Bocil hati² ya🤭 👇
JUAN BARATA (38 TH), Pemilik sebuah Rumah Sakit ternama, seorang duda tampan memiliki 2 anak laki-laki.
FEMA SANDRA (30th), Pemilik sebuah butik yang cukup terkenal, seorang janda yang memiliki 1 anak perempuan.
Pihak keluarga Fema dan Juan tiba-tiba memaksa Juan dan Fema untuk menikah, meskipun mereka keras menolak. Terlebih lagi kedua putra Juan tidak menginginkan kehadiran ibu tiri.
Sedangkan Marsha, putri dari Fema, sangat menginginkan seorang ayah. Marsha bahkan selalu bertingkah manja menggemaskan terhadap ayah dan dua kakak tirinya itu, sedangkan Jerry dan Ferrdo selalu bersikap jutek.
4 bulan adalah waktu yang diberikan. Jika memang tidak ada ketertarikan, maka boleh bercerai.
Akankah tumbuh cinta diantara mereka? Akankah hubungan itu bertahan?
Cerita ini akan diwarnai dengan berbagai rasa. Kalian mau tau? Yuk baca dan jangan lupa dukung author ya jika kalian suka dengan cerita ini.
Ah, Semoga saja kalian menyukainya. hehe.
(Bagi kalian
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reetha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sedang Menginginkanmu
Menerima pelukan yang sangat tidak biasanya dari papa ini membuat suasana hati Jerry Ferdo lebih bersemangat. Mereka berpelukan sangat lama.
Fema tersenyum kecil melihatnya. Wanita itu lalu meletakkan barang bawaannya, lalu mengeluarkan beberapa ole-ole dari sana untuk kedua putranya itu, yang berupa snack Malaysia.
Marsha, gadis kecil itu juga tersenyum melihat senyuman kedua abangnya itu. Mungkin, baru kali ini Marsha melihat kedua kakaknya itu menampilkan senyum yang tulus.
"Kakak... Marsha disini.. peluk juga dong!" Marsha dengan tingkah imutnya yang sama sekali tidak disukai kedua ABG itu.
"Sha.... Sha... mimpi aja yah dapet pelukan dari mereka!" Fema menggeleng-geleng setelah melirik Marsha.
"Eh anak kecil.. Peluk mama mu saja sana. Kami tidak akan mau memelukmu!" Ketus Ferdo, Jerry hanya diam dan melangkah menuju Sofa dan duduk disana.. Ferdo pun menyusulnya.
Fema dan Juan juga mengambil posisi duduk bersama dengan anak-anak itu.
Marsha dengan tiba-tiba memposisikan duduknya ditengah-tengah dua kakaknya itu. Sudah pasti dua ABG itu risih dan melototi Marsha, menatap sinis kearah gadis kecil yang adalah adik mereka itu.
"Kakak, kata bu guru.. keluarga itu, harus hidup rukun. Saling sayang, saling menghormati. Mulai sekarang harus baik sama Marsha ya kakak, biar kita hidup rukun sampai besar nanti." Marsha menatap dua kakaknya itu bergantian.
Kedua ABG itu masih menatap Marsha. Kali ini bukan dengan tatapan sinis, tetapi entahlah, tatapan apa itu. Tidak dapat terkatakan.
Marsha lagi-lagi bertingkah sesukanya. Ia memeluk Jerry yang tengah menatapnya. Jerry menjadi salah tingkah dan menoleh kearah papa dan mama Fema yang juga tengah melihat kearahnya.
"Kak Ferdo.. ayo sini! peluk kita!" Yang dimaksudkan Marsha adalah berpelukan bertiga. Anehnya, Ferdo hanya menuruti.
"Sha.. sudah.. jangan lama-lama!" Ucap Fema, takut kalau-kalau kedua remaja itu kembali badmood.
Mereka pun menikmati snack bersama. Namun, tidaklah dalam suasana akrab dan saling berbicara.. keluarga ini masih merasa canggung.
🍁
Malam harinya.
Juan mendatangi kamar Marsha.. sebenarnya, Juan menginginkan Fema untuk pindah ke kamar yang ia tempati. Namun, Juan belum tahu cara memberitahukannya.
Oke, bahkan mereka telah melakukannya malam itu. Akan tetapi, belum berlanjut. Pasalnya, malam berikutnya Fema memilih tidur di kamar tantenya itu dengan alasan malam terakhir sebelum berpisah karena harus kembali ke Jakarta.
Ceklek..
Pintu kamar Marsha terbuka.
Marsha telah tertidur, sedangkan Fema masih merapikan kamar itu.
"Ehmmm.. Fem.. kau sedang sibuk?"
"Oh.. seperti yang terlihat Juan.. ada apa?"
"Aku ingin bicara denganmu!"
"Oh iya.. aku hampir lupa Juan. Kita memang harus membahas hal itu!"
"Ayo duduklah! Fema mempersilahkan.
"Fema.. silahkan bicara terlebih dahulu!"
"Juan, begini.. Aku.. tidak... sepertinya, ada masalah dengan teh yang kita minum malam itu.. percayalah.. aku sama sekali tidak bermaksud melakukannya seandainya tidak dalam pengaruh teh itu.."
"Kau mungkin melihatku seperti orang gila saat itu. Tapi percayalah, itu tidak aku lakukan atas dasar hati. Kau jangan khawatir.. aku tidak akan melupakan perjanjian 4 bulan itu karena hal yang sudah kita lakukan."
Blasss.
Perasaan Fema sangat sakit mengatakan ini. Sesungguhnya, hatinya mengatakan yang sebaliknya. Mulutnya, telah menghianati hatinya sendiri.
Fema yang mengatakannya saja sakit hati, apalagi Juan yang mendengarnya. Pria itu rasanya ingin menyambar bibir lancang istrinya saat ini juga. Enak Sekali mulut istrinya itu mengatakan itu tanpa perasaan.
"Silahkan kau yang gantian berbicara Juan.."
"Oh... aku hanya ingin bilang, selamat karena kau telah memiliki Ruko mu sendiri."
"Aaaa.. Juan.. terima kasih lagi ya... karena kau menyebutnya, aku jadi ingat. Apaa maksudmu mengatakan aku membuatmu senang?" tanya Fema penasaran.
"Hanya hal kecil." jawab Juan.
"Ya.. apa? jangan membuatku mati penasaran. Perasaan, aku belum pernah melakukan sesuatu untukmu." Fema berpikir kemana-mana.
"Mungkin, karena kau terlihat tulus pada putraku, meskipun mereka selalu jutek terhadapmu!" jawab Juan asal.
"Oh... jadi karena itu? Iya... aku tidak tahu kenapa aku merasa harus benar-benar jadi ibu mereka. Padahal, waktu kita sangat singkat, tapi aku ingin mereka menyukaiku sebagai mama.." Fema tersenyum getir.
"hati kecilku berharap, mungkin saja mereka berdua akan menyukaiku, sehingga saat bulan ke 4 itu tiba, mereka akan menjadi orang yang membuat hubungan pernikahan sementara ini akan berlanjut. Mungkin saja aku akan mendengar mereka mengatakan mama, tetaplah bersama kami. Atau.. mama jangan tinggalkan kami. Hehe Itu adalah harapan kecilku Juan.."
CUP...
Juan tiba-tiba menyerang Fema dengan mencium bibir istrinya itu. Sungguh, mendengar penuturan istrinya itu, membangkitkan hasrat Juan untuk membuat istrinya ini bertahan dengannya.
"Ada apa ini? kenapa dia malah memciumku?"
"Fema... ayo... kita buat pernikahan ini tetap bertahan. hmmm? Setelah berusaha, kita akan tahu, apakah kita lanjut atau tidak. Setidaknya, sebelum bulan ke 4 habis, kita sudah tau perasaan masing-masing." jelas Juan, dengan menatap lekat istrinya itu.
Fema memgangguk pelan. Sungguh, dia merasa syok atas tindakan suaminya.-
"Mulai sekarang, sama-sama belajar menerima satu sama lain. Saling membuka hati. Kau mau?" bisik Juan dengan nada serak.
Fema lagi-lagi mengangguk.
"Bagaimana kalau pindah ke kamarku mulai malam ini. hm?" Sepertinya Juan sudah tidak tahan ingin melancarkan aksinya.
"Tidak Juan, aku tidak bisa pindah ke kamarmu, sebelum anak-anak menerimaku sebagai mama! Aku takut, mereka akan semakin illfeel padaku!" Tolak Fema halus.
"Tapi aku sedang mengingikanmu! Bagaimana ini?" Juan kembali berbisik dan mendekatkan tubuh mereka.
Fema memggigit bibirnya, malu.
"Ayolah.. kita pergi ke kamarmu!" Ia sedikit menarik tangan Juan.
Dikamar Juan.
"Selamat datang di kamar kita!"
"Ini masih kamarmu sendiri. Aku belum pindah kesini." Ucap Fema.
"Tapi, mulai hari ini, kamar ini akan menjadi saksi disetiap perjuangan kita untuk bertahan. Kau mengerti? hmmm?"
Fema menunduk kepala, tersenyum.
.
.
Cukup dulu yah Gaes...
Terimankasih😁