NovelToon NovelToon
Mantan Calon Istri Yang Kamu Buang Kini Jadi Jutawan

Mantan Calon Istri Yang Kamu Buang Kini Jadi Jutawan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Bepergian untuk menjadi kaya / Bullying dan Balas Dendam / Balas dendam pengganti / Balas Dendam
Popularitas:886
Nilai: 5
Nama Author: Savana Liora

​Satu surat pemecatan. Satu undangan pernikahan mantan. Dan satu warung makan yang hampir mati.

​Hidup Maya di Jakarta hancur dalam semalam. Jabatan manajer yang ia kejar mati-matian hilang begitu saja, tepat saat ia memergoki tunangannya berselingkuh dengan teman lama sekaligus rekan sekantornya. Tidak ada pilihan lain selain pulang ke kampung halaman—sebuah langkah yang dianggap "kekalahan total" oleh orang-orang di kampungnya.

​Di kampung, ia tidak disambut pelukan hangat, melainkan tumpukan utang dan warung makan ibunya yang sepi pelanggan. Maya diremehkan, dianggap sebagai "produk gagal" yang hanya bisa menghabiskan nasi.

​Namun, Maya tidak pulang untuk menyerah.

​Berbekal pisau dapur dan insting bisnisnya, Maya memutuskan untuk mengubah warung kumuh itu menjadi katering kelas atas.

​​Hingga suatu hari, sebuah pesanan besar datang. Pesanan katering untuk acara pernikahan paling megah di kota itu. Pernikahan mantan tunangannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Savana Liora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

​Bab 14: Panggung Panas di Festival Kabupaten

​"Yakin mau tetap maju? Lihat kompor kamu, May. Kayaknya itu barang rongsokan dari gudang panitia yang sengaja dipasang di stan kamu."

​Suara Siska terdengar begitu puas. Dia berdiri di depan panggung utama Festival Bumi Lestari, mengenakan gaun merah menyala yang sangat kontras dengan keramaian pasar festival. 

Di sampingnya, Adit berdiri kaku, menghindari tatapan mata Maya. Sebagai sponsor utama dari Pratama Food, Siska punya kuasa penuh untuk mengatur letak stan dan kualitas peralatan peserta.

​"Kompor mati atau hidup, masakan aku tetap bakal lebih laku daripada gengsi kamu, Sis," sahut Maya tenang. Dia tetap sibuk menata bumbu di atas gerobak kateringnya yang sudah dicat ulang menjadi warna kayu yang elegan.

​"Sombong ya. Kita lihat saja nanti. Waktu memasak cuma enam puluh menit. Kalau kompor kamu cuma keluar api lilin begitu, paling-paling dagingnya masih berdarah pas juri datang," Siska tertawa kecil, lalu melenggang pergi menuju kursi juri kehormatan bersama Adit.

​Maya menatap kompor gas di hadapannya. Benar kata Siska, apinya kecil sekali, berwarna merah, dan berdesis tidak stabil. Jelas sekali ini sabotase. Dia mencoba memutar pemantiknya berkali-kali, tapi hasilnya tetap sama.

​"Gila... ini nggak akan cukup buat matengin daging sapi dalam sejam," gumam Maya.

​"Ada masalah?" Arlan muncul dari balik gerobak. Hari ini dia tidak memakai jas, hanya kemeja hitam yang lengannya digulung. Dia terlihat sangat waspada memantau sekeliling.

​"Siska kasih aku kompor rusak. Apinya nggak bakal cukup buat suhu tinggi," Maya menunjuk ke arah api yang kerdil.

​Arlan memeriksa tabung gasnya. "Regulatornya sengaja dirusak. Saya bisa panggil panitia, tapi itu bakal makan waktu dan bikin keributan yang nggak perlu. Kamu punya rencana cadangan?"

​Maya terdiam sejenak, lalu matanya tertuju pada sebuah karung kecil di bawah gerobaknya. Karung yang dia bawa secara naluriah dari rumah tadi pagi. "Aku bawa anglo dan arang jati. Tadinya cuma buat jaga-jaga kalau mau kasih aroma asap di akhir, tapi sepertinya sekarang ini jadi senjata utama."

​"Arang? Di tengah festival modern begini?" Arlan menaikkan alisnya.

​"Justru itu. Lihat peserta lain, Arlan. Mereka semua pakai kompor gas modern. Bau gas bakal memenuhi udara. Tapi kalau aku pakai arang jati... aromanya bakal menarik orang dari jarak seratus meter," Maya tersenyum tipis.

​"Lakukan kalau begitu. Biar saya yang urus soal asapnya supaya nggak ganggu stan sebelah."

​Maya segera bergerak. Dengan cekatan, dia menyalakan arang jati di dalam anglo tanah liat. Dia mengipasi arang itu sampai membara merah. Begitu daging sapi has dalam dari Cigombong itu menyentuh wajan besi di atas arang, bunyi jesss yang sangat nyaring terdengar.

​Aroma gurih dari lemak sapi yang terpanggang arang jati mulai mengudara. Benar saja, aroma itu sangat khas, manis, dan kuat. Orang-orang yang sedang berjalan di depan stan-stan restoran mewah mulai menoleh. Mereka mengendus udara, mencoba mencari sumber wangi yang sangat menggoda selera itu.

​"Harum banget! Stan nomor berapa itu?" tanya seorang pengunjung.

​"Itu, Katering Warung Bu Sum! Pakai arang mereka!" sahut yang lain.

​Siska yang duduk di kursi juri mulai terlihat gelisah. Dia melihat kerumunan mulai memadati stan Maya, padahal waktu baru berjalan tiga puluh menit. Dia menoleh pada Adit, "Dit, kok dia bisa masak pakai arang? Peraturannya kan harus pakai peralatan dari panitia!"

​"Nggak ada larangan bawa peralatan tambahan, Sis. Yang penting hasilnya matang dan higienis," jawab Adit pelan, matanya tidak lepas memandangi Maya yang bekerja dengan sangat lincah. Adit tampak menyesal, tapi dia sudah terlanjur basah dalam permainan Siska.

​Maya terus bekerja. Tangannya memegang sodet dengan ritme yang pasti. Dia memasukkan bumbu rahasia yang baru dia buat ulang tadi malam setelah sabotase Bi Lastri. Aroma rempah jati, kluwek, dan secang mulai berpadu dengan asap arang.

​"Sepuluh menit lagi! Harap semua peserta segera menyajikan hidangan di piring penilaian!" teriak pembawa acara.

​Maya mengambil piring keramik putih polos. Dia menata nasi putih yang pulen di tengah, lalu menyiramkan olahan daging rempah jati di atasnya. Dia menambahkan garnish berupa irisan cabai merah dan daun kemangi segar. Tampilannya sangat cantik, sederhana tapi terlihat sangat mahal.

​"Selesai," bisik Maya, menyeka keringat di dahinya dengan lengan baju.

​Arlan mendekat, menatap piring itu dengan bangga. "Kamu luar biasa, Maya. Sekarang biarkan rasa yang bicara."

​Satu per satu peserta membawa piring mereka ke meja juri. Maya berjalan paling terakhir. Dia meletakkan piringnya di depan tiga orang juri, termasuk Siska yang duduk di tengah dengan wajah ketus.

​Juri pertama, seorang koki senior dari provinsi, mengambil satu suapan. Matanya langsung melebar. "Teknik arang ini... berani sekali. Aromanya masuk sampai ke serat daging. Luar biasa."

​Juri kedua mengangguk setuju. "Rempahnya sangat berani. Ini masakan yang punya karakter."

​Kini giliran Siska. Dia mengambil sendok dengan tangan gemetar. Dia mencuil sedikit daging dan nasi, lalu memasukkannya ke mulut. Wajahnya sempat menegang karena rasa itu memang tak terbantahkan enaknya. Tapi kemudian, Siska tiba-tiba terbatuk-batuk kecil.

​Siska meletakkan sendoknya dengan suara denting yang keras di atas piring. Dia berdiri tiba-tiba, membuat kursi di belakangnya bergeser kasar. Wajahnya menunjukkan ekspresi jijik yang sangat dibuat-buat.

​"Tunggu! Jangan dimakan dulu!" teriak Siska, suaranya menggema lewat mikrofon yang ada di depannya, membuat seluruh pengunjung festival terdiam.

​Maya mengerutkan kening. "Ada apa, Siska?"

​Siska menunjuk ke arah piring Maya dengan jari telunjuknya yang lentik, matanya menatap tajam ke arah juri lainnya. "Saya tidak bisa membiarkan ini. Sebagai sponsor utama, saya bertanggung jawab atas keselamatan lidah juri! Stop! Saya menemukan sesuatu yang menjijikkan di makanan ini!"

​Adit di sampingnya terperanjat. "Apa maksudmu, Sis?"

​Siska mengambil sepotong benda kecil berwarna hitam dari pinggir piring Maya menggunakan ujung kuku panjangnya. Dia mengangkatnya tinggi-tinggi agar terlihat oleh semua orang dan kamera yang sedang meliput.

​"Lihat ini! Ada potongan kuku kotor dan helai rambut pendek di dalam sausnya! Mbak Maya, ternyata berita di media sosial itu benar ya? Kamu memang tukang masak yang kotor dan tidak higienis!"

​Seluruh pengunjung langsung riuh. Bisik-bisik negatif mulai terdengar kembali. Maya terpaku menatap benda di tangan Siska. Dia tahu betul dia sudah sangat berhati-hati. Arlan di bawah panggung langsung mengepalkan tangannya, siap untuk merangsek maju.

​"Itu mustahil, Siska. Saya pakai penutup kepala dan sarung tangan selama memasak," suara Maya bergetar menahan marah.

​"Bukti sudah ada di depan mata, Maya! Kamu mau mengelak apa lagi? Ini adalah penghinaan bagi Festival Bumi Lestari!" Siska berteriak penuh kemenangan.

1
Ma Em
Semangat Maya semoga masalah yg Maya alami cepat selesai dan usaha kateringnya tambah sukses .
Savana Liora: terimakasih udah mampir ya kk
total 1 replies
macha
kak semangat💪💪
Savana Liora: hi kak. makasih ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!