Cerita cinta Aira yang berujung balas dendam, menjadi saksi bisu untuk dirinya. Kematian sang ibunda, bukanlah hal yang mudah dilalui gadis desa itu.
Ia disered paksa diperjual belikan oleh sang ayah, untuk menikah dengan seorang CEO bernama Edric. Lelaki lumpuh yang hanya mengandalkan kursi roda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Arip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 Debaran.
Acara pernikahan telah selesai, desain sederhana tak ada yang menarik dan tak sedap dipandang kedua mata. Kedua insan itu mulai pergi dari gedung sederhana yang di sewa oleh sang ayah, Aira keluar dengan wajah kurang menyenangkan membuat lelaki lumpuh yang menjadi suaminya bertanya? "Apa ada yang kamu pikirkan saat ini, Aira. Dari tadi wajahmu cemberut terus."
"Sebenarnya saya tidak kenapa kenapa, hanya saja saya merasa sedih melihat seorang CEO seperti kamu, harus di Privasi segala, padahal kamu ini jenius bisa berbisnis dan juga mempunyai beberapa perusahaan diluaran sana. Dan lagi kenapa .... "
Edric menempelkan jari tangan pada bibir tipis Aira, dan menjawab. " Sudahlah tak usah membahas hal yang tak penting, sekarangkan kita sudah menikah. Malam ini waktunya kita menghabiskan malam yang sangat panjang."
"Malam yang sangat panjang, maksud .... "
"Kamu ini nggak peka ya, mm. Jangan jadi gadis bodoh deh, sok soan lugu. "
Aira memutar bola matanya, mendengarkan kata kata CEO Edric berbicara, hatinya kian mengerutu kesal, di usia delapan belas tahun, remaja mana yang tak tahu jika setelah menikah akan melakukan hal yang selalu di sebut orang desa Bercocok tanam.
"Heh, ngelamun lagi, " ucap Edric. Mencubit pipi istri kecilnya, melihat bibir mungil itu mengkerut. Tak tahan rasanya sang CEO muda ingin menekram mangsanya malam ini juga, menelusuri lembah alam surgawi yang akan ia nikmati.
Lamunan itupun kini membuyar, membuat kata kata kesal Aira terlontar dari bibit tipis sang pemilik bulu mata lentik, " Dasar mesum. Memangnya saat lumpuh begitu masih bisa melakukannya. "
Sang CEO terdiam, menatap manik manik bola mata berbinar itu. Tangan mulus putih nan mengoda memukul mukul perlahan bibir tipisnya, tak biasanya Aira berkata seberono didepan Edric.
"Oh, jadi kamu ingin menantang aku yang lumpuh ini, " suara menantang itu, kini keluar dari mulut sang CEO Edric. Membuat Aira menyesal dengan mulut nya yang asal jeplak itu.
"Ti-d-ak, buk-an begitu maksud saya." Suara ragu ragu, terdengar. Aira mengaruk rambutnya yang tak terasa gatal, bingung dengan apa yang harus ia jawab di depan Edric.
"Aira, saya mengira kamu itu Gadis Desa yang polos, lugu. Dan bodoh tapi ternyata kamu ini menarik. " Gumam hati Edric, mengusap pelan dagu yang terlihat belah. Mempelihatkan betapa tampannya lelaki yang begelar sebagai CEO muda itu.
Tid ....
Suara kelakson berbunyi, tanda mobil pribadi sang CEO datang. Mobil yang di sediakan Ellad untuk Aira dan juga Edric yang akan membawa mereka ke hotel bintang lima.
"Mobil sudah datang." Kedua tangan mulai mendorong kursi roda yang diduduki Ellad. Aira hanya menarik napas kasar, entah apa yang akan terjadi di hotel nanti setelah mereka berdua sampai. Ketegangan dirasakan gadis dari desa yang kini sudah bersetatus sebagai istri CEO.
Ada bayangan malam pertama yang akan dirasakan Aira itu sakit, dimana teman teman sebayanya di desa yang sudah menikah selalu bercerita jika malam pertama adalah sesuatu yang menyakitkan, dimana seorang gadis melepaskan kesucianya untuk sosok lelaki yang menjadi seorang suami.
Sopir mulai membantu Edric untuk duduk di atas kursi mobil, terlihat wajah santai Edric ia tampilkan di depan Aira. Berbeda dengan sang istri mempelihatkan ketegangan dan juga rasa kuatir, akan ritual malam pertama yang ia jalani nanti.
"Kenapa Aira? "
"Mm, ah! Saya? Tidak kenapa kenapa. "
Edric memperlihatkan senyum kecilnya, mengusap perlahan pipi putih Aira, dimana gadis itu masih terlihat takut disentuh oleh sang CEO muda.
"Ternyata kamu begitu cantik natural, Aira. "
Kata kata pujian baru terdengar dari lelaki yang kini menjadi suami Aira, kedua pipinya memerah seperti buah ceri, bola mata berbinar itu semakin indah di pandang dengan dagu bulat dan bibir mungil sang gadis desa.
Bukan Aira saja yang takut dan ragu, Edric juga merasakan hal yang sama, karena ia tak pernah menyentuh satu wanita mana pun. Apalagi mencium bibir seorang wanita, karena ketidak yakinannya menikah membuat ia selalu tak percaya diri. Akan kekurangan kedua kaki yang lumpuh.
Wanita yang selalu ia lihat hanyalah ibu tirinya, wanita muda bernama Dwinda dipercaya mengurus Edric sampai kelumpuhanya membaik. Agar Edric bisa kembali lagi berjalan seperti sedia kala.
Awalnya Edric begitu suka dengan terapi yang diajarkan Dwinda pada dirinya, begitupun dengan tutur kata Dwinda yang lembut, karena Ceo muda itu tahu jika Dwinda bergelar dokter ternama.
Ia selalu menurut, hingga ada titik yang tak menyenangkan yang diajarkan Dwinda kepada Edric.
Ajaran Dwinda semakin lama semakin terasa sesat bagi Ceo muda itu, bagaimana tidak, terkadang saat sang ayah tak ada di rumah. Dwinda selalu menyentuh daerah sensitif seorang lelaki, membuat Edric risih.
Apalagi ditengah terapi berlajar berjalanpun Dwinda selalu mencoba meraba dada kekar Edric, menyosor untuk mencium bibir tipis anak tirinya.
Perlakuan yang tidak baik, dan membuat Edric tak nyaman.
Berulang kali Edric meminta kepada sang ayah, untuk mengganti Dwinda dengan dokter lain, beralasan Edric tak mau membuat ibu tirinya lelah. Padahal Dwinda seperti sengaja ingin membuat Edric jatuh kepelukannya, membuat kepuasan bagi Dwinda bisa memiliki kedua lelaki di hidupnya.
Lelaki muda yang kini menjadi pengusaha sukses sering membangkang kepada sang ayah. Tidak ada jalinan dan kedekatan antara anak dan ayah semestinya pada Edric dan Ellad, semenjak sang ayah selalu percaya akan perkataan Dwinda.
Ellad menjadi lelaki pediam, dan terkadang bertanya dengan hal penting saja, kepada Edric. Karena lelaki tua itu kini bergantung bisnis pada sang anak yang sudah mencapai penghasilan terliuanan.
Hanya saja ada rasa sepi dan kosong di hati Edric, menjadi seorang CEO muda, ia meminta kepada sang ayah untuk mencarikan seorang gadis. Karena di umurnya yang duapuluh delapan tahun, serasa sudah matang untuknya menikah. Terlebih lagi untuk bisa perlahan menjauh dari Dwinda.
Awalnya Ellad tak yakin, jika para gadis akan sudi menikahi anaknya yang lumpuh. Hingga sang ayah menolak permintaan anaknya, Edric selalu ingat dengan kata kata Ellad. " mana ada wanita yang sudi menikahi kamu Edric. "
Sakit walau tak berdarah, perkataan itu akan selalu di ingat oleh Edric. Hingga dimana Edric menekan sang ayah, " jika tidak bisa mencarikan seorang gadis, Edric yakinkan, Dadi. Tidak akan bisa mengembangkan bisnis dadi lagi, semua akan di tarik oleh Edric hingga perusahaan dadi bangkrut. "
Hanya karena urusan ingin menikah, Edric dan Ellad sampai berdebat, hingga Edric nekad mengancam dengan membuat sang ayah menjadi gelandangan.
Perkataan sang anak membuat Ellad tentu saja takut, sampai akhirnya Ellad hanya bisa mencari seorang gadis di desa dengan cara membelinya.
crrita carlos ma welly terus