Zainna Keisha Nugraha, seorang Mahasiswi kampus ternama di Jakarta harus menerima pernikahannya dengan seorang Profesor yang merupakan salah satu dosennya yang berstatus sebagai duda beranak satu. Inna menerima pernikahan ini karena sudah terlanjur sayang pada Putri kecil yang sangat manis dengan nasib yang sama dengannya yaitu ditinggalkan oleh ibu kandungnya. Namun Inna juga harus menelan pahit bahwa suaminya masih sangat mencintai istri pertamanya dan sangat sulit untuk Inna dapat menggantikannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon desih nurani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tujuh Belas
"Inna..." panggil seseorang diambang pintu.
Inna dan Elya langsung melerai pelukannya dan melihat ke sumber suara.
"Mama." Sapa Inna saat melihat Ibu mertuanya lah yang sedang berdiri diambang pintu. Diana pun tersenyum dan menghampiri mereka. Lalu duduk tepat di sebelah Inna. Sejak tadi Diana memang ada di sana, menyaksikan kasih dan sayang antara Inna dan Elya.
"Maaf mengganggu kalian." ucap Diana.
"Engak kok Ma, lagian Inna dan Elya sedang bermain." Sahut Inna yang dibalas senyuman oleh Diana.
"Wah kalungnya cantik sekali, Sayang." Puji Diana saat melihat kalung yang melingkar dileher Elya. Meski sebenarnya ia sudah tahu siap pemberi kalung itu.
"Ini Mama yang kasih, Oma. Elya suka, Elya juga gak mau lepas kalung ini." Ujar Elya begitu bahagia. Inna dan Diana hanya tersenyum mendengarnya.
"Inna." Panggil Diana sambil menggenggam tangan menantunya. Inna menggeser posisinya menghadap Diana.
"Iya Ma?" tanya Inna sangat lembut. Diana semakin erat menggenggam tangan Inna. Bahkan kini air matanya mulai menitik.
"Inna, jangan pernah tinggalkan El. Mama tau anak mama banyak sekali kekurangan. Tolong bertahan dan tetap berada di sampingnya. El yang dulu sangat berbeda dengan yang sekarang, Inna. Dulu El anak yang ramah dan murah senyum. Namun, setelah Mayya pergi meninggalkanya, dia berubah drastis. El menjadi pendiam dan bersikap acuh. El terlalu mencintai Mayya, tapi Mayya memilih untuk pergi dari kehidupan El tanpa sebab yang jelas. Mama yakin sayang, ini sudah takdir dari Allah. Menjauhkan Mayya dari kami dan mengirimkan kamu untuk masuk dikeluarga ini. Agar kamu merubah kembali El seperti yang dulu. El yang penuh kasih sayang. Jadi mama mohon, jangan pernah menyerah untuk mendapatkan hatinya. Mama yakin, hanya kamu yang mampu melakukan itu Inna. Berjanjilah untuk selalu disamping El, mama mohon." Ungkap Diana sambil menangis pilu.
Inna terdiam seibu bahasa. Untuk saat ini ia bingung harus menjawab apa. Bahkan Inna tidak yakin dengan dirinya sendiri. Bahwa ia mampu merubah Samuel kembali seperti dulu. Mulutnya mendadak kering.
"Ma... Inna tidak yakin dengan diri Inna sendiri. Inna takut gagal untuk...."
"Jangan pernah mengatakan hal itu, Mama mohon. Kamu pasti bisa sayang, Mama tau itu. Hanya kamu yang mampu merubah El." Diana memotong ucapan Inna.
Jujur, hati Inna sangat sakit saat melihat mertuanya menangis sambil terus memohon padanya.
"Inna akan berusaha Ma, Inna janji akan selalu ada di sisi Mas El. Inna janji Ma." ucap Inna yang langsung memeluk Diana.
"Terima kasih, Sayang." ucap Diana membalas pelukan Inna dan mengusap kepala Inna dengan begitu lembut.
"Mama, Oma. Elya ngantuk. Elya bosan main sendirian." Rengek Elya yang berhasil membuat Inna dan Diana terkejut. Inna menghapus air matanya dan menghampiri Elya. Bagaimana mungkin mereka melupakan keberadaan Elya?
"Ya ampun anak Mama ngantuk ya? Ya udah kita bobok ya." Ajak Inna menggendong Elya dan membawanya ke tempat tidur.
"Oma keluar dulu ya. Kalian istirahat yang cukup," ucap Diana mencium kening Elya.
"Elya sayang Oma," ucap Elya.
"Oma juga sayang Elya." Diana mengusap pipi cucunya dengan lembut. Kemudian ia pun keluar dari kamar Elya.
"Mama, Elya mau di peluk." rengek Elya lagi yang memang sudah megantuk berat.
"Iya sayang," ucap Inna memeluk Elya. Menunggu hingga Elya benar-benar tertidur. Lalu ia pun keluar dari sana.
***
Hari ini tepat seminggu usia pernikahan Inna dan Samuel. Pada hari itu juga, Samuel membawa Inna dan Elya ke rumah baru mereka. Sebenarnya rumah ini adalah rumah yang akan Samuel hadiahkan untuk Mayya dulu. Namun takdir berkata lain, setelah kepergian Mayya rumah ini sama sekali tak pernah Samuel kunjungi.
Inna menggendong Elya yang tertidur, ia mengikuti langkah Samuel untuk memasuki rumah yang lumayan besar itu. Inna memperhatikan setiap inci dari bagian rumah yang akan ia tempati bersama keluarga kecilnya. Ia tersenyum saat ia melihat sebuah taman kecil yang menghiasi halaman rumah.
Inna merasa takjub saat melihat isi dalam rumah. Ia bisa menebak jika semua barang yang ada di sana itu cukup mahal. Rumah itu memiliki dua lantai. Untuk lantai dasar terdiri dari tiga kamar, ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan dan dapur. Sedangkan di lantai atas hanya ada tiga kamar,
Saat Inna sedang melihat-lihat. Ada satu yang menjadi perhatian Inna saat ini, yaitu sebuah kamar yang cukup besar dengan pahatan pintu yang begitu Indah. Apa itu kamar utama? Pikirnya.
"Jangan pernah masuk ke kamar itu." Ujar Samuel yang berhasil membuat Inna kaget. Dan larangan Samuel pun menimbulkan rasa penasaran bagi Inna.
"Tidurkan Elya di kamar ini." Perintah Samuel seraya membuka pintu kamar disebelah kamar besar itu. Inna pun masuk ke sana dan menidurkan Elya di kasur. Kamar yang didominasi warna pink, sepertinya memang didesain khusus untuk anak perempuan. Setelah mencium pucuk kepala Elya, ia pun langsung beranjak keluar.
"Kamar kamu diatas." Ujar Samuel yang lagi-lagi membuat Inna terkejut.
Kamar kamu? Jadi kami harus berpisah ranjang, tapi kenapa? Bukankah suami istri sudah seharunya tidur satu kamar? Beribu pertanyaan melintas di benak Inna.
"Jadi kamar kita pisah?" tanya Inna sambil menggigit bibirnya. Ia sangat takut Samuel memarahinya.
"Maksudku, itu kamar kita." Jawab Samuel meralat ucapannya.
"Owh." Inna pun mengangguk dan langsung naik ke lantai atas untuk melihat kamarnya. Inna membuka pintu kamar itu perlahan. Kamar itu cukup luas yang didominasi warna biru langit. Inna menyukainya, karena terkesan nyaman dan sejuk.
Tidak lama, Samuel pun masuk dan membawa barang bawaan mereka. Inna pun membantu Samuel untuk menyeret koper miliknya. Dan memutuskan untuk langsung merapikan barang-barang miliknya dan Samuel.
Setelah selesai membereskan semua barang. Inna langsung beranjak turun untuk mencari suaminya yang entah kemana. Sesampainya di lantai dasar, Inna melihat Samuel sedang berdiri dipinggir kolam renang. Tanpa ragu Inna pun menghampiri suaminya.
"Mas." Panggil Inna, Samuel yang merasa terpanggil langsung menoleh kearah istrinya.
"Mas, Inna izin ke luar ya nanti sore? Inna ada janji bareng temen-temen." Ujar Inna.
Samuel hanya mengangguk tanda setuju dan langsung meninggalkan Inna sendirian. Inna mengerutkan kening, bingung dengan sikap cuek suaminya. Padahal Inna selalu berusaha untuk mencipatakan suasana hangat. Dan sekarang lagi-lagi Samuel mengabaikannya. Inna merasa suaminya itu selalu menghindar untuk bicara dengannya. Membuat Inna terus merasa ragu untuk bisa mencuri hatinya.
Inna menghela napas berat. "Aku bingung, Mas. Apa sebenarnya alasan kamu terus menghindar dariku?" Inna duduk di pinggir kolam dan memasukkan kakinya kedalam air. Pandangannya begitu jauh ke dalam sana. Pikiranya dipenuhi oleh Samuel, suaminya.
Seperti janjinya, sore ini Inna pergi untuk bertemu dengan dua sejoli di sebuah Mall. Tetapi sebelum itu, Inna mengantar Elya terlebih dahulu kerumah mertuanya. Karena Samuel pergi entah ke mana.
"Hai Na." Sapa Dita yang baru saja turun dari mobil dan berpapasan dengan Inna.
"Hai Ta, Juju mana?" tanya Inna penasaran karena Juju masih tak terlihat batang hidungnya.
"Dia gak jadi ikut, katanya sih nyokapnya ngajak kearisan." jawab Dita.
"Oh, ok deh kalau gitu. Gak jadi masalah kita jalan berdua aja," ujar Inna. kemudian keduanya langsung memasuki Mall dan berkeliling untuk mencari keperluan masing-masing. Dan mereka pun masuk ke sebuah toko sepatu.
"Na, menurut lo ini bagus gak?" tanya Dita menunjukkan sebuah sepatu pada Inna. Inna menoleh dan memperhatikan sepatu yang Dita tunjukkan.
"Nop, gak cocok buat kamu." Jawab Inna sambil mencari beberapa sepatu yang menurutnya cocok. Inna melihat sebuah sepatu yang sangat menarik hati. Ia mengambil sepatu itu dengan senyuman lebar. Namun, tiba-tiba seseorang merebutnya.
"Maaf Mbak, itu saya duluan yang pegang." Kata Inna pada orang itu.
"Tapi saya yang pegang duluan," ucap wanita itu angkuh.
Inna terkekeh mendengarnya. Padahal sudah jelas dia yang lebih dulu mengambilnya. Ya sudahlah, ia tak ingin cari ribut.
"Mbak, seharusnya Mbak tau aturan dong. Gak sopan banget sih main rebut aja dari tangan orang." Timpal Dita yang mulai ikut bicara.
"Suka hati saya dong." Ketus wanita itu. Dita yang mulai kesal pun hendak menyerang wanita itu. Tetapi Inan langsung menahannya. "Gak usah cari ribut."
"Gina ada apa?" Tanya seseorang dengan suara baritonnya. Inna langsung menoleh kearah suara dan betapa terkejutnya saat melihat orang itu yang ternyata Samuel, suaminya. Begitu pun Samuel, yang juga terkejut melihat Inna. Bukan hanya mereka, bahkan Dita pun tak kalah terkejut.
"Kak Sam, aku mau sepatu ini. Tapi wanita ini ngatain kalau aku merebut sepatunya." Rengek wanita itu sambil bergelayut manja dilengan Samuel. Inna yang melihat itu hanya diam mematung. Menatap Samuel penuh selidik.
"Cari saja yang lain." Perintah Samuel dengan nada datar. Tatapan lelaki itu pun masih tertuju pada Inna.
"Tapi Kak, aku mau sepatu ini." Rengek wanita itu lagi. Membuat telinga Inna sakit.
"Ambil aja Mbak, saya juga sudah tidak mau. Saya paling pantang merebut sesuatu yang bukan milik saya." Ujar Inna penuh penekanan. Lalu ia pun langsung pergi seraya menarik tangan Dita.
Samuel yang melihat itu hanya bergeming, Menatap kepergian istrinya.
"Kak, aku mau ini ya?" Tanya Gina yang dijawab anggukan oleh Samuel.
"Na, Lo gak apa-apa kan?" tanya Dita saat mereka sudah duduk disebuah kafe.
"Emang gw kenapa? Santai aja kali," jawab Inna dengan santai. Walaupun sejujurnya saat ini ia sedang gelisah. Memikirkan hubungan antara wanita itu dengan suaminya. Ck, ternyata menikah itu tidak seenak yang dipikirkan.
"Na, gw boleh nanya sesuatu?" tanya Dita menatap Inna lekat.
"Nanya apaan?" tanya Inna membalas tatapan Dita.
"Lo baik-baik aja kan sama Prof. Sam?" tanya Dita penasaran.
"Baik, kenapa emang?" Tanya Inna balik.
"Enggak, gw cuma aneh aja sama sikap lo. Lo sama Prof kan suami istri, tapi lebih mirip kayak orang asing. Ditambah lagi lo diam aja pas suami lo jalan bereng cewek lain. Gw tahu lo gak kenal sama cewek tadi kan? Jangan berbohong Inna, gw tau semuanya. Dari awal gw udah menduga kalian menikah bukan karena cinta, lebih tepatnya karena terpaksa. Lagian Lo yang bilang sendiri gak tertarik sama Prof, eh tiba-tiba nikah ama tu orang. Kan aneh banget."
"Apaan sih, orang gw sama Prof baik-baik aja kok. Mungkin tadi itu temennya, lagian dia bebas jalan sama siapa aja. Kayak gw jalan sama lo sekarang." Ujar Inna yang tak mau membuat sahabatnya khawatir.
Dita masih memberikan tatapan penuh curiga pada Inna. Ia tidak percaya pada omongan sahabatnya.
"Ck, gw beneran gak papa, Ta. Gw bahagia sekarang, punya suami ganteng dan anak yang lucu. Lengkap kan kebahagaian gw?"
Dita yang mendengar itu menghela napas berat. Lalu menggenggam tangan sahabatnya dengan erat. "Gw selalu mendoakan yang terbaik buat lo dan keluarga lo, Na."
"Aamiin... Makasih beib." Ucap Inna tulus.
Lalu keduanya kembali mengobrol hangat seperti biasanya, hingga tanpa mereka duga, seseorang menghampiri mereka. Dan duduk tepat di sebelah Inna.
ceritanya keren,bagus
dan mantap
sukses
semangat
mksh
Ini kata Jidan pada Samuel
"Lepaskan dia kalau lo tdk bisa balas cintanya, karena gue yang akan mencintai dia, biarin dia bahagia, sudah cukup selama ini dia menderita"
Tau tidak Jidan itu kekasihnya didi dan di episode 28 dia melamar didi. Ini keistimewaan pebinor di novel2 egois, apapun kelakuannya selalu dibenarkan,
Kenapa novel harus egois dan tidak adil, pelakor dilakanat dibuat hina dan dihancurkan sedangkan pebinor begitu dipuja2, diistimewakan, dispesialkan, apapun salahnya selalu dibenarkan
Simple pertanyaan untuk author
Jika suami atau kekasihmu sangat perhatian dan membela mati matian istri orang lain, dan suami mengatakan seperti Jidan katakan pada samuel, (ini kata Jidan pada samuel "Lepaskan dia kalau lo tdk bisa balas cintanya, karena gue yang akan mencintai dia, biarin dia bahagia, sudah cukup selama ini dia menderita"). Apa kau akan bilang suamiku hebat karena perhatian dan mau merebut istri orang dan mencintai istri orang ituu
Ini kata Jidan pada Samuel
"Lepaskan dia kalau lo tdk bisa balas cintanya, karena gue yang akan mencintai dia, biarin dia bahagia, sudah cukup selama ini dia menderita"
Tau tidak Jidan itu kekasihnya didi dan di episode 28 dia melamar didi. Ini keistimewaan pebinor di novel2 egois, apapun kelakuannya selalu dibenarkan,
Kenapa novel harus egois dan tidak adil, pelakor dilakanat dibuat hina dan dihancurkan sedangkan pebinor begitu dipuja2, diistimewakan, dispesialkan, apapun salahnya selalu dibenarkan
Simple pertanyaan untuk author
Jika suami atau kekasihmu sangat perhatian dan membela mati matian istri orang lain, dan suami mengatakan seperti Jidan katakan pada samuel, (ini kata Jidan pada samuel "Lepaskan dia kalau lo tdk bisa balas cintanya, karena gue yang akan mencintai dia, biarin dia bahagia, sudah cukup selama ini dia menderita"). Apa kau akan bilang suamiku hebat karena perhatian dan mau merebut istri orang dan mencintai istri orang itu