NovelToon NovelToon
RAHIM TERPILIH

RAHIM TERPILIH

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Dosen / Identitas Tersembunyi / Poligami / Romansa / Konflik etika
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Essa Amalia Khairina

Siapapun tak ingin mendapatkan takdir yang tak sejalan dengan keinginan, termasuk Asha. Sejak awal ia tahu hidupnya tak pernah sempurna, namun tak pernah ia bayangkan bahwa ketidaksempurnaan itu akan menjadi alasan seseorang untuk merendahkannya—terutama di mata Ratna, ibu mertuanya, wanita yang dinginnya mampu merontokkan kepercayaan diri siapa pun.

"Untuk apa kamu menikahi wanita seperti dia?!"
Satu kalimat yang terus menggetarkan jantungnya, menggema tanpa henti seperti bayang-bayang yang enggan pergi. Kalimat itu bukan hanya penghinaan. Itu adalah vonis, sekaligus penjara yang tak pernah bisa ia hindari.

Sejak hari itu, Asha belajar diam. Bukan karena ia lemah, tetapi karena setiap kata yang keluar dari mulutnya hanya akan memicu luka baru.

Namun ada satu hal yang membuatnya tetap bertahan.

Aditya.

Namun saat kehadiran Nadia, semua mulai berubah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Essa Amalia Khairina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

RENCANA

Mobil Adit perlahan berhenti di pekarangan rumah. Mesin dimatikan, dan suasana mendadak terasa lebih hening dari biasanya. Adit segera keluar, lalu mengitari kap mobil untuk membukakan pintu bagi Asha. Dengan gerakan hati-hati, ia menuntun tangan istrinya, seolah takut angin sore saja bisa membuat Asha kehilangan keseimbangan.

“Awas, pelan…” Bisiknya lembut.

Di saat yang hampir bersamaan, suara deru mobil lain terdengar memasuki halaman. Mobil berwarna putih dengan garis hitam di sisi pintunya—mobil Faris.

Kemudian, pintu rumah terbuka.

Lilia muncul terlebih dahulu, dengan ransel kecil di punggungnya. Ekspresi wajahnya ceria, menyambut Faris. Di belakangnya, Ratna dan Maya berjalan beriringan, langkah keduanya tenang namun tatapannya sulit dibaca.

"Oma... semuanya," Ucap Lilia. Matanya memandang Asha dengan langkah mendekat. "Tante Asha. Aku pamit pulang dulu, ya."

Asha mengangguk dan setengah membungkukan tubuhnya, sejajar dengan tinggi tubuh gadis itu. "Maafin Tante ya, sayang. Tante gak sempat bantuin kamu buat bantu ngerjain PR kamu."

"Gak apa-apa, Tante. Tante cepet sembuh, ya."

Adit tertawa kecil. "Sayang... Tante Asha gak lagi sakit, kok. Tante Asha itu di perutnya ada dede bayi. Jadi, cuma mual dikit aja."

Ratna dan Maya sontak saling pandang, mata mereka membesar nyaris bersamaan. Wajah keduanya tampak kaku—seperti baru saja mendengar sesuatu yang sama sekali tidak mereka duga.

Asha hanya tersenyum kikuk, sedikit salah tingkah. Sementara, Adit mengusap punggungnya lembut, masih dengan tawa kecil yang hangat.

"Maaf semua.” Faris tiba-tiba angkat bicara, suaranya terdengar tenang tapi jelas ingin mengakhiri suasana canggung yang baru saja tercipta. “Saya dan Lilia izin pamit pulang.”

Ia kemudian menundukkan sedikit tubuhnya sebagai tanda sopan, lalu menoleh pada putrinya. Mata Faris menatap lurus ke arah Lilia—lembut, namun tegas mengajak. “Sayang, ayo pamit ke semuanya.”

Lilia yang sedari tadi berada di dekat Asha, menoleh cepat. Wajahnya tampak ragu. Ia menggenggam tas kecilnya, kemudian memandang Adit dan Asha bergantian.

“Tapi pah…” Lilia menahan lengan ayahnya, suaranya lirih namun jelas. “Aku boleh kan kesini lagi? Main sama Tante Asha?”

Pertanyaan itu membuat Asha tersentak kecil, hatinya langsung meleleh. Sementara, Adit tersenyum hangat.

Faris menarik napas sebelum menjawab, namun akhirnya mengangguk sambil mengusap kepala putrinya. “Boleh, sayang. Tentu boleh.”

Lilia langsung tersenyum lebar, lega.

Faris kemudian kembali menatap Adit dan Asha, memberi anggukan ringan sebagai salam perpisahan. Begitu juga pada Maya, mantan istri, dan Ratna yang masih diam dalam keterkejutannnya. Lilia meniru ayahnya—pamit pada semua orang dengan lambaian kecil sesaat sebelum akhirnya mereka berbalik menuju mobil.

“Dadah semuanya…!” Seru Lilia dari balik jendela mobil yang sengaja diturunkan. Rambutnya sedikit tertiup angin, pipinya merona karena bersemangat. “Dadah Tante Asha!”

Asha refleks mengangkat tangan, melambaikan dengan senyum yang begitu tulus dan hangat. “Hati-hati, sayang…” Ucapnya lembut, suaranya hampir tenggelam oleh bunyi mesin mobil yang mulai berjalan.

Faris memberi anggukan terakhir melalui kaca spion, sementara Lilia masih melambaikan tangan hingga tubuhnya sedikit maju dari kursi—penuh antusias, seakan enggan benar-benar pergi.

Mobil perlahan bergerak, roda berderak pelan di atas kerikil pekarangan. Perlahan-lahan, mobil itu melesat keluar dari halaman rumah, melewati gerbang yang terbuka setengah. Cahaya matahari sore memantul di bodi mobil, menciptakan kilau hangat sebelum kendaraan itu berbelok dan menghilang dari pandangan.

"Apa kamu bilang, Asha hamil?" Kalimat itu langsung meluncur dari bibir Ratna. Matanya tajam menatap Adit dan Asha bergantian.

"Iya, Ma. Kita baru pulang dari dokter. Dan, dokter bilang... Asha hamil."

Ratna membeku sesaat, napasnya seolah tertahan. Sementara di sampingnya, Maya refleks menoleh pada ibunya, mencoba membaca perubahan di wajah Ratna—antara terkejut, bingung, dan sesuatu yang tak segera bisa ditebak.

Mata keduanya lalu saling bertemu.

Tatapan yang hanya berlangsung sepersekian detik itu cukup untuk membuat suasana di ruangan berubah—hening, namun penuh percikan emosi yang tak terucap.

Adit menarik napas pelan, mencoba meredakan ketegangan yang menggantung di udara. “Ya udah, Ma… Mbak, kita ke dalam dulu, ya,” ucapnya lagi, lebih lembut, berharap mendapatkan respons.

Namun Maya dan Ratna tetap diam. Tak ada anggukan, tak ada kata. Hanya pandangan kosong yang sama-sama tertuju pada Asha, seolah kabar barusan masih belum sepenuhnya bisa mereka cerna.

Adit menoleh ke Asha, mengulurkan tangan.

“Ayo, sayang, kita masuk.” Katanya pelan, penuh perlindungan. "Hati-hati, sayang..."

Asha ragu sejenak sebelum akhirnya meraih tangan Adit. Mereka berjalan melewati Ratna dan Maya—keduanya masih terdiam di tempat. Maya menegakkan tubuh pelan, menatap langkah Asha yang menyempit, sementara Ratna hanya mengikuti dengan mata yang sedikit membesar, masih shock namun tak ingin menunjukkan reaksi lebih.

"Mama percaya gak, Adit ngomong apa tadi?" Gumam Maya.

Ratna mengangguk, "Bisa-bisanya wanita itu hamil. Kamu tahu, May? Mama tuh gak sudi punya cucuk dari rahim wanita seperti dia!" Ucapnya lirih, penuh penekanan. "Gak tahu kenapa, Mama benci aja sama wanita itu. Dari awal, Mama gak pernah setuju Adit punya hubungan dengan wanita itu."

“Iya, Ma… aku pun begitu,” Ungkap Maya, meski ragu. “Kayaknya… kurang aja gitu kalau Adit milih wanita seperti dia. Aku nggak tahu kenapa,” lanjut Maya, suaranya menurun, “tapi rasanya… Adit itu bisa dapat yang lebih. Bisa dapat wanita yang… yang lebih cocok sama keluarga kita. Kayaknya kurang pas aja, gitu.... kalau si Asha hamil anak Adit.”

Ratna mengembuskan napas panjang, seolah mendapat pembenaran dari kata-kata Maya.

“Tapi…” Maya menambahkan, lirih, “Apapun yang kita rasain soal Asha… Adit pasti tetap bakal pilih dia.”

"Ya," Angguk Ratna. "Kamu benar, dan Mama benci hal itu."

"Apa kita harus cari cara buat nyingkirin si Asha dari kehidupan Adit?"

"Mama setuju, May!” Tegas Ratna, kali ini tanpa keraguan sedikit pun. Suaranya mengeras, seolah keputusan dalam hatinya sudah mengunci rapat.

****

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!