NovelToon NovelToon
Kebangkitan Zahira

Kebangkitan Zahira

Status: sedang berlangsung
Genre:Wanita Karir / Pelakor jahat / Cinta Lansia
Popularitas:142.7k
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

pernikahan selama 20 tahun ternyata hanya jadi persimpangan
hendro ternyata lebih memilih Ratna cinta masa lalunya
parahnya Ratna di dukung oleh rini ibu nya hendro serta angga dan anggi anak mereka ikut mendukung perceraian hendro dan Zahira
Zahira wanita cerdas banyak akal,
tapi dia taat sama suami
setelah lihat hendro selingkuh
maka hendro sudah menetapkan lawan yang salah
mari kita saksikan kebangkitan Zahira
dan kebangkrutan hendro

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KZ 16

Adit bersiap pulang pagi itu.

Di teras rumah, Zahira, Edi, Yusni, Zaenab, dan Zahid berdiri berjejer, seolah enggan melepas kepergiannya. Suasana terasa akrab, nyaris seperti melepas anak sendiri yang merantau jauh.

Di samping motor Adit, dua karung besar tergeletak siap diangkut: satu berisi dukuh dan singkong, satunya lagi penuh rambutan merah segar hasil panen Zaenab.

Zahira tak bisa menahan senyum geli. Dalam hati ia bergumam,

“Nasib orang memang tak bisa ditebak. Dulu dia dokter arogan yang nyaris tak bisa disentuh… sekarang? Jadi ojek online dan pembawa paket sekaligus.”

“Dok, kalau rame di jalan, bagi-bagi rambutan ya,” celetuk Zahid, membuat semua orang tertawa.

Adit hanya geleng-geleng kepala, tapi bibirnya tersenyum lebar.

“Bukan pasien yang bawel, sekarang emak-emak kebun yang titipannya nggak habis-habis,” ucapnya sambil menaikkan karung ke jok belakang.

“Saya kayak kurir bawa paket begini, Bu,” celetuk Adit sambil menatap dua karung besar yang nyaris menutupi motor bebeknya.

Yusni tersenyum tulus, wajahnya penuh keibuan. “Hanya itu yang bisa Ibu kasih, Nak Adit. Jangan bosan ya main ke sini lagi.”

“Iya, Pak Dokter jangan sungkan main. Di sini juga ada JAKI, loh,” timpal Zahid sambil menyenggol lengan Adit.

“JAKI? Apaan tuh?” tanya Adit bingung.

“Janda Kinclong,” jawab Zahid cepat, wajahnya penuh cengiran jail.

Zahira langsung melotot ke arah adiknya. “Zahid!”

Zahid buru-buru bersembunyi di balik tubuh Yusni sambil berseru, “Tuh, Mak, Kakak galak!”

Tawa pun pecah di teras rumah itu. Bahkan Adit sampai menunduk, menahan geli.

Adit akhirnya benar-benar berpamitan. Ia melaju pelan di jalan desa, diiringi lambaian tangan dan canda tawa dari keluarga Zahira.

Di balik tawa itu, Zahira merenung—dulu Hendro dan anak-anaknya pernah berkunjung ke rumah ini, tapi tak pernah sehangat dan seakrab ini.

Yang datang dan pergi bisa saja sama, tapi perasaan yang tertinggal… jelas berbeda.

Zahira melangkah masuk ke kamar dengan langkah pelan. Di balik pintu, udara sejuk bercampur aroma kenangan menyeruak, seolah kamar itu masih menyimpan bayangan dirinya yang dulu.

Ia membuka lemari kecil di sudut ruangan. Tangannya terhenti di sebuah album foto tua. Zahira duduk di tepi ranjang, membukanya perlahan.

Lembar demi lembar memperlihatkan senyumnya di masa lalu—dari SD hingga SMA, selalu berdiri di podium juara. Ada juga foto-foto saat ia membacakan puisi di panggung kecil desa, dengan mikrofon reyot dan kertas puisi yang sudah lusuh.

Air mata menetes tanpa permisi. Zahira memeluk album itu erat, lalu mengeratkan kepalan tangan.

Ia mengambil sebuah buku catatan kosong dan bolpoin dari laci. Di halaman pertama, ia menuliskan satu per satu hal yang ingin ia lakukan:

– Menulis kembali

– Membuat buku kumpulan puisi

– Mencari komunitas penulis

– Bangkit, bukan untuk siapa-siapa, tapi untuk diri sendiri

Lalu ia menulis puisi—tulisan pertamanya setelah sekian tahun:

"Rajutan Baru"

Terlalu lama aku diam dalam badai,

Mengalah demi cinta yang tak pernah utuh.

Kini aku berdiri, walau dengan luka.

Mimpiku tak mati—hanya tertidur.

Waktu mengajarkanku satu hal:

Jangan berkabung di atas abu impian,

Tapi bakarlah masa lalu yang kelam

Agar terang masa depan lahir dari nyala keberanian.

Zahira menatap tulisan itu dalam-dalam. Tangannya gemetar, tapi bukan karena takut.

Itu getaran dari keberanian yang perlahan kembali hidup.

“Sekarang, aku akan menjahit kembali hidupku… dengan benang yang kupilih sendiri,” gumamnya pelan.

Hal pertama yang ingin dilakukan Zahira adalah menulis cerpen. Maka, yang pertama ia butuhkan hanyalah kertas HVS dan bolpoin. Zahira tersenyum kecut—bahkan untuk membeli bolpoin pun, dia sudah kehabisan uang.

Ia keluar dari kamar dengan langkah pelan, lalu melangkah ke luar rumah. Tujuannya jelas: meminjam uang ke Zaenab, adik perempuannya.

Saat Zahira masuk ke rumah Zaenab, ia mendapati adiknya sedang duduk di ruang tengah, menatap layar ponsel dengan senyum kecil di wajah. Anak Zaenab sudah tertidur, masih berusia dua tahun. Sementara suaminya sedang merantau ke kota, hanya pulang sebulan sekali.

“Kenapa kamu senyum-senyum sendiri?” tanya Zahira sambil mendekat.

Zaenab menoleh, meletakkan ponselnya. “Ini, Ka. Aku lagi baca cerita online,” jawabnya ringan.

Zahira diam sejenak. Istilah-istilah zaman sekarang terasa asing di telinganya.

“Ada apa, Ka?” tanya Zaenab sambil mendekat, menyadari ada yang ingin disampaikan kakaknya.

“Aku mau pinjam uang, buat beli kertas HVS dan bolpoin,” ucap Zahira sambil menatap wajah adiknya.

Zaenab mengernyit. “Buat apa, Ka? Mau sekolah lagi, atau mau ngelamar kerja?”

“Kakak mau nulis cerpen lagi, kayak dulu,” jawab Zahira, tenang tapi penuh harap.

“Kakak mau nulis di kertas, terus dikirim lewat kantor pos, pakai perangko, habis itu nunggu dimuat di majalah, gitu?” Zaenab terkekeh, menahan tawa.

Zahira menghela napas pelan. “Kenapa? Ada yang lucu ya?” tanyanya, tak sepenuhnya mengerti dunia yang berubah cepat.

"Kakak punya HP Android?" tanya Zaenab, bukannya menjawab pertanyaan Zahira, justru balik bertanya dengan ekspresi penuh rasa ingin tahu.

“Lihat HP kakak, masih setia dengan model lama,” jawab Zahira sambil menunjukkan ponsel lamanya, ponsel legendaris Nokia 3310.

Bagaikan melihat barang antik, Zaenab membolak-balik ponsel itu dengan rasa heran dan takjub.

“Kenapa sih kamu?” tanya Zahira dengan alis sedikit terangkat, bingung melihat reaksi Zaenab.

“Ka, sekarang tahun 2022, bukan tahun 2002. Kenapa Kakak masih punya ponsel legendaris ini? Apa Kakak nggak punya ponsel kayak punyaku ini?” ucap Zaenab sambil menunjuk ponselnya.

“Sudahlah, jangan meledek. Ponsel ini lebih tua dari usia pernikahanku,” jawab Zahira sambil tersenyum getir.

“Sudah, jangan meledek terus. Sekarang aku perlu bantuan kamu,” ucap Zahira dengan nada serius namun tetap lembut.

“Ka, sekarang sudah nggak zamannya lagi bikin cerita pakai tulis tangan, kirim lewat pos, terus Kakak nunggu tulisan itu terbit,” ucap Zaenab dengan nada santai sambil terkekeh dan jelas itu adalah sindiran

“Terus sekarang sudah nggak ada dong yang jadi penulis? Pantas saja aku kesusahan nyari koran bekas sekarang,” ucap Zahira dengan nada setengah bercanda, tapi matanya tampak sedih.

“Sekarang justru orang yang jadi penulis semakin banyak, Ka. Bahkan banyak yang dibayar mahal, dan cerita-ceritanya dijadikan novel online,” ucap Zaenab antusias.

“Siapa bilang mudah jadi seperti J.K. Rowling atau Mira W.? Tapi aku nggak pernah dengar ya ada novel dijadikan film. Dulu sempat ramai film Laskar Pelangi, Angina cuma lihat cuplikannya di TV. Aku sendiri cuma bisa nonton TV satu jam setiap hari,” ucap Zahira pelan, suaranya penuh kegetiran.

Wajah Zaenab penuh keterkejutan. Kakaknya yang dulu selalu terdepan dalam dunia literasi, kini justru tampak paling terbelakang, seolah tertinggal oleh zaman..

“Kenapa kamu melihat aku seperti itu?” tanya Zahira, merasa tatapan Zaenab seperti menembus hatinya yang rapuh.

“Ka, hari ini semua pekerjaan menulis dilakukan oleh benda ini,” ucap Zaenab sambil menunjuk ponselnya, seolah menunjukkan kunci dunia baru yang belum dijamah kakaknya.

“Sekarang jadi penulis itu gampang, Ka. Nggak usah banyak modal, cukup pakai ponsel ini saja. Tulisan Kakak langsung dinilai layak atau nggak, nggak perlu nunggu berminggu-minggu. Dalam hitungan jam, kita sudah tahu tulisan kita bisa terbit atau tidak,” ucap Zaenab menjelaskan dengan semangat.

“Secepat itu?” ucap Zahira nyaris tak percaya. Matanya membulat, napasnya tertahan, seolah baru tersadar bahwa dunia telah bergerak jauh tanpa menunggunya.

“Iya, secepat itu. Dan Kakak nggak usah pakai bolpoin atau kertas,” ucap Zaenab sambil tersenyum.

“Kenapa?” tanya Zahira polos.

“Karena nggak akan ada yang nerimanya,” jawab Zaenab sambil terkekeh.

“Yah… peluangku untuk jadi penulis tertutup dong,” ucap Zahira, suaranya pelan, nyaris putus asa.

Zaenab menatap kakaknya sejenak, lalu berdiri dan berjalan ke luar rumah.

“Awas, jangan kabur. Jangan ke mana-mana. Jagain anakku dulu,” ucap Zaenab sambil melangkah pergi.

1
Akbar Razaq
Andai ada bintang lebih lima maka akan aku beri buat othor bintang yg lebih banyak banyak lagi.

Ending yg melegqkan,dan berharap Angganjd ank ygnlebih baik lagi.Bagaimana pun juga dia korban dr salah asuh lingkungannya.papa,ibu kqndung dan neneknya.
Ok ku tunggu karya selanjutnya thor
kalea rizuky
kapok lu anggi di jual emak. loe
Hasanah
si Anggi bodoh bnget rasain itu prbuatan Mak mu itu
Sulfia Nuriawati
binatang aja membela anaknya saat anak terancam, tp ratna g pantas d sebut ibu predikat itu terlalu agung utk ratna, germo jg g mw jual anaknya tp ratna lbh pantas d sebut iblis berwjh manusia
Annisa
astagfirullah ratna orang tua laknut.
stela aza
Anggi dan Angga j yg bodoh g bisa bedain orang tulus sama dia dan g ,,, aturan si Anggi sadar diri dulu selalu bikin onar yg nolongin Zahira
Liana CyNx Lutfi
Ratna gk pnya hati nurani ,cukup anggi thor yg jd korban klu bisa angga jngn kasian
Liana CyNx Lutfi
Ayo angga kaburrr cepet itu bkn ibumu tp iblis yg berwujud manusia,klu anggi tdak mau biarin aza'
Liana CyNx Lutfi
Anggi sifatnya bnr2 kyk rini,angga kyk hendro
Dartihuti
Hancur smp dasar Ratna !!!
Dartihuti
Astaqfirullah...RATNA otaknya udah jatuh selokan,kan akirnya Anggi Angga org yg td kau banggain ibu kandung tp hatinya ibl..
ChikoRamadani
Sangat menarik...
Ceritanya bagus, Konfliknya tidak terlalu bertele2...
Penyampaian kosakatanya mudah dipahami....

Semoga sukses kakk othor❤️
Annisa
aq juga menanti kehancuran hendro.
udah greget soalnya
awesome moment
saatnya...menjual yg bisa dijual. kn mmg g punya hati
Hasanah
Alhamdullilah sdah trungkap semuax
Liana CyNx Lutfi
awas klu masih mau bohong soal senja dan langit kau hendro
Liana CyNx Lutfi
gk usah nangis hendro itu sebelum seberapa
Purnama Pasedu
bohong lagi nggak hendro
Purnama Pasedu
nyimak
Dartihuti
Gilaaa...Aanak sendiri itu,jng" anggi di jual tar
Liana CyNx Lutfi: Alhmdulillah zahira sdh tau klu senja langit anak kandungya,bodoh amatt dngn angga anggi anak2 yg tdak tau terimaksih...kyky bkalan dijual tuh sama ibu kandungya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!