan kedua orang tuanya.
semua masih berjalan normal, seperti yang sudah-sudah, saat berkunjung ke rumah orang tuanya, Budi selalu sibuk menemani sang ayah entah itu ikut ke sawah atau seperti tadi memancing di kolamnya. iya sendiri tak melanjutkan perbincangan dengan ibunya, soal obrolan yang tadi siang. wanita yang sudah melahirkan yaitu sibuk bercengkrama dengan kedua cucunya. Dina pun tak ingin merusak momen indah itu dengan bercerita masalahnya.
rasa was-was singkat di hati dia nasehat anak-anaknya sudah terlelap. karena di ruang tamu kini tersisa orang tua dan suaminya. ya takut sangat takut, sehingga memilih berpura-pura memejamkan mata.
"mah.... aku tahu kamu belum tidur,"ucap Budi selain mengusap lembut puncak kepalanya. Dina tak bergeming, dia sengaja memiringkan tubuhnya sehingga dengan mudah bagi Dina menyembunyikan wajahnya.
"mungkin kamu sudah tahu maksud dan tujuanku mengajak kalian kemarin. aku pamit pulang"
diketik itu juga air mata Dina luruh seketika, ya langsung bangkit dari tidur dan menahan lengan Budi.
"mas maafkan aku....!
"hushtttt.... aku sudah memaafkan. jangan berisik, kasihan anak-anak takut tidurnya terganggu. aku juga minta maaf"
"tapi aku nggak mau seperti ini, mas. aku ingin ikut pulang sama kamu. kita berangkat sama-sama, harusnya pulang bersama. kalau kamu mau pulang sekarang biar aku bangunkan anak-anak"
"jangan Din"Budi langsung menahan tubuh Dina, membuat wanita itu dia membisu. Budi tak langsung pergi, ya berjongkok di depan tubuh Dina yang duduk di tepi ranjang.
"semua tak akan bisa kembali seperti dulu lagi. aku sudah memaafkan kamu, itu saat aku mengetahui perselingkuhan kamu dengan Kevin. walau sebenarnya saat itu hatiku sudah hancur tak karuan, aku masih berusaha mengelak karena situasi ini memang atas kesalahanku. meskipun sebenarnya, semua yang menimpa keluarga kita tak lain adalah ulah Yulia. Namun kejadian kemarin, itu di luar skenarionya. aku pikir hanya tubuhmu saja yang sudah di zaman laki-laki lain. tapi... hatimu juga"
"nggak mas, itu.... itu"
"aku sakit Din, seandainya aku tak memikirkan anak-anak. sudah aku habisi kalian berdua saat itu juga. aku bisa melakukan hal lebih gila dari yang kalian lakukan. tapi sayangnya aku tak mau mengotori diriku sendiri"
"maafkan aku mas, bagaimana caranya agar kamu maafin aku? apa aku harus mati hah? jawab mas"
"aku sangat mencintaimu, 8 tahun kita bersama, perasaan cinta ini sudah mengakar kuat dalam hati. namun, cintamu juga yang membuat aku sakit. tolong...... bantu aku agar keluar dari pesakitan ini dengan cara berpisah. terlalu sakit Din..... sakit....."
Budi menangkap wajah Dina, ia menghapus air mata yang membasahi pipi istrinya. keduanya saling menatap, untuk pertama kalinya Dina juga melihat kedua netral Budi berkaca-kaca, sorot mata yang penuh dengan luka. dan luka itu adalah ulahnya, wanita yang sangat ia cinta.
anak-anak jdnya ga terlantar
ya emang sih diposisi Fatma itu juga susah... tiba2 jadi istri dan ibu dari dua orang anak... masih kuliah lagi.. nggak nyari pembantu aja.
Budi juga nggak ngertiin istri kecilnya.
bisa2 depresi...
udah iklasin aja., kalau kamu tulus, insya Allah akan diberi ketenangan dan kebahagiaan walau tidak dengan Haris...
Thor bagus ceritanya.. tp perbaiki tulisannya sebelum di post, puyeng baca kalimatnya
kasihan anak2 jadi terlantar. jadi ibu tiri kayak gitu nggak mudah Lo... baru nikah, pingin seneng seneng ada anak... apa apa diribetin sama anak.
Dina juga kesalahan nya fatal banget 🤦.